Bendahara Pintar, Tagihan Lancar, Pajak Terbayar

Dalam Undang –Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 21 menyebutkan bahwa salah satu subyek pajak yang wajib melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah Bendahara Pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf b Undang – Undang Pajak Penghasilan menyatakan, yang dimaksud Bendahara Pemerintah termasuk Bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Termasuk dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
Sementara itu sesuai Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
Kewajiban Bendahara Pemerintah selain memotong pajak penghasilan, adalah sebagai beikut:
1. Mendaftarkan Diri/ Update Data
Setiap Bendahara Pemerintah wajib mendaftar diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas bendahara dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Tempat pendaftaran NPWP adalah di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat kedudukan unit kerja bendahara, dengan mengisi formulir pendaftaran disertai fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara dan Kartu Tanda Penduduk bendahara tersebut.
Jika terjadi perubahan data bendahara, seperti perubahan nama dan identitas pegawai yang ditunjuk sebagai bendahara, nama dan alamat satuan kerja, maka Bendahara Pemerintah harus memberitahukan perubahan data tersebut ke KPP tempat bendahara terdaftar.
2. Melakukan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak.
Setelah mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, Bendahara Pemerintah wajib melakukan pemotongan/pemungutan atas pajak :
a. Pajak Penghasilan Pasal 21 / Pasal 26, yaitu pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh orang pribadi, yaitu pegawai tetap, pegawai tidak tetap, bukan pegawai, peserta kegiatan, maupun orang asing sebagai subyek pajak luar negeri;
b. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang;
c. Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa atas penggunaan harta, royalti, hadiah/penghargaan, dan jasa selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21;
d. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan, pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, dan jasa konstruksi;
e. Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian barang atau jasa kena pajak;
f. Bea Meterai atas dokumen atau kuitansi.
3. Melakukan Penyetoran Pajak
Selanjutnya setelah melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak, kewajiban Bendahara Pemerintah adalah menyetorkan pajak tersebut ke kantor pos, bank devisa, dan tempat-tempat tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran pajak. Namun sebelum melakukan pembayaran, Bendahara Pemerintah harus membuat e-billing sebagai sarana untuk pembayaran pajak.
Agar tidak terlambat dan menghindari denda, maka Bendahara Pemerintah sebaiknya melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo waktu penyetoran/pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
a. PPh Pasal 21/26, batas waktu pembayaran tanggal 10 bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 22 yang pembayarannya secara langsung, jatuh tempo pembayarannya pada hari yang sama dengan pembayaran;
c. PPh Pasal 22 yang dipungut bendahara pengeluaran, jatuh tempo 7 hari setelah pembayaran;
d. PPh Pasal 4 ayat (2) jatuh tempo pembayaran tanggal 10 bulan berikutnya;
e. PPN atau PPnBM yang pembayarannya secara langsung, jatuh tempo pembayaran pada hari yang sama dengan pembayaran;
f. PPN atau PPnBM yang dipungut bendahara pengeluaran, jatuh tempo 7 hari setelah pembayaran;
g. PPh Pasal 23 jatuh pembayaran tanggal 10 bulan berikutnya;
h. Bea Meterai jatuh tempo pembayaran pada saat dokumen atau kuitansi dibuat.
4. Melaporkan SPT
Selanjutnya kewajiban bendahara setelah memungut dan membayar pajak adalah melaporkan pajak yang sudah dipungut/dipotong dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT), batas waktu pelaporan pajak yang dipungut/dipotong oleh Bendahara Pemerintah adalah sebagai berikut :
a. PPh Pasal 21/26, batas waktu pelaporannya adalah 20 hari bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 22 yang pembayarannya secara langsung, batas waktu pelaporannya adalah 14 hari bulan berikutnya;
c. PPh Pasal 22 yang dipungut bendahara pengeluaran, batas waktu pelaporannya adalah 14 hari bulan berikutnya;
d. PPh Pasal 4 ayat (2), batas waktu pelaporannya adalah 20 hari bulan berikutnya;
e. PPN atau PPnBM yang pembayarannya secara langsung, batas waktu pelaporannya adalah akhir bulan berikutnya;
f. PPN atau PPnBM yang dipungut bendahara pengeluaran, batas waktu pelaporannya adalah akhir bulan berikutnya;
g. PPh Pasal 23, batas waktu pelaporannya adalah 20 hari bulan berikutnya.
Dengan memahami kewajiban bendahara secara benar sebagaimana diuraikan di atas, maka akan mempercepat pembayaran tagihan, khususnya pada akhir tahun. Hal yang biasa terjadi pada pengadaan yang dilakukan oleh pengusaha/rekanan pemerintah adalah menunda penyelesaian pekerjaan sampai mendekati akhir tahun, sehingga tagihan yang masuk ke bendahara menumpuk di bulan November sampai Desember.
Hal tersebut sangat riskan karena batas waktu pembayaran untuk pengadaan yang dibiayai APBN/APBD adalah sampai akhir Desember tahun tersebut. Jika terdapat kesalahan/kekurangan dokumen, kemungkinan pembayaran atas kegiatan/pengadaan tersebut akan tertunda bahkan kemungkinan yang terjelek adalah tidak bisa dibayarkan karena sudah lewat waktu. Ini tidak hanya merugikan bagi pengusaha/rekanan pemerintah, tetapi juga negara karena pajak yang seharusnya dibayarkan/masuk ke kas negara tidak dapat dibayar. Dan yang lebih luas adalah kerugian yang dirasakan oleh masyarakat karena tidak dapat menikmati hasil pembangunan yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Oleh karena itu, sudah seharusnya bendahara pemerintah memahami hak dan kewajiban di bidang perpajakan dengan benar, sehingga kemungkinan adanya kesalahan atau keterlambatan mengajukan tagihan bisa dikurangi atau dihindari. Dan akhirnya tagihan dapat dibayar dengan lancar, pajaknya pun bisa dibayarkan.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 7481 views