Oleh: Joko Setiyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

“Tanah Papua tanah yang indah, surga kecil jatuh ke bumi”. Demikian bunyi penggalan lirik sebuah lagu yang sangat terkenal di daerah Papua. Keindahan alam Papua sangat menakjubkan. Tidak hanya pemandangan alamnya, namun pegunungan, lautan, danau, pantai, maupun hasil budayanya pun sangat mengagumkan.

Selain Raja Ampat dan Danau Sentani yang sudah terkenal, masih banyak keindahan alam Papua yang belum terekspos oleh masyarakat luas. Misalnya Pantai Bosnik di Kabupaten Biak, Lembah Baliem di sekitar Pegunungan Jayawijaya, Pegunungan Arfak, Air Terjun Kiti-Kiti di Kabupaten Fakfak, serta tempat-tempat lainnya.

Hasil kerajinan dan kuliner khas Papua juga tidak kalah menariknya untuk dinikmati oleh masyarakat. Sehingga tidak salah memang keindahan alam Papua bisa diibaratkan surga kecil yang jatuh ke bumi.

Kekayaan alam Papua tidak hanya dapat dinikmati dan dimanfaatkan dari sektor pariwisata saja. Dari sektor ekonomi lainnya yaitu potensi hasil bumi baik dari pertambangan, kehutanan, pertanian, perkebunan, maupun baharinya sangat berlimpah.

Kekayaan alam Papua seharusnya membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi warga Papua pada khususnya, dan bagi bangsa Indonesia secara umum. Hal ini bisa terwujud jika pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada dilakukan dengan sinergi yang baik dan berkeadilan antara tiga pihak, yaitu warga setempat, investor atau pengusaha, dan pemerintah.

Warga setempat yang notabene sebagai pemilik secara adat atas tanah atau sumber daya alam yang akan dieksploitasi dan dimanfaatkan sudah selayaknya mendapatkan imbalan dan manfaat dari eksploitasi sumber daya alam yang selama ini dikuasai. Namun demikian, karena keterbatasan pengetahuan dan modal dari warga setempat untuk melakukan eksploitasi secara mandiri, maka dibutuhkan kehadiran pengusaha atau investor yang memiliki keahlian dan modal untuk mengeksploitasi potensi sumber daya alam yang ada secara maksimal.

Sebagai contoh terdapat kandungan tambang emas di suatu daerah. Tidak mungkin warga setempat dapat melakukan eksploitasi secara maksimal sehingga harus ditawarkan kepada investor agar lahan tersebut dapat dikelola dengan maksimal.

Sebagai pemilik lahan, warga diberikan kompensasi berupa ganti untung atas lahan tersebut atau dijadikan karyawan pada perusahaan pertambangan yang mengeksploitasi sehingga warga sekitar akan terus menikmati hasil pertambangan tersebut. Hal ini tidak hanya menguntungkan dari sisi ekonomi, namun juga berdampak pada ruang sosial yang ada yaitu terbentuknya masyarakat yang mempunyai kegiatan yang positif.

 

Sangat Menjanjikan

Potensi kekayaan alam yang melimpah di Papua, secara bisnis sangat menjanjikan bagi investor karena potensi keuntungan yang sangat besar juga. Namun demikian, untuk dapat memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada, diperlukan adanya jaminan keamanan dari pemerintah. Hal ini terkait masih adanya gangguan keamanan dari kelompok masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Adanya jaminan keamanan akan membuat para calon investor yakin dan tidak ragu untuk melakukan investasi dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Papua.

Selain jaminan keamanan, hal lain yang tidak kalah penting bagi pengusaha yang akan melakukan investasi adalah adanya infrastruktur atau sarana dan prasarana yang memadai antara lain jalan, jembatan, pelabuhan/dermaga, bandar udara dan sebagainya. Hal ini mengingat luas wilayah dan letak geografis daerah Papua yang terdiri dari pegunungan dan juga lautan. Sehingga dibutuhkan sarana dan prasana tersebut untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah yang lain, serta untuk menjual hasil eksploitasi sumber daya alam tersebut ke wilayah lain bahkan ke negara lain.

Tugas pemerintah selanjutnya yaitu sebagai regulator atau pengatur kebijakan. Baik kebijakan teknis pengelolaan sumber daya alam maupun kebijakan tentang sistem bagi hasil yang berkeadilan antara warga selaku pemilik lahan, pemerintah, dan investor/pengusaha. Dengan adanya regulasi tersebut, kegiatan eksploitasi sumber daya alam tidak merusak lingkungan, tidak merugikan warga setempat, serta pemerintah mendapatkan manfaat dari hasil konsesi maupun dari pajak.
 

Ketiga hal tersebut, yaitu jaminan keamanan, ketersediaan infrastruktur, dan regulasi yang adil merupakan kewenangan yang harus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini menjadi kewajiban dan andil pemerintah dalam memberikan stimulus bagi swasta /investor untuk melakukan investasi ke daerah-daerah yang masih berkembang.

 

Kucuran Dana

Menyadari pentingnya sarana dan prasarana tersebut, pemerintah setiap tahun meningkatkan kucuran dana ke Pemerintah Daerah Papua untuk melakukan pembangunan infrastuktur melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun melalui Dana Otonomi Khusus (Otsus). Pada 2019 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Provinsi Papua sebesar Rp15,145 triliun sedangkan dari Dana Otsus sebesar Rp8,36 triliun.

Dengan pembangunan infrastruktur dari dana APBD tersebut diharapkan kesejahteraan dan kemakmuran warga Papua meningkat, baik melalui manfaat langsung dengan adanya pembangunan infrastruktur tersebut maupun manfaat tidak langsung. Manfaat tidak langsung tersebut adalah adanya kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai dampak dari adanya infrastuktur yang dibangun.

Sebagai contoh dengan adanya pembangunan jalan dan jembatan Youtefa (Holtekamp) menjadi jalan masuk kendaraan untuk mengambil hasil perkebunan, pertanian, maupun perikanan dari daerah Koya untuk dijual ke Kota Jayapura, maupun daerah lain, sehingga hasil dari sumber daya alam yang ada di daerah Koya dapat terjual lebih cepat.  

Sebagai imbal balik secara fiskal yang diterima pemerintah dari pembangunan tersebut adalah adanya pendapatan pajak, baik pajak daerah maupun pajak pusat. Pajak daerah antara lain pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak kendaraan, Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Perdesaan, dan pajak lainnya. Sedangkan pajak pusat yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Bumi dan Bangunan Pertambangan, Perkebunan dan Perhutanan (PBB P3).

Untuk mengelola administrasi pajak pusat, Provinsi Papua yang terdiri dari 29 Kabupaten dan Kota, terbagi dalam 4 Kantor Pelayanan Pajak Pratama, yaitu :


1.    KPP Pratama Jayapura, meliputi wilayah :     

-    Kota Jayapura
-    Kab. Jayapura
-    Kab. Keerom
-    Kab. Sarmi
-    Kab. Jayawijaya
-    Kab. Tolikara
-    Kab. Yakuhimo
-    Kab. Pegunungan Bintang
-    Kab. Puncak Jaya
-    Kab. Puncak
-    Kab. Memberamo Raya
-    Kab. Memberamo Tengah
-    Kab. Yalimo
-    Kab. Lanny Jaya
-    Kab. Nduga


2.    KPP Pratama Timika, meliputi wilayah :     
-    Kab. Mimika
-    Kab. Paniai
-    Kab. Intan Jaya
-    Kab. Deiyai


3.    KPP Pratama Biak, meliputi wilayah :
-    Kab. Biak Numfor
-    Kab. Yapen
-    Kab. Nabire
-    Kab. Dogiyai
-    Kab. Waropen
-    Kab. Supiori


4.    KPP Pratama Merauke, meliputi wilayah :     
-    Kab. Merauke
-    Kab. Boven Digoel
-    Kab. Mappi
-    Kab. Asmat

Dari empat KPP Pratama tersebut, berdasarkan data dari Apportal Pajak, target tahun 2019 yang telah terealisasi mencapai 93,77 % dengan rincian sebagai berikut :
1.    KPP Pratama Jayapura (83,76%)
2.    KPP Pratama Timika (103,45%)
3.    KPP Pratama Biak (99,44%)
4.    KPP Pratama Merauke (82,92%)

Capaian secara keseluruhan sebesar 93,77% tersebut jauh diatas capaian nasional sebesar 79,05%. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur yang tergolong besar dan mewah tersebut, berbanding lurus dengan penerimaan pajak pusat untuk Provinsi Papua.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerintah harus menciptakan kondisi keamanan yang kondusif, infrastruktur yang memadai, serta membuat regulasi yang berkeadilan agar sumber daya alam yang melimpah di Provinsi Papua dapat dikelola secara baik oleh investor/pengusaha sehingga memberikan manfaat dan keuntungan bagi warga Papua khususnya dan juga pemerintah secara umum melalui pajak yang dibayar oleh para pengusaha.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.