Oleh: Teddy Haryadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Minggu siang sekitar pukul 15.00 WITA, saya bersama teman berencana untuk salat Asar di Masjid Al Ihsaan dan setelah itu kami akan menuju Pantai Sanur yang letaknya tidak jauh dari lokasi masjid tersebut. Sanur merupakan kawasan resor kelas atas tertua di Bali yang berada di pusat Kota Denpasar dan pusat pemerintahan Provinsi Bali. Sanur sudah cukup dikenal oleh wisatawan domestik maupun mancanegara karena keindahan pantainya.

Ternyata di sebelah Masjid Al Ihsaan terdapat suatu tempat yang cukup menarik perhatian. Terpampang di pintu masuknya tulisan besar: Kawasan Ekonomi Khusus Sanur (KEK Sanur). KEK Sanur yang berfokus pada industri kesehatan dan pariwisata diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada 25 Juni 2025.

Berbicara mengenai KEK, kawasan ini dihadirkan oleh pemerintah Indonesia sebagai strategi unggulan untuk mendongkrak daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2021 jo. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2022, KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Melalui fasilitas dan insentif yang ditawarkan, KEK menjadi magnet bagi investor dalam dan luar negeri.

Fasilitas dan kemudahan yang diberikan di Kawasan Ekonomi Khusus meliputi perpajakan, kepabeanan, dan cukai; lalu lintas barang; ketenagakerjaan; keimigrasian; pertanahan dan tata ruang; perizinan berusaha; dan fasilitas dan kemudahan lainnya.

Sedangkan kegiatan usaha di KEK menurut PP Nomor 40 Tahun 2021, terdiri atas kegiatan produksi dan pengolahan; logistik dan distribusi; riset, ekonomi digital, dan pengembangan teknologi; pariwisata; pengembangan energi; pendidikan; kesehatan; olahraga; jasa keuangan; industri kreatif; pembangunan dan pengelolaan KEK; penyediaan infrastruktur KEK; dan ekonomi lain.

 

Fasilitas Perpajakan

Mengenai fasilitas di bidang perpajakan, secara khusus Direktorat Jenderal Pajak mengatur hal tersebut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus. Untuk badan usaha dan pelaku usaha di KEK diberikan fasilitas berupa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), dan cukai. Hal ini tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi pelaku usaha di KEK.

Salah satu fasilitas yang diberikan pemerintah bagi pelaku usaha di KEK adalah PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak Berwujud tertentu dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), Kawasan Bebas, dan Tempat Penimbunan Berikat (TPB) kepada badan usaha dan pelaku usaha. Selama Barang Kena Pajak Berwujud tertentu tersebut berasal dari luar KEK dan diberikan kepada pelaku usaha di KEK, maka atas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Barang Kena Pajak Berwujud Tertentu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) salah satunya pada huruf c adalah, bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan jasa kena pajak dan/atau kegiatan pengembangan teknologi. Tentunya sangat berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha di KEK. Pengertian bahan baku sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bahan yang digunakan untuk diolah melalui proses produksi menjadi barang jadi atau bahan kebutuhan pokok. Sedangkan bahan pembantu lebih kepada barang yang sudah disediakan dan diperlukan dalam proses produksi dan bukan merupakan komponen utama dari barang jadi, namun dibutuhkan saat proses produksi.

 

Penerapan Ketentuan Dalam Fasilitas Perpajakan

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha di KEK sangat beragam, tentunya kegiatan usaha tersebut menghasilkan produk berupa barang dan jasa yang dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

PP Nomor 49 Tahun 2022 menyebutkan jenis-jenis Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM. Sehingga dari pembahasan tersebut, jika ada bahan baku, bahan pembantu, peralatan