Pajak Bertutur 2025: Menyatukan Semangat dari Sekolah ke Negeri

Oleh: (Ishak), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pagi ini di banyak ruang kelas dari Sabang sampai Merauke, ada suasana berbeda. Papan tulis dipenuhi coretan sederhana tentang “pajak”, guru menayangkan video singkat, dan anak-anak bergiliran bercerita tentang fasilitas publik yang mereka gunakan setiap hari—jalan ke sekolah, puskesmas, perpustakaan, hingga beasiswa teman sebangku.
Itulah napas Pajak Bertutur 2025, sebuah gerakan literasi fiskal yang pada tanggal 27 Agustus 2025 digelar serentak oleh seluruh unit kerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perhelatannya dilakukan bersama dengan satuan pendidikan di daerah masing‑masing sebagai puncak rangkaian agenda tahun ini.
Sejak awal, program ini memang dirancang menyentuh lintas jenjang—sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA)/sekolah menengah kejuruan (SMK), hingga perguruan tinggi. Tujuannya agar kesadaran pajak tidak lahir tiba‑tiba ketika seseorang sudah bekerja, tetapi tumbuh perlahan sebagai bagian dari karakter warga negara.
Kalau kita menoleh ke belakang, Pajak Bertutur mulai kali pertama pada 11 Agustus 2017. Program ini diinisiasi DJP dalam kerangka program Inklusi Kesadaran Pajak. Misinya sederhana, yaitu membawa obrolan pajak ke ruang belajar dengan bahasa yang dekat dengan keseharian anak dan remaja.
Dari Semangat Kemerdekaan ke Literasi Fiskal
Momentum bulan Agustus selalu mengajak kita kembali pada sumber energi bangsa: kemerdekaan. Tahun ini, Indonesia memperingati hari ulang tahun (HUT) yang ke‑80 dengan tema resmi “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.” Tema ini bukan sekadar slogan.
Ia menegaskan bahwa persatuan adalah prasyarat kedaulatan, dan kedaulatan menjadi jalan menuju kesejahteraan rakyat. Sebuah rantai makna yang pas untuk disambungkan dengan filosofi pajak sebagai gotong royong modern.
Dalam sambutan peluncuran tema HUT, presiden menekankan bahwa delapan dekade kemerdekaan mestinya kita rayakan bukan hanya dengan seremoni, melainkan dengan aksi kolektif yang memperkuat persatuan. Pajak—yang kita bayar sesuai aturan—adalah kerja sunyi yang menyuplai layanan publik dan membantu negara menunaikan janji kemerdekaan kepada seluruh rakyat.
Di kelas‑kelas Pajak Bertutur, gagasan itu diterjemahkan secara sederhana. Anak SD belajar tentang “berbagi” dan gotong royong. Remaja SMP diajak memahami pajak sebagai hak dan kewajiban warga. Sementara itu, siswa SMA/SMK dan mahasiswa diajak melihat pajak sebagai tulang punggung pembangunan.
Bahkan, Direktur Jenderal Pajak menegaskan, tantangan kita hari ini adalah menanamkan pemahaman inklusi kesadaran pajak sejak dini. Harapannya agar kelak menjadi karakter generasi muda—memandang pajak bukan sekadar beban, melainkan ekspresi cinta tanah air.
Kondisi Terkini: Disiplin Fiskal di Tengah Ujian
Tahun anggaran 2025 disusun pemerintah untuk mendorong pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan. Di sisi penerimaan, pendapatan negara direncanakan Rp3.005,1 triliun, dengan penerimaan perpajakan Rp2.490,9 triliun. Artinya, mayoritas nafkah anggaran pendapatan dan belanja negara tetap bersumber dari pajak. Ini menegaskan bahwa setiap rupiah kepatuhan masyarakat beresonansi langsung ke kelas yang lebih layak, puskesmas yang lebih dekat, dan jalan yang lebih aman.
Tantangannya nyata. Rasio perpajakan (tax ratio) 2024 tercatat 10,08%, menurun dibanding 2023. Angka ini mengingatkan kita bahwa literasi plus layanan perpajakan yang mudah adalah kunci untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan sukarela.
