Naik Jadi 1.618,1 Triliun, Ini Lima Jurus Pajak 2018

Menyongsong tahun 2018, Kementerian Keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2018 mengemban amanah target penerimaan pajak sebesar Rp1.618,1 Triliun. Angka ini melejit 9,9% dibandingkan tahun 2017 yang terpatok sebesar Rp1.472,7 Triliun. Dari penerimaan perpajakan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak sendiri mengemban amanah sebesar Rp1.385,9 Triliun, sedangkan DJBC sebesar Rp194,1 Triliun. Artinya, Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja ekstra dalam mengejar tambahan Rp144,1 Triliun dari target penerimaan pajak pada tahun 2017. Terlebih pada tahun 2017, realisasi penerimaan pajak baru tercapai 91%. Dengan demikian, dibutuhkan usaha yang lebih keras lagi dari DJP.
Sementara itu, asumsi dasar ekonomi makro pada 2018 tidak jauh berbeda dengan asumsi dasar makro 2017. Tingkat bunga SPN 3 bulan tetap berkisar pada angka 5,2%. Pertumbuhan pajak dari sektor migas pun disinyalir tidak akan tertalu drastis sebab harga minyak per barel tetap berada pada angka 48 US$/barel. Bahkan, lifiting minyak diperkirakan akan mengalami penurunan dari 815 ribu barel per hari menjadi 800 ribu barel per hari. Kondisi tersebut untungnya diimbangi dengan kenaikan lifting gas dari angka 1.150 ribu barel per hari menjadi 1.200 ribu barel per hari.
Kondisi stagnasi asumsi dasar makro dapat berdampak pada penerimaan perpajakan. Akan tetapi, adanya pertumbuhan ekonomi yang meningkat 0,2 persen dibanding tahun sebelumnya yaitu dari 5,2% menjadi 5,4% dapat meningkatkan penerimaan pajak. Begitu pula nilai tukar Rupiah terhadap USD stabil pada angka 13.400 Rupiah per USD sehingga turut menjaga stabilitas ekonomi. Melihat kondisi tersebut, untuk mengejar target penerimaan pajak yang meningkat Rp145,4 Triliun dari tahun sebelumnya, tonggak utama yang dikejar oleh pemerintah dalam rangka mencapai penerimaan pajak menurut APBN 2018 adalah dari PPh Nonmigas yang diperkirakan akan naik sekitar 13,6% menjadi 817 Triliun Rupiah serta PPN yang akan naik rata-rata sebesar 8,4% menjadi 541,1 Triliun Rupiah.
Direktorat Jenderal Pajak dalam APBN 2018 juga telah menyiapkan lima jurus untuk mengejar target penerimaan pajak senilai Rp1.385,9 Triliun sehingga mampu mendongkrak penerimaan perpajakan senilai Rp1.618,1 Triliun sebagai berikut.
1. Kebijakan Automatic Exchange of Information
Ketentuan Exchange of Information sebagaimana direkomendasikan oleh OECD dalam Base Erosion Profit Shifting (BEPS) Action 5: Anti Harmful Tax Practices (1998) sebenarnya telah diaplikasikan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada 27 Maret 2014, Pemerintah telah menerbitkan PMK-60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information) yang diubah dengan PMK-125/PMK.010/2015 tanggal 7 Juli 2015 tentang Perubahan atas PMK-60/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi (Exchange of Information). Kemudian pada 3 Maret 2017, peraturan tersebut dicabut dan digantikan dengan PMK-39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional.
Dalam PMK-39/PMK.03/2017 tersebut, dinyatakan bahwa pejabat yang berwenang di Indonesia dapat meminta informasi kepada pejabat yang berwenang di negara mitra terkait data pemotongan pajak penghasilan, data rekening, laporan per negara seperti daftar anggota grup, dan informasi lainnya berdasarkan kesepakatan bersama antara Indonesia dan negara mitra dalam rangka pengawasan dan pemeriksaan. Akan tetapi, prosedur Exchange of Information yang dilakukan selama ini masih manual serta membutuhkan waktu yang lama untuk menanti balasan dari negara mitra.
Oleh karena itu, Pemerintah kemudian membuat agenda besar dengan cara mengubah pertukaran informasi menjadi terotomatisasi melalui agenda Automatic Exchange of Information (AEoI). OECD dalam modul Automatic Exchange of Information: What It Is, How It Works, Benefits, What Remains to De Done (2012,5) menjelaskan definisi AEoI bahwa yang dimaksud dengan Automatic Exchange of Information adalah aktivitas yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi wajib pajak serta laporan keuangan dalam jumlah besar oleh negara sumber kepada negara tempat tinggal terkait berbagai jenis pendapatan. Dalam siaran persnya, DJP pada tahun 2018 akan memiliki kewenangan pertukaran data keuangan dengan 100 negara lain.
2. Sustainable Compliance Lewat Inovasi Layanan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak berupaya terus membangun serta memelihara kesadaran pajak yang berkesinambungan (sustainable compliance) melalui berbagai inovasi layanan pajak seperti e-service, mobile tax unit, KPP Mikro, dan outbond call. KPP Mikro adalah Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang menjalankan tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan pengaturan organisasi dan tata kerja tertentu. KP2KP Mikro diluncurkan dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memberikan kemudahan kepada wajib pajak karena KPP Mikro memberikan pelayanan yang lebih banyak daripada KP2KP pada umumnya. Terdapat penambahan fungsi konsultasi dan pengolahan data, pengawasan, ekstensifikasi, dan penyuluhan, serta subtim pendukung. Wewenang KPP Mikro sendiri diatur dalam KEP-311/PJ/2016. Selama tahun 2016, KP2KP yang telah dilakukan uji coba sebagai KPP Mikro ada lima KP2KP, yaitu KP2KP Banjar, KP2KP Wonosobo, KP2KP Jombang, KP2KP Lumajang, dan KP2KP Takalar. Untuk tahun 2018, KPP Mikro direncanakan akan dilaksanakan untuk KP2KP di seluruh Indonesia yang memenuhi syarat sebagai KPP Mikro.
