Oleh: Ahmad Dahlan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Ruang auditorium yang terletak di lantai 2 Gedung Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta itu sudah ramai pada Kamis pagi itu (12/12). Para tamu undangan yang sebagian besarnya merupakan wajib pajak sudah mulai menempati kursi yang disediakan panitia. Dua ratus kursi yang tersedia hanya menyisakan satu dua kursi saja yang kosong.

Pada deretan kursi depan, tampak Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Budi Susanto dan beberapa pejabat eselon tiga Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Terlihat pula Executive Director Indonesian Petroleum Association Marjolijn Wajong. Beberapa pejabat dari SKK Migas dan BPKP juga hadir sebagai tamu undangan selain tamu lainnya yang berasal dari konsultan perpajakan seperti Darussalam yang merupakan Managing Partner DDTC Consulting.

Hari itu, KPP Minyak dan Gas Bumi menggelar pagelaran ketoprak bertajuk “Alengka Mbangun Projo”. Para pemain dalam pertunjukkan yang digagas Imanul Hakim selaku kepala kantor adalah para pegawai KPP Migas. Di samping itu, melibatkan pula pemain tamu yang berasal dari wajib pajak dan SKK Migas selaku mitra kerja dalam tugas sehari hari. Bahkan dua dari delapan pemain tamu itu adalah ekspatriat, yakni Michael Etohoko, berkewarganegaraan Kanada kelahiran Nigeria dan Giacomo Broli dari Italia.

Pertunjukan yang oleh dalang disebut sebagai ketoprak mbeling (ceritanya tidak sesuai pakem) itu, menceritakan kerajaan Alengka sedang mengalami banyak persoalan: krisis keuangan, tanggul jebol, ancaman serangan pasukan Rahwana, dan lain-lain. Atas saran Prabu Hakim, petapa yang telah menyelesaikan kitab kebajikan berjudul “Cooperative Compliance”,  Raja Rama selaku pemimpin kerajaan mengundang para bangsawan kaya di kerajaannya ke istana, dan meminta kerja sama mereka mengatasi persoalan kerajaan. Para bangsawan dengan sukarela bersedia membantu kerajaan dengan memberikan sebagian harta dan kekayaannya.

Sang raja kemudian menyampaikan terima kasih kepada para bangsawan, lalu berkata, “Kiranya inilah hasil dari kerja sama dalam cooperative compliance itu. Para bangsawan kerajaan bersedia membantu kerajaan tidak dengan terpaksa, tapi dengan sukarela, dengan senang hati, bahkan dengan penuh kebanggaan.”

Di pengujung cerita, Betara Guru yang diperankan oleh Busan (panggilan akrab Budi Susanto), menyampaikan wejangan, “Ketahuilah wahai engkau raja, para bangsawan, dan seluruh penduduk kerajaan Alengka, bahwa kebaikan apa yang telah kalian lakukan, harta apa yang telah kalian ikhlaskan dan korbankan, dan kerja sama apa yang telah kalian jalin selama ini, adalah sebenar-benarnya kunci keberhasilan kalian dalam melawan Rahwana dan angkara murkanya.” Lalu sang Betara menutupnya dengan doa agar seluruh wajib pajak diberikan kelancaran dalam mengumpulkan penghasilan.

Pertunjukan ketoprak yang ide cerita dan skripnya ditulis oleh pejabat fungsional  KPP Migas Ardy Lukito ini merupakan bagian kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (Focus Group Discussion). Sementara diskusi ini sendiri merupakan bagian dari program Cooperative Compliance yang tengah dijalankan oleh kantor pelayanan pajak yang khusus menangani wajib pajak industri hulu migas dan perusahaan penunjangnya itu.

Dalam sambutannya, Imanul menyampaikan, di DJP ada peta strategi yang selalu menjadi rujukan agar mencapai penerimaan pajak yang optimal. Penerimaan pajak yang optimal berasal dari tingkat kepatuhan yang tinggi. Bagaimana mencapainya terkait  masalah pelayanan, pengawasan, penegakan hukum, dan sebagainya.

Masih menurut pria berpembawaan mudah tertawa ini, sebenarnya ada satu nilai yang harus dicapai, yakni kepercayaan. Jadi menurutnya, apa pun yang dilakukan oleh DJP, baik penegakan hukumnya, pelayanannya, itu menimbulkan kepercayaan atau tidak dari wajib pajak. “Tanpa percaya, penerimaan pajak yang optimal itu sulit,” tambahnya.

