Oleh: Mochammad Bayu Tjahyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Gerakan pelaporan digital membutuhkan pendekatan yang sistematik dan berkesinambungan untuk melatih masyarakat terutama wajib pajak memanfaatkan pelaporan pajak secara digital. Di Indonesia setiap perubahan pasti menghadapi ketakukan atau gerakan disinformasi akan manfaat hal yang baru.

Direktorat Jenderal Pajak sudah sejak tahun 2019 menggaungkan gerakan 3 C (Click, Call, dan Counter). Gerakan ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam melaporkan kewajiban perpajakannya juga memudahkan masayarakat atau wajib pajak dalam memperoleh informasi.

Menjelang pelaporan SPT Tahunan, gerakan literasi gitital Direktorat Jenderal Pajak masih kurang dan kebanyakan masih menunggu reaksi, atau bisa dibilang reaktif, begitu ada keluhan baru kita bereaksi. Padahal hal itu cenderung menyulitkan, oleh sebab itu gerakan digital pelaporan perlu dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus.

 

Kenapa e-Filing?

Banyak masyarakat masih bertanya kenapa harus e-Filing, bahkan mereka cenderung merasa ribet dengan e-Filing. Wajib pajak memang disarankan harus menggunakan e-Filing. Pada 2019 ditargetkan 95% wajib pajak sudah melaporkan kewajiban perpajakan dengan menggunakan e-Filing.

Kenapa Direktorat Jenderal Pajak mendorong e-Filing? Apa yang dimaksud dengan e-Filing pajak dan manfaatnya bagi wajib pajak kerap kali belum banyak dipahami oleh masyarakat awam.

Dengan hadirnya sistem lapor SPT secara daring, sebenarnya banyak manfaat yang diberikan apabila kita menggunakan e-Filing, diantaranya adalah:

  1. SPT yang kita laporkan secara e-Filing langsung tersimpan dalam basis data DJP, tidak perlu melalui proses pindai atau proses lain yang bisa mengakibatkan kesalahan.
  2. Data yang disampaikan terjamin kerahasiaannya.
  3. Mengurangi terjadinya kolusi, dengan berkurangnya intensitas pertemuan antara wajib pajak dengan petugas pajak.
  4. Menghemat waktu, untuk wajib pajak yang tinggal di kota besar membutuhkan waktu lebih banyak di jalan karena macet.
  5. Selain itu, e-Filing dapat mengurangi dampak antrian dan volume pekerjaan proses penerimaan SPT. Adanya lapor SPT online ini bertujuan agar mengurangi jumlah wajib pajak yang datang ke KPP sehingga tidak ada lagi antrean yang panjang.
  6. Dapat mengurangi volume berkas fisik atau kertas dokumen perpajakan. Pemanfaatan sistem daring tentu saja akan mengurangi penggunaan kertas atau dokumen yang perlu dibawa oleh wajib pajak. Selain itu juga dapat mengurangi risiko hilang dan rusak dokumen saat disimpan.

Menggunakan e-Filing sebetulnya banyak kemudahan, namun masyarakat kita cenderung merasa susah terlebih dahulu, padahal belum mengerjakan. Kesulitan yang terjadi adalah lupa EFIN, karena pelaporan SPT Tahunan yang satu tahun sekali menyebabkan banyak wajib pajak yang lupa akan kode EFIN-nya.

 

Persoalan Internet

Revolusi Industri 4.0 adalah frasa yang kerap didengungkan belakangan ini, namun ketersediaan jaringan internet di Indonesia secara menyeluruh masih perlu ditingkatkan. Istilah Revolusi Industri 4.0 ini sendiri merujuk pada generasi keempat dunia industri yang menekankan pada automasi (lebih banyak menggunakan mesin dalam proses produksi) dan pertukaran data secara digital. Oleh sebab itu kombinasi antara sistem siber-fisik, Internet of Things (IoT), dan sistem internet menjadi penting untuk bisa mewujudkan Industri 4.0. Penyerderhanaan sistem teknologi informasi menjadi bagian yang amat vital.

Antisipasi telah dilakukan pemerintah dengan melakukan perubahan secara integratif dan masif untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kominfo telah membuat Peta Digital Indonesia, hal ini diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur digital nasional dan insentif untuk investasi teknologi.

Angka pertumbuhan pengguna internet di Indonesia terbilang tinggi, dari data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia (kabel maupun nirkabel) pada tahun 2017 telah mencapai angka 143,26 juta orang dan terus naik sampai dengan tahun 2019.

Untuk mendukung interkonektivitas menuju cita-cita mewujudkan era Industri 4.0 dan meningkatkan literasi digital penduduk, jaringan seluler yang baik amat diperlukan, hingga tahun 2018 mayoritas kota-kota besar di tanah air telah terjangkau jaringan seluler (3G, 4G dan 5G). Cakupan wilayahnya hingga 90 persen. Bahkan hampir di seluruh Pulau Jawa, Bali, dan Bangka Belitung signal coverage-nya sudah mencapai 100 persen. Sehingga diharapkan tidak ada titik kosong atau blank spot.

