Oleh: Wahyu Eka Nurisdiyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Perlahan tapi pasti, beberapa tahun ke depan kita akan sama-sama menghadapi era revolusi digital yang semakin mencapai puncaknya. Pada 2030, revolusi digital diperkirakan akan semakin kompleks terjadi di berbagai lini kehidupan.

Salah satu yang paling terasa adalah dalam bidang ekonomi. Revolusi digital yang semakin kompleks akan mengubah cara dan fundamental bisnis (usaha), hal ini ditandai dengan adanya pemanfaatan teknologi yang sangat dominan.

Bagi dunia bisnis (usaha), revolusi digital akan menerobos jalur pemasaran tradisional dengan memanfaatkan koneksi dunia yang luas dan semakin tak terbatas. Di satu sisi, ruang ekspansi dan efisiensi semakin terbuka lebar bagi para pelaku usaha. Sedangkan di sisi lain, globalisasi digital menciptakan kondisi yang cukup rumit bagi beberapa pihak, salah satunya bagi instansi pemerintah penghimpun penerimaan negara di sektor pajak, yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

 

Berkompetensi dan Berdedikasi

Era revolusi digital, utamanya dalam lingkup ekonomi digital memang akan memberikan banyak sekali tantangan bagi DJP. Ketika otoritas pajak tidak mampu mengikuti perkembangan tren digital, negara tentu akan dirugikan oleh risiko kebocoran penerimaan yang semakin besar.

Ini menjadi tantangan serius bagi regulator, mengingat regulasi perpajakan yang berlaku saat ini belum disusun dengan mempertimbangkan efek revolusi digital. Alhasil, produk hukum perpajakan lawas akan dengan sangat mudah diakali oleh wajib pajak yang suka menyalahgunakan teknologi dan regulasi.

Dalam menghadapi satu dekade mendatang, salah satu hal penting yang masih harus disoroti oleh DJP adalah terkait pengelolaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berdedikasi tinggi (berpegang teguh pada integritas dan profesionalisme) memang dapat dikatakan sebagai kunci utama di tengah upaya reformasi berbagai bidang yang terus dilakukan oleh DJP, mulai dari perbaikan regulasi perpajakan, pelayanan dan pengawasan terhadap wajib pajak, hingga inovasi teknologi informasi perpajakan.

SDM yang berkompetensi tinggi tidaklah cukup untuk menghadapi era revolusi digital yang kian kompleks dalam satu dekade ke depan. Dibutuhkan SDM yang memiliki dedikasi tinggi untuk dapat bertahan menghadapi dinamika yang terjadi.

SDM berkompetensi tinggi boleh saja memiliki keterampilan yang hebat, mahir (ahli) dalam penguasaan teknologi, bergerak cepat (dinamis), serta kreatif dan inovatif. Akan tetapi, tidak semua dari mereka yang berkompetensi tinggi memiliki kadar kualitas pengabdian (bakti) terhadap instansi.

Maka dari itu, SDM yang berdedikasi tinggi menjadi sangat diperlukan dalam menghadapi liku-liku era revolusi digital. Mereka yang berdedikasi tinggi sudah dapat dipastikan bahwa selain memiliki kompetensi tinggi juga memiliki standar kinerja yang berpegang teguh pada integritas dan profesionalisme.

Perlu diketahui, bahwa SDM berkompetensi tinggi masih memiliki kemungkinan relatif besar tergiur terhadap berbagai godaan (kecurangan) yang dapat menimbulkan kerugian materi. Berbeda halnya dengan SDM berdedikasi tinggi, mereka akan tahan banting terhadap berbagai godaan sehingga enggan untuk melakukan fraud (kecurangan) yang berdampak merugikan bagi banyak pihak. Sebab, mereka memiliki kadar kualitas pengabdian (bakti) yang tinggi pada instansi tempatnya bekerja. Mereka akan senantiasa menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sesuai standar kompetensi terbaik yang dimiliki dengan penuh profesionalitas dan integritas yang tidak terkompromikan.