Dari kenyataan itu, Imanul bersama jajarannya mencoba mendefinisikan kepercayaan yang mau dibangun. Yang pertama, menurutnya, wajib pajak percaya bahwa sistem pengawasan DJP mampu mendeteksi ketidakpatuhan wajib pajak. Sehingga kalau salah, baik sekarang atau pun nanti pasti ketahuan. Jadi kantor pajak mencoba membangun sistem pengawasan yang mempu mendeteksi hal ini. 

 “Dan yang lebih penting adalah kepercayaan yang kedua,” lanjutnya, “yakni wajib pajak percaya jika cooperative dengan KPP atau DJP, maka wajib pajak akan mendapat efisiensi pajak (zero penalty).” 

Dari mekanisme itu, menurutnya, muncul pendekatan baru namanya Cooperative Compliance Program, yaitu suatu kegiatan bersama antara wajib pajak dengan KPP Migas yang didasari oleh rasa saling percaya serta prinsip keterbukaan dari kedua belah pihak untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan secara efektif dan efisien dengan mengurangi ketidakpastian tentang jumlah dan saat pajak terutang.

Salah satu kegiatan dari program yang mulai diluncurkan pada April 2017 itu adalah diskusi kelompok terpumpun secara rutin. Lebih lanjut, Imanul menjelaskan, meski namanya diskusi kelompok terpumpun, tetapi sebenarnya hanya ingin bertemu dengan wajib pajak, para personel kunci, atau para pemangku kepentingan dari industri minyak.

“Kita semua pasti merasakan bagaimana sulitnya membangun kepercayaan, tapi jarang ketemu. FGD ini banyak bentuknya, termasuk acara hari ini. Intinya ingin ketemu dengan wajib pajak,” tambahnya.

Apa yang dilakukan oleh teman-teman di KPP Migas di bawah pimpinan Imanul Hakim, senada dengan slippery slope model yang dikembangkan oleh Erich Kirchler. Pria kelahiran 4 November 1954 ini adalah seorang psikolog Italia-Austria dan Profesor Psikologi Ekonomi di Universitas Wina.

Penelitiannya meliputi bidang pekerjaan, psikologi organisasi, konsumen, dan ekonomi, khususnya psikologi pajak dan manajemen uang dalam rumah tangga. Dia terkenal karena penelitiannya tentang perilaku pajak dan moral pajak dengan model slippery slope yang telah diadopsi oleh sejumlah administrasi perpajakan.

Teori ini menyatakan bahwa variabel-variabel psikologi-sosial dan deterrence berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak. Variabel psikologi-sosial cenderung mempengaruhi kepatuhan pajak sukarela (voluntary tax compliance) sedangkan variabel deterrence cenderung mempengaruhi kepatuhan pajak berdasar ketakutan akan konsekuensi negatif (kepatuhan pajak yang dipaksakan/enforced tax compliance).

Salah satu ciri masyarakat modern adalah mempunyai tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi pada regulasi pajak. Kebijakan untuk meningkatkan kepatuhan pajak sukarela tergantung pada tingkat kepercayaan masyarakat pada otoritas pajak (trust in authorities).

Menurut teori yang dikembangkan pada 2008 ini, kebijakan seperti pemeriksaan dan denda pajak cenderung akan meningkatkan persepsi terhadap kekuatan otoritas pajak (power of authorities) yang akan mempengaruhi kepatuhan pajak yang dipaksakan. Berdasar teori slippery slope ini maka kebijakan peningkatan kepercayaan masyarakat pada otoritas pajak harus diutamakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak sukarela. 

Namun demikian, kebijakan pengawasan dan penegakan hukum seperti pemeriksaan dan pemberian sanksi yang adil, dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap kepatuhan pajak sukarela. Pemeriksaan dan pemberian sanksi yang dilakukan dengan prosedur yang adil akan dapat meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap DJP. Selanjutnya kepercayaan terhadap DJP akan dapat meningkatkan kepatuhan pajak sukarela para wajib pajak.

Semoga dengan kegiatan diskusi  kelompok terpumpun yang tak lazim ini, KPP Migas dapat memperoleh hasil yang baik. Hasil dalam jangka pendeknya seperti penerimaan yang bertambah signifikan di pengujung 2019. Sedangkan dalam jangka panjangnya adalah kepercayaan wajib pajak yang meningkat, kepatuhan sukarela yang tinggi, dan penerimaan pajak yang optimal di tahun-tahun mendatang.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.