Kisah di Balik Sehelai Batik Sadar Pajak

Oleh: Edmalia Rohmani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Ada yang mencuri perhatian peserta Forum Fasilitator Inklusi Kesadaran Pajak pada akhir Februari 2018 lalu di Yogyakarta. Sehelai kain batik bertema sadar pajak yang unik dan menjadi primadona, menyelipkan rasa tak sabar untuk menjadikannya seragam kebanggaan bagi para fasilitator inklusi. Di akhir acara forum itu pula, Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Yogyakarta, Sanityas Jukti Prawatyani, memperkenalkan sosok luar biasa di balik pembuatan karya batik ini.
Miftahudin Nur Ihsan, pemuda kelahiran Yogyakarta yang belum genap berusia 25 tahun ini memulai usaha dengan jenama Smart Batik Indonesia sejak Juli 2015. Ia memilih mengembangkan batik sebab merasa terpanggil untuk menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta. Karya yang diusungnya juga unik, yaitu kain batik tematik yang mengusung tema pendidikan, kesehatan, transportasi, ikon budaya, dan juga sains.
Cita-citanya untuk memiliki bisnis sebelum lulus mendorongnya membuat strategi tak biasa: sengaja menunda kelulusan kuliah selama setahun. Alih-alih lulus tepat waktu dari Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2015 lalu, ia malah fokus berkecimpung di dunia perbatikan dan menghabiskan waktu untuk mengikuti berbagai organisasi dan mengikuti kompetisi karya tulis ilmiah. Dari kompetisi karya ilmiah tersebut, ia melanglang buana hingga ke beberapa daerah di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, hingga ke mancanegara. Pengalaman berkompetisi melalui karya ilmiah itu lalu diterapkannya dalam dunia bisnis, terutama terkait pembuatan proposal usaha yang digunakan untuk mengikuti kompetisi dan mencari dana hibah.
Hasil ketekunannya berbuah kesuksesan. Sejumlah prestasi pun ditorehkan Smart Batik Indonesia, antara lain: Juara 1 Lomba Inovasi Teknologi Mahasiswa Bidang Industri Kreatif dan Kerajinan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DIY 2016, Juara 1 Lomba Inovasi Bisnis Pemuda Balai Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY 2016, Juara 2 Pemilihan Pemuda Pelopor Kota Yogyakarta 2016, Penghargaan Rising Star Dekranas Kota Yogyakarta Award 2016, Penghargaan UKM WoW Provinsi DIY 2016, Penerima Hibah Wirausaha Pemula Kementerian Koperasi UKM RI 2017, dan terakhir memperoleh Penghargaan "Youth Creative" dari UNESCO Jakarta dan Citi Indonesia di tahun 2018.
Kiprahnya di dunia wirausaha semakin diakui dan memberikan peran nyata hingga tergabung dalam Tim Monev Ekonomi Kreatif Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta 2018 dan Divisi Perencanaan dan IT Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Yogyakarta hingga tahun 2022.
Kesuksesan itu diakuinya bukan hasil kerja kerasnya semata-mata. Ia merasa sebagai salah satu penerima manfaat pajak sebab pernah kuliah dengan bantuan beasiswa Bidikmisi dari DIKTI, memperoleh jaminan kesehatan, menggunakan akses jalan, dan memperoleh fasilitas dari dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kota Yogyakarta. Semua hal ini muaranya pasti APBN dan sumber APBN terbesar adalah dari pajak.
Kesadaran pajak diakuinya sebagai pendorong utama untuk memiliki NPWP dan secara rutin menyetorkan pajak UMKM sebesar 1% dari omset per bulan sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada negara. Ia secara pribadi merasa sangat penting untuk ikut serta membayar pajak. Sebab ketika kuliah ia menerima beasiswa yang dananya bersumber dari pajak, maka ia ingin dapat berkontribusi lebih sebagai wujud terima kasih kepada negara.
Ia yakin, meskipun saat ini usahanya masih kecil, namun suatu saat akan makin berkembang dan dapat berkontribusi lebih besar dalam membayar pajak. Optimisme dan upaya positif dalam mengembangkan usahanya membawa pria yang akrab dipanggil Ihsan ini menjadi mitra UMKM Kanwil DJP Yogyakarta dan didapuk untuk berkolaborasi menciptakan batik bertema sadar pajak.
“Karena visi Smart Batik juga ingin berkontribusi lewat batik dan saya merasa perlu untuk mendukung sosialisasi kewajiban pajak, maka saya dan Bu Tyas (Sanityas Jukti P. –red.) berdiskusi tentang pembuatan batik bertema sadar pajak,” jelasnya.
Batik gaya klasik kontemporer ini dibuat dengan teknik cap ganda karya tangan di atas material katun sanforis dan berlukiskan logo “Sadar Pajak” berlatar kawung. Dalam wawancara terpisah, Sanityas mengisahkan bahwa awalnya ia memberikan ide latar bermotif truntum sebab secara filosofi lebih bagus, akan tetapi secara teknik pembuatan cap batik agak sulit dan hasilnya kurang rapi. Akhirnya pilihan jatuh kembali ke latar kawung.
Ihsan lalu menyesuaikan filsofinya. Latar kawung menggambarkan kebijaksanaan dan kearifan. Harapannya, seluruh masyarakat Indonesia mampu secara bijaksana dan arif menyisihkan sebagian pendapatan untuk kemajuan negara Indonesia melalui pajak. Empat bulatan kawung dengan titik pusat di tengah menunjukkan struktur semesta, di mana bentuk menyilang di tengah-tengahnya dapat dianggap sebagai penggambaran pusat energi alam semesta. Hal ini menunjukkan ketika seluruh masyarakat sadar dan mau membayar pajak, akan ada energi luar biasa yang dapat mewujudkan kemakmuran rakyat Indonesia.
Logo bermotif otak dengan tulisan “Pajak” adalah logo resmi dari Ditjen Pajak. Menurut laman www.edukasi.pajak.go.id, logo ini secara keseluruhan memberikan makna bahwa dengan semangat melayani dan memberikan arti kepada dunia pendidikan, DJP akan selalu berkontribusi dalam membangun masa depan bangsa melalui pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kesadaran pajak sebagai salah satu nilai budaya warga negara yang cinta tanah air dan bela negara.
Batik berwarna dominan biru dengan kombinasi putih ini memberikan kesan elegan dan dikemas dengan eksklusif. Tak lupa Ihsan menyertakan kartu nama dan selembar kertas berisi penjelasan makna motif dan corak batik yang dikreasikannya. Ini adalah salah satu strategi pemasaran dan menjaring pelanggan setia yang memiliki keinginan untuk mengetahui filosofi batik tersebut. Di era media daring saat ini, ia sedang mencoba pemasaran melalui akun facebook Smart Batik Indonesia dan instagram @smart_batik.
Ketika ditanyakan tentang harapannya terhadap Ditjen Pajak, ia mengharapkan agar Ditjen Pajak terus memberikan sosialisasi tentang pemanfaatan pajak bagi masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri berita terjadinya korupsi turut berdampak pada keengganan masyarakat membayar pajak. Ia juga berpesan agar petugas pajak lebih ramah dan sabar. Sistem pembayaran pajak daring juga perlu dievaluasi, sehingga dapat lebih mudah dilakukan terutama dengan sistem Billing DJP.
“Saya berharap agar Ditjen Pajak lebih sering menggandeng UMKM dan membantu publikasi UMKM mitranya agar tidak ada lagi kesan menakutkan terhadap Kantor Pelayanan Pajak,” demikian pungkasnya.
Rupanya, sehelai kain batik ini memang benar mencerminkan semangat optimisme dan kesadaran pajak sang pengkarya, sebagai wujud bakti dan cintanya pada negeri.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 410 views