Untuk mendukung program pemerintah Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan penyempurnaan dalam pelayanan pelaporan wajib pajak, salah satunya dengan menyempurnakan e-Filing sehingga makin memudahkan masyarakat ataupun wajib pajak. Tata cara penggunaan pun sudah diunggah di banyak media, seperti You tube, Instagram, Twiter, dan lainnya. 

Akan tetapi bila ingin efektif, gerakan literasi digital tidak bisa dilakukan secara sporadis atau merupakan kerjaan ad hoc dari Direktorat Jenderal Pajak pada saat kampanye simpatik saja. Namun harus menjadi gerakan yang berkesinambungan dan tidak musiman.

Semua gerakan itu penting untuk menunjukkan tingkat kesadaran dari masyarakat dan wajib pajak, bahkan Direktorat Jenderal Pajak sudah menggandeng pihak akademisi untuk lebih mendorong penggunaan digital dalam pelaporan kewajiban perpajakan. Selain masuk dalam kurikulum pendidikan, pelibatan mahasiswa dan pembentukan relawan pajak juga menunjukan bahwa Direktorat Jenderal Pajak serius dalam merubah pola pelaporan SPT.

 

Persoalan Prioritas

Banyak dari wajib pajak yang tidak tahu bahwa untuk membuat kode billing pun mereka tidak perlu lagi ke kantor pajak, cukup mengakses laman pajak.go.id. Di dalam pembuatan kode billing sudah dipandu dengan mudah bahkan pilihan pasal yang digunakan ada. Dengan memiliki kode billing kita bisa melakukan pembayaran pajak melalui ATM, tidak perlu lagi antre di bank. Selain kode biling juga ada e-Bupot, e-form, dan tentu saja e-Filing.

“Strategi tahun 2020 adalah moda pelayanan serba online, namun untuk validasi pemeriksaan untuk membuktikan status wajib pajak tetap di kantor DJP. Tetap ada term and condition-nya,” demikian dikatakan Direktur Jenderal Pajak.

Oleh sebab itu, dalam konsep digitalisasi serba online ini peran contact center DJP semakin besar sebab menjadi garda terdepan dalam mendukung kemudahan wajib pajak untuk menggunakan layanan perpajakan secara mandiri. Layanan perpajakan secara mandiri ditujukan untuk memudahkan wajib pajak. Dengan layanan ini wajib pajak yang melaporkan kewajiban perpajakan tanpa perlu secara fisik mengunjungi kantor pajak.

Di Tahun 2020 setidaknya ada empat inisiatif pelayanan DJP yang serba elektronik. Pertama penambahan tujuh layanan web base. Kedua, empat layanan telepon dan nontelepon. Ketiga, penambahan pelayanan telepon sebagai bentuk perluasan layanan. Keempat, empat back-end office contact center. Hal ini sesuai dengan semangat 3C.

Masalah teknis nampaknya akan menjadi kendala tersendiri, selain masalah kapasitas kualitas jaringan yang belum merata diseluruh Indonesia juga menjadi faktor dalam menerapkan layanan secara digital. Untuk itu layanan mandiri yang disediakan setiap kantor pajak dan kantor penyuluhan pajak hendaknya menjadi solusi dalam hal ini.

Wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam menjapat jaringan internet apabila menggunakan ponsel dapat menggunakan fasilitas yang ada di kantor pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakannya. Sehingga apabila selama ini gangguan yang disebabkan oleh sistem dan jaringan dapat teratasi. Memang sistem yang mengalami gangguan dapat menghambat akses informasi administrasi perpajakan dan dapat juga menjadi penghambat dalam guna menggali potensi penerimaan pajak.

Tahun 2020 DJP akan diawali dengan melakukan perubahan sistem teknologi informasi ke dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core Tax). Perubahan sistem ini diharapkan dapat secepatnya diimplementasikan sehingga kapasitas sistem yang selama ini jadi kendala dapat teratasi.

 

Strategi Perluasan Basis Pajak

Strategi lain dalam peningkatan kepatuhan adalah pemanfaatan data pihak ketiga. Pemanfaatan data pihak ketiga bisa digunakan sebagai pemicu kantor pelayanan pajak untuk mengingatkan wajib pajak atau masyarakat apabila ada transaksi dengan nilai yang besar. Pemanfaatan data pihak ketiga akan dilakukan melalui tata kelola yang akuntabel, sehingga data yang diberikan ke kantor pelayanan pajak dapat dipertanggungjawabkan sumber dan nilainya, dan wajib pajak yang mendapat surat dari kantor pajak dapat memperbaiki datanya menggunakan data tersebut.

Penambahan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya yang mnerupakan reorientasi KPP Pratama, dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengawasan atas wajib pajak kelas menengah khususnya di kota-kota besar yang menjadi pusat ekonomi regional. Dengan penambahan KPP Madya tersebut maka fokus KPP Pratama akan diarahkan pada peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar. Peningkatan jumah wajib pajak diharapkan dapat meningkatkan basis pajak, sehingga rasio pajak juga akan meningkat.

Melihat semua hal di atas, maka kepatuhan di tahun 2020 diharapkan dapat meningkat dan setiap kantor pajak dapat memanfaatkan data yang diterima untuk meningkatkan kepatuhan formal dan material wajib pajak. Dan bagi wajib pajak, memanfaatkan pelayanan secara daring akan mempermudah dalam membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.