Jiwa Kesatria di Era Kemerdekaan: Mengisi Pembangunan Lewat Pajak

Oleh: Sahyani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Delapan puluh tahun sudah Indonesia berdiri sebagai bangsa yang merdeka. Setiap tanggal 17 Agustus, bendera merah putih berkibar gagah di seluruh penjuru negeri, mengingatkan kita pada darah dan air mata yang tumpah demi satu kata sakti: “Merdeka!”. Dulu, para pahlawan kita maju ke medan perang, menantang penjajah dengan senjata seadanya, tetapi dengan hati yang tak tergoyahkan.
Mereka adalah kesatria bangsa—berani, setia, dan rela berkorban. Tak terhitung berapa banyak jiwa yang telah dikorbankan demi memperoleh kemerdekaan. Jangankan harta benda, nyawa pun dikorbankan oleh para pahlawan, demi kemerdekaan bagi generasi penerus yang bahkan belum mereka kenal ataupun tahu.
Kini, medan perang itu telah berubah. Tidak lagi berhadapan dengan peluru dan meriam, tetapi dengan tantangan pembangunan, ketimpangan, dan kebutuhan untuk menyejahterakan seluruh rakyat. Di era kemerdekaan ini, jiwa kesatria tetap dibutuhkan—hanya saja wujudnya berbeda. Salah satu wujud nyatanya adalah kepatuhan dan kesadaran membayar pajak, penopang utama dalam penerimaan negara.
Kesatria sejati bukan hanya mereka yang mengangkat senjata, tetapi juga mereka yang mengangkat tanggung jawab. Mereka yang dengan tulus ikhlas mengorbankan ego pribadi demi kesejahteraan negeri. Jiwa kesatria adalah keberanian untuk jujur, integritas untuk taat pada aturan, dan kesediaan berkorban demi kepentingan yang lebih besar.
Di era modern ini, semakin sulit ditemui pribadi yang memiliki jiwa kesatria. Seolah-olah makin terkubur dalam laju zaman. Dalam konteks modern, membayar pajak adalah bentuk pengorbanan itu—memberikan sebagian dari hasil jerih payah kita demi Indonesia yang lebih maju. Dibutuhkan keikhlasan dan pengorbanan sebagaimana para pahlawan di masa lalu yang mengorbankan jiwa dan raganya demi negara.
Pajak adalah gotong royong yang terorganisasi. Setiap rupiah pajak yang kita bayarkan adalah sumbangsih untuk membangun jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, pertahanan negara, dan berbagai layanan publik lainnya. Inilah darah segar pembangunan yang mengalir dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tak dinikmati langsung memang, tapi memberikan arti bagi orang lain.
Bayangkan, tanpa pajak, bagaimana negeri ini bisa membiayai pendidikan anak-anak kita? Bagaimana rumah sakit dapat menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau? Bagaimana jalan-jalan baru bisa menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan pusat perekonomian? Pajak adalah bahan bakar utama roda pembangunan. Jangan sampai bahan bakar pembangunan ini tidak mencukupi, bahkan hilang. Bayangkan dampaknya bagi pembangunan dan masa depan generasi mendatang.
Mengisi Kemerdekaan Lewat Kepatuhan Pajak
Jika pahlawan 1945 rela mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan, kita pun bisa menjadi pahlawan masa kini dengan cara yang berbeda: taat pajak. Ini bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan juga amanah moral. Membayar pajak dengan jujur adalah pernyataan cinta kita pada tanah air. Kita tidak mencari celah untuk menghindar, kita tidak menunda, kita memilih untuk memberi. Bukankah pemberian terbaik adalah pemberian yang paling kita sayangi? Bukan sisa-sisa yang bahkan kita sendiri enggan.
Tahun ini, saat kita merayakan 80 tahun kemerdekaan. Mari bertanya pada diri sendiri, “Sudahkah saya mengisi kemerdekaan ini dengan kontribusi terbaik?” Mari kita sadari bahwa kemerdekaan bukan hadiah yang bisa kita nikmati tanpa usaha, melainkan warisan yang harus terus dijaga dan diisi.
Dengan jiwa kesatria, kita bisa melihat pajak bukan sebagai beban, melainkan sebagai kesempatan untuk ikut membangun negeri. Setiap rupiah yang kita setor adalah batu bata yang kita letakkan di fondasi masa depan Indonesia.
Kemerdekaan bukan hanya untuk dirayakan, tetapi untuk dihidupkan. Di medan juang pembangunan, mari kita menjadi kesatria-kesatria baru—yang senjatanya adalah kejujuran, pelurunya adalah tanggung jawab, dan kemenangannya adalah kemajuan bangsa.
Selamat Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia. Dari kita, oleh kita, untuk Indonesia tercinta. Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh!
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 104 views