Dana Kapitasi untuk PNS Dipotong Pajak

Oleh: Andi Zulfikar, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dalam rangka memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, khususnya dalam hal kesehatan, pemerintah membuat sistem jaminan sosial. Sistem ini dibuat berdasarkan, salah satunya, prinsip kegotongroyongan, sehingga pembayaran iuran yang ada akan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Tiga asas dalam sistem ini adalah kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Iuran yang dipergunakan dalam sistem jaminan sosial ini berasal dari sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan pemerintah. Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khusus bagi orang miskin dan orang tidak mampu mendapatkan perlakuan khusus oleh pemerintah. Pemerintah membayarkan iuran yang diperuntukkan bagi orang miskin dan orang tidak mampu yang menjadi peserta program jaminan sosial. Mereka disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Pemerintah mendaftarkan PBI dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Kemudian, pemerintah membayar dan menyetor iuran untuk PBI kepada BPJS. Iuran tersebut berasal dari alokasi anggaran kesehatan di APBN dan APBD.
Seperti diketahui, sesuai amanat undang-undang, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam APBN dan APBD khusus untuk bidang kesehatan. Alokasi anggaran tersebut sebesar 5% dari belanja APBN dan 10% dari belanja APBD yang salah satunya dipergunakan untuk pembayaran iuran PBI. Khusus untuk alokasi pada APBN 2020, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp48,8 triliun untuk PBI melalui JKN sebesar 96,8 juta jiwa.
PPh Pasal 21 Final atau Non Final?
Seperti telah dinyatakan sebelumnya, dana kapitasi berasal dari APBN dan APBD. Dalam pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dijelaskan bahwa atas penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong PPh Pasal 21 dan bersifat final. Namun permasalahannya adalah walaupun dana kapitasi berasal dari APBN dan APBD, namun dana tersebut sesungguhnya telah masuk ke kas BPJS.
Pengertian dana kapitasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar di muka kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
Dalam Pasal 3 ayat (1) peraturan tersebut disebutkan bahwa Dana Kapitasi yang diterima oleh FTKP dari BPJS dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Dalam pasal tersebut disebutkan pula bahwa alokasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% (enam puluh persen) dari penerimaan Dana Kapitasi, sedangkan selisihnya digunakan untuk alokasi pembayaran dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.
Dalam pasal 4 disebutkan bahwa alokasi Dana Kapitasi untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dimaksud dimanfaatkan untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan bagi tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan yang melakukan pelayanan pada FTKP salah satunya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dengan demikian, Dana Kapitasi yang diterima oleh FTKP sesungguhnya berasal dari BPJS. Hal ini diperkuat dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Program Jaminan Sosial yang Diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial yang disediakan untuk membiayai operasional penyelenggaraan program jaminan sosial adalah penghasilan bagi BPJS.
Dengan demikian, menurut penulis, segala hal yang berkaitan dengan PPh Pasal 21 yang diperoleh oleh PNS di FTKP adalah penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Non Final bukan PPh Final.
Kesimpulan
Salah satu tujuan dibuatnya sistem jaminan sosial oleh pemerintah adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karenanya, penggunaan dana APBN dan APBD merupakan upaya untuk mewujudkan hal tersebut sebagai bentuk kegotongroyongan. Sekaligus sebagai bukti bahwa penerimaan negara yang berasal dari pajak dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Withholding tax system adalah suatu upaya agar penerimaan negara dari sektor pajak dapat diperoleh secara lebih maksimal. Oleh karenanya, perlu agar pemotongan tersebut dilaksanakan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan adanya penerimaan pajak yang lebih maksimal, maka manfaat yang diperoleh kepada masyarakat akan lebih besar.
Tulisan ini berdasarkan pengetahuan penulis semata, tujuannya untuk membuka ruang diskusi agar pengetahuan perpajakan bukan hanya untuk fiskus, namun juga untuk mereka yang peduli masalah perpajakan. Oleh karenanya, penulis berharap ada tanggapan bila tulisan ini mengandung sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan, khususnya peraturan perpajakan.
Salam!
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 3133 views