Sementara itu, Mobile Tax Unit (MTU) adalah organisasi nonstruktural untuk pelayanan di luar kantor. MTU merupakan tempat pelayanan terpadu yang dilaksanakan di luar gedung. Pelayanan yang diberikan biasanya berupa pendaftaran NPWP, penerimaan pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan, dan penerimaan permohonan pelayanan perpajakan lainnya yang diajukan oleh wajib pajak. Biasanya MTU dilakukan oleh KPP yang wilayah kerjanya sangat luas sehingga wajib pajak kesulitan untuk datang ke KPP dalam rangka melaksanakan hak dan kewajibannya. MTU hadir di tengah masyarakat agar pelayanan pajak tetap dapat diberikan kepada wajib pajak tanpa harus menunggu wajib pajak untuk datang ke kantor pajak. Sampai saat ini, beberapa kantor pajak yang telah menerapkan MTU adalah KPP Pratama Ketapang dan KP2KP Wonogiri. Untuk tahun 2018, direncanakan MTU akan diberlakukan di seluruh Indonesia.
Proyek lainnya adalah outbond calling yang merupakan penyampaian informasi kepada wajib pajak/ penanggung pajak dengan menggunakan media telepon. Hal ini dilakukan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan dengan cara mengingatkan wajib pajak/penanggung pajak secara langsung via telepon. Kegiatan tersebut dilakukan secara persuasif dan edukatif sebelum tindakan penagihan aktif. Outbound calling diharapkan dapat meningkatkan pencairan piutang pajak sebelum jatuh tempo sehingga dapat mengurangi jumlah tunggakan pajak serta dapat mengurangi beban pelaksanaan kegiatan penagihan aktif. Sampai saat ini, DJP telah melakukan outbound calling untuk menyampaikan informasi terkait Sunset Policy, Billing Support, Ekstensifikasi, WP Non Filer, dsb. Pada 2018, kegiatan outbound calling direncanakan akan dilaksanakan secara lebih rutin dalam rangka penyampaian berbagai jenis informasi perpajakan yang lebih beragam.
3. Integrasi Data dan Sistem Informasi Perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya melakukan pembaharuan (Up to Date) data dan integrasi sistem antara lain melalui e-filing, e-form, dan e-faktur. Selama 2017 dan akan berlangsung terus hingga 2018, DJP telah melakukan validasi data baik berupa data kohir atau tunggakan pajak melalui program Provenido, hingga validasi data Surat Pemberitahuan (SPT). DJP pada 2018 juga berencana melakukan migrasi basis data yang ada di dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SiDJP). Pada tahun berikutnya, DJP akan menggunakan sistem yang terintegrasi bagi seluruh layanan perpajakan. Dengan demikian data pajak perpajakan, termasuk data Amnesti Pajak akan dapat ditelusuri validitasnya sehingga dapat dilakukan law enforcement yang lebih intensif namun tetap adil sesuai proporsinya oleh petugas pajak. Oleh karena itu, sebelum diperiksa oleh petugas pajak, wajib pajak dapat memanfaatkan PAS-Final untuk mengungkap harta yang belum sempat diungkap sebagaimana diatur dalam PMK-165/PMK.03/2017 dimana PAS-Final ini nantinya juga mampu membantu penerimaan pajak karena adanya setoran pajak dengan tarif final berdasarkan pengungkapan sukarela aset oleh wajib pajak.
4. Insentif Pajak dan Reviu Kebijakan Exemption Tax
Pemerintah akan terus memberikan insentif perpajakan berupa Tax Holiday maupun Tax Allowance. Tax Holiday telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 yang merupakan perubahan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 13 Tahun 2015 tentang Tata Cara Permohonan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Fasilitas Tax Holiday ini diberikan kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal baru dan merupakan industri pionir dengan syarat-syarat tertentu. Begitu pula dengan Tax Allowance juga telah diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Sementara itu, untuk daftar barang tidak kena pajak dalam UU PPN Nomor 42 Tahun 2009, pemerintah akan mereviu kembali list exemption tax tersebut sehingga mampu memberi keadilan yang lebih tinggi kepada wajib pajak sekaligus meningkatkan penerimaan pajak.
5. Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Organisasi
Peningkatan Sumber Daya Manusia dan organisasi di Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2018 akan difokuskan kepada peningkatan pelayanan kepada para pegawai dan wajib pajak serta peningkatan efektivitas organisasi melalui perbaikan sistem informasi dan prosedur operasi.
Dengan adanya lima jurus pajak yang telah sejalan dengan Kementerian Keuangan berdasarkan APBN 2018 tersebut, DJP berharap agar cita-cita mulia target penerimaan pajak senilai 1.618,1 Triliun Rupiah dengan tax ratio senilai 11,6% dari Produk Domestik Bruto dapat tercapai. Tahun baru, semangat baru! #PajakKitaUntukKita
- 2815 views