Di tengah dinamika itu, DJP mempercepat modernisasi lewat Coretax DJP, sistem administrasi pajak terpadu yang lahir dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). Melalui Coretax DJP, proses pendaftaran, pelaporan surat pemberitahuan (SPT), pembayaran, hingga layanan lain berada dalam satu platform yang terus diperbarui. Ini membuat pengalaman wajib pajak lebih ringkas, transparan, dan dapat dipantau.
Tak hanya struktur, ekosistem edukasinya pun bergerak. Tahun ini, rangkaian Tax Edu Bootcamp 2025 digelar untuk membekali para tenaga pendidik agar semakin piawai mengintegrasikan materi kesadaran pajak ke pembelajaran. Puncaknya, seluruh unit kerja DJP bersama sekolah dan kampus di daerah melaksanakan Pajak Bertutur pada 27 Agustus 2025 secara serentak.
Merayakan Agustus dengan Aksi: Lomba, Belajar, dan Berbagi
Semangat Agustus juga dirayakan lewat Lomba Tutur Pajak 2025. Cabang lombanya mulai dari mendongeng berbahasa isyarat bertema “Pajak untuk Negeriku”, modul ajar inklusi kesadaran pajak untuk SMP dan SMA, hingga risalah kebijakan bertema edukasi perpajakan bagi mahasiswa. Rangkaian lomba ini sengaja disatukan dengan peringatan HUT ke‑80 RI, mengajak publik berpartisipasi kreatif sekaligus memperluas dampak edukasi.
Sebelumnya, DJP juga merayakan Hari Pajak 2025 dengan semangat “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh”.Upaya ini untuk menegaskan urgensi integritas, profesionalisme, dan partisipasi aktif masyarakat dalam membangun negeri. Nada yang sama menggema dalam Pajak Bertutur: membuat kesadaran pajak menjadi pengalaman yang hangat, membumi, dan inklusif.
Mengapa “Bertutur” Itu Penting?
Kita tahu, kebijakan fiskal adalah perkara angka, tetapi kepercayaan adalah perkara rasa. Di titik ini, “bertutur” menghadirkan jembatan: petugas pajak, guru, dosen, orang tua, dan siswa bertemu dalam percakapan manusiawi tentang hak‑kewajiban dan mimpi bersama.
Ketika seorang siswa memahami bahwa pajak membantu memperbaiki laboratorium mereka, atau bahwa beasiswa temannya datang dari pos belanja negara, pajak berhenti menjadi abstrak—ia berubah menjadi cerita. Itulah yang disasar Pajak Bertutur sejak 2017 dan diperkuat lagi tahun ini: menjadikan pajak bagian dari percakapan sehari‑hari, bukan sekadar istilah di lembar SPT.
Lebih jauh, ajakan “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” akan terasa riil ketika kita menjaga solidaritas fiskal. Solidaritas untuk mampu berbagi melalui pajak agar yang berhak dapat menikmati layanan publik secara adil. Sementara itu, negara dapat memastikan tata kelola yang makin akuntabel—antara lain lewat Coretax DJP yang memudahkan proses dan memperkuat transparansi.
Agustus selalu meminta kita untuk mengikat janji: pada pendiri bangsa, pada sesama, dan pada masa depan. Melalui Pajak Bertutur 2025, mari kita mulai dari hal yang paling sederhana: mendengarkan, bertutur, dan bertindak. Guru dan dosen bisa menyisipkan studi kasus pajak dalam tugas kelas. Orang tua dapat mengajak anak berdiskusi saat melihat struk belanja. Mahasiswa bisa menantang diri menulis risalah kebijakan yang kritis namun solutif. Di sisi lain, DJP akan terus membuka ruang kolaborasi untuk memastikan edukasi pajak itu inklusif, menyenangkan, dan berdampak.
Pada akhirnya, kemerdekaan memerlukan keberlanjutan—dan keberlanjutan itu bersandar pada gotong royong yang hari ini kita sebut pajak. Dari kelas ke republik, dari tutur ke tindakan. Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh!
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 62 views