 

Balanced Scorecard

Saat ini, DJP sendiri memiliki SDM (pegawai pajak) dengan rata-rata standar kompetensi yang mumpuni. Mereka diambil dari orang-orang terbaik di seluruh Indonesia, baik dari lulusan Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN maupun dari lulusan universitas bonafide lainnya. Selanjutnya mereka akan digodok dengan berbagai pelatihan, bahkan sebagian dari mereka diberikan beasiswa melanjutkan studi di luar negeri sampai S2 dan S3, serta ada juga yang dikirim ke luar negeri untuk mengetahui sistem kerja otoritas pajak negara-negara lain. Hal ini menunjukkan keseriusan DJP dalam memberdayakan para pegawainya sebagai aset yang sangat berharga.

Selain itu, sebagai wujud reformasi dalam bidang SDM, pengelolaan kinerja pegawai di lingkungan DJP telah menggunakan sistem manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2011 tentang Cetak Biru Manajemen Sumber Daya Manusia DJP Tahun 2011-2018.

Balanced Scorecard merupakan salah satu model sistem pengukuran kinerja dengan menekankan pada keseimbangan yang diturunkan dari visi, misi, dan tujuan-tujuan strategis dalam kemasan empat perspektif, yaitu perspektif financial, customer, internal business process, serta learning and growth.

Beberapa kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang masih melibatkan segelintir fiskus atau pegawai pajak meninggalkan noda dalam reformasi perpajakan. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi DJP untuk tidak henti-hentinya melakukan reformasi dari segi SDM yang dimiliki agar kejadian-kejadian serupa tidak terulang kembali.

Penerapan Balanced Scorecard itu dengan menekankan pada pendekatan Human Resources Scorecard. Human Resources Scorecard merupakan turunan dari Balanced Scorecard dengan pendekatan Human Resources Department.

Human Resources Scorecard menjadi suatu metode baru pengukuran kinerja SDM dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Model pengukuran ini sangat bermanfaat bagi manajer SDM dalam memahami perbedaan antara Human Resources Doables (kinerja SDM yang tidak mempengaruhi implementasi strategi instansi) dengan Human Resources Deliverable (kinerja SDM yang mempengaruhi implementasi strategi instansi).

 

Era Emas

DJP harus mampu mewujudkan era EMAS (Excellent, Mature, Authoritative, and able to Survive) pada 2030, seiring perkembangan ekonomi nasional pada saat Indonesia digadang-gadang akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar peringkat ke-10 bahkan ke-5 di dunia.

Untuk menghadapi tahun 2030 dan mewujudkan era EMAS (Excellent, Mature, Authoritative, and able to Survive), DJP masih harus terus melakukan penguatan dari berbagai sisi, terutama dari sisi SDM, sebagai salah satu aset yang sangat berharga.

SDM memang bukan suatu urusan yang bisa dipinggirkan. SDM adalah inti, di dalam SDM ada kompetensi, integritas, profesionalitas, motivasi, juga ada musuh kita yaitu dishonesty atau ketidakjujuran. SDM yang berdedikasi tinggi (berpegang teguh pada integritas dan profesionalisme) tetap menjadi kunci utama dalam menjalankan reformasi di bidang perpajakan secara baik dan dinamis.

Oleh karena itu, DJP yang telah menerapkan sistem manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard dalam pengelolaan SDM yang dimilikinya, diharapkan dapat mengembangkan sistem tersebut dengan menekankan pada pendekatan Human Resources Scorecard.

Human Resources Scorecard akan menjadi instrumen yang mengukur dan menilai SDM mana saja yang memiliki kontribusi sehingga perlu dipertahankan, serta mana saja SDM yang tidak berkontribusi dan merugikan bagi instansi sehingga perlu ditindak.

Dengan adanya pengimplementasian Human Resources Scorecard yang merupakan turunan dari sistem manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard, maka akan dimulai era EMAS DJP dengan terwujudnya kinerja pegawai pajak yang semakin luar biasa (matang) dijiwai ruh integritas dan profesionalisme yang kokoh, serta instansi yang kian berwibawa (bercitra gemilang) dan mampu bertahan di tengah berbagai gejolak besar perekonomian global.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.