Materai Tempel

Oleh: Nur Iksan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di pengadilan. Kewajiban Bea Meterai sendiri diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Undang-Undang tentang Bea Materai sendiri juga belum pernah mengalami perubahan berarti. Hanya mengalami perubahan tarif karena pergantian Peraturan Pemerintah dari PP Nomor 13 tahun 1985 menjadi PP 24 tahun 2000 yaitu untuk dokumen yang memuat nominal rupiah lebih dari Rp250.000,- s.d. Rp1.000.000,- terutang Bea Materai Rp3.000,- sedangkan untuk dokumen yang memuat nilai nominal lebih dari Rp1.000.000,- terutang Rp6.000,-.

Pertanyaan sekarang adalah bagaimana bisa Bea Materai mempersatukan lagi kepingan rupiah yang hilang ini? Pada Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dijelaskan mengenai apa saja obyek Bea Materai.

Termasuk Obyek Bea Materai di dalamnya adalah atas dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp1.000.000,- (yang menyebutkan penerimaan uang), dari kalimat tersebut mungkin akan muncul tanda tanya di benak kita apakah kuitansi, nota kontan, atau faktur penjualan yang biasa dibuat toko-toko disekitar kita apabila memuat jumlah nominal uang diatas Rp1.000.000,- itu, harus menyertakan materai tempel Rp6.000,- ?

Dalam hal apabila pada beberapa bukti transaksi tersebut juga digunakan untuk bukti penerimaan maka akan terutang Bea Materai hal ini juga ditegaskan kembali pada Surat Dirjen Pajak Nomor S-73/PJ.533/2001.

Tetapi apakah setiap toko di lingkungan masyarakat kita tahu akan peraturan tersebut? Sederhana saja coba tengok dari pengalaman kita sendiri, sudah semestinya dari kita semua pernah membeli barang elektronik (Handphone,kulkas, televisi, dan sejenisnya) yang harganya diatas 1 juta rupiah lalu kita mendapatkan kuitansi, nota kontan, maupun faktur penjualan yang dibuat oleh penjual tidak pernah atau jarang sekali para pemilik Toko Ritel tersebut membubuhkan meterai tempel pada bukti transaksi tersebut (Dalam hal dokumen tersebut juga digunakan mereka untuk bukti penerimaan uang).

Kurangnya sosialisasi mengenai hal tersebut tentunya menjadi hal yang kurang menguntungkan bagi kita belum lagi masalah pemalsuan benda meterai yang marak terjadi walau tidak banyak terjadi tapi juga memerlukan perhatian bagi kita semua.

Mungkin kita sebagai Pegawai Pajak lebih melihat potensi dan menaruh mata kepada mereka-mereka Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki rumah dan aset melimpah maupun perusahaan-perusahaan yang memiliki transaksi besar, ketimbang memperhatikan sobekan kertas kecil ini (Materai Tempel). Padahal potensi dari kertas kecil yang hanya bernilai 3 ribu rupiah dan 6 ribu rupiah ini apabila jutaan Toko Ritel di seluruh Indonesia paham dan melaksanakan kewajibannya terkait Bea Materai dengan baik bukan hal yang mustahil penerimaan dari Bea Materai ini menyaingi penerimaan dari jenis pajak lainnya.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.