Oleh: Sinta Agustin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

“Kenapa sih harus repot-repot lapor SPT, toh kan saya sudah dipotong to, Mbak. Pusing saya tuh,” ujar salah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) disela pemberian pelayanan publik pada salah satu Kementerian.

Sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak, seringkali pertanyaan tersebut terlontar kepada saya saat hendak mengurus administrasi untuk kepentingan pribadi. Tentunya fungsi memberikan edukasi perpajakan tak sebatas menggugurkan kewajiban di kantor saja. Sayangnya, terkadang wajib pajak yang berstatus sebagai ASN malah mencari pembenaran atas kelalaian melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Padahal semestinya sebagai penggawa negara, tidak hanya pegawai DJP, memiliki kesadaran yang lebih untuk mendukung aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 sistem perpajakan Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment.

Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi daring yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Pasal 2 ayat (1) Undang Undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau   tempat kedudukan wajib  pajak   dan kepadanya diberikan  Nomor  Pokok Wajib Pajak.  Tak terkecuali bagi ASN yang sumber penghasilannya berasal dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP telah nyata dijelaskan bahwa setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.

Isu “malas melaporkan SPT” sebenarnya bukanlah hal yang baru. Masih banyak yang beranggapan bahwa kewajiban perpajakan sudah tertunai dengan membayar pajak saja, toh yang terpenting nominal pembayaran pajak sudah masuk ke Kas Negara. Tidak dapat dimungkiri pemikiran seperti ini malah cenderung tertanam pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan, baik swasta maupun pemerintah. Mereka menganggap bahwa cukuplah pendapatan itu dipotong setiap bulannya oleh pajak, tidak perlu menyita waktu lagi untuk melakukan kewajiban pelaporan SPT setiap tahunnya.

DJP senantiasa meningkatkan pelayanan untuk memberikan kemudahan baik dalam pembayaran maupun pelaporan kewajiban perpajakan wajib pajak. Inovasi demi inovasi dikembangkan agar semakin banyak masyarakat yang mendukung kegiatan perpajakan di Indonesia. Dalam era perkembangan digital dan teknologi, DJP pun merilis berbagai macam aplikasi daring, mulai dari pendaftaran NPWP, pembuatan kode billing untuk pembayaran pajak, sampai dengan pelaporan SPT yang terintegrasi. Semua hal tersebut sejatinya dilakukan untuk memudahkan wajib pajak dalam mendapatkan akses informasi perpajakan serta menunaikan kewajiban perpajakan dengan baik.

 

Dukungan

Dukungan dari pelbagai pihak akan kemudahan aplikasi daring DJP yang dapat diakses dimana saja semakin bermunculan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Aparatur Sipil Negara/Anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia Melalui e­-Filing. Kegiatan deklarasi patuh pajak oleh Kepala Daerah rutin digelar tiap tahunnya hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang bermuara pada satu tujuan, memberikan edukasi akan kewajiban perpajakan bagi seluruh wajib pajak, khususnya bagi ASN.

Dalam Surat Edaran MenPAN-RB Nomor 8 Tahun 2015 secara jelas dinyatakan bahwa ASN/TNI/Polri  wajib  menaati  dan  mematuhi  segala  Ketentuan  Peraturan Perundang­undangan  Perpajakan  yang  berlaku,  yaitu  memiliki  NPWP,membayar pajak, mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan benar, lengkap, jelas dan tepat waktu.

Lebih lanjut juga dinyatakan bahwa setiap ASN/TNI/Polri, Bendahara Pemerintah, dan Pejabat yang tidak mentaati peraturan perundang­-undangan perpajakan dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan perundangan-­undangan yang berlaku. Tetapi pada kenyataannya, masih terdapat oknum ASN yang menganggap bahwa kegiatan melaporkan SPT Tahunan tidak penting serta hanya membuang waktu.

Sebenarnya berbagai kemudahan telah ditawarkan oleh DJP, salah satunya melalui pengisian e-Filing SPT Tahunan secara daring yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Bahkan kini wajib pajak dapat mengakses laman DJPonline dan melaporkan SPT Tahunannya melalui perangkat ponsel pintar. Namun demikian, masih banyak yang enggan untuk sekedar mencari informasi akan kemudahan pelaporan SPT Tahunan secara daring dengan berbagai alasan, mulai dari aplikasi yang terlalu rumit sampai dengan tidak tersedianya akses internet.

Salah satu alasan utama penekanan kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh bagi ASN adalah sebagai pemonitoran terhadap kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh bendahara. Selain itu SPT Tahunan PPh dapat digunakan sebagai rekam jejak aspek perpajakan pegawai yang bersangkutan. Daftar harta yang wajib dilampirkan pada setiap pelaporan SPT Tahunan menjadi alat pengawasan bagi pencegahan tindak pidana korupsi. Sangat disayangkan tujuan mulia yang diharapkan dengan mudahnya terabaikan hanya karena enggan menerima pandangan baru.

 

 

Relawan Pajak

Sejak tahun 2018, DJP mulai menggiatkan program Relawan Pajak yang ditujukan kepada mahasiswa di Indonesia. Kegiatan Relawan Pajak utamanya untuk mendukung Inklusi Kesadaran Pajak pada setiap jenjang pendidikan.

Inklusi kesadaran pajak tak serta merta menjadi tanggung jawab negara. Lingkungan sehari-hari menjadi sumber pembelajaran utama bagi pemikiran dan tumbuh kembang seorang anak. Pengaruh orang tua akan persepsi anak terhadap sesuatu merupakan hal yang niscaya. Bayangkan, jika orang tua enggan mengajarkan peran pajak bagi pembangunan Indonesia, tak dapat dimungkiri pemikiran anak akan resistensi terhadap pentingnya peran pajak.

Untuk itu, ada baiknya inklusi kesadaran pajak juga diterapkan tidak hanya bagi institusi pendidikan, tetapi dalam institusi pemerintahan lainnya agar edukasi aspek perpajakan dapat ditularkan secara positif bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali ASN.

Konkretnya dalam hal kaitannya dengan edukasi terhadap ASN itu, unit vertikal DJP dapat melakukan kerja sama dengan Relawan Pajak. Kegiatan ini sebelumnya terbukti mampu meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan DJP kepada masyarakat sekitar. Ini untuk menjawab pertanyaan, “Perlukah Relawan Pajak ada di setiap institusi pemerintahan?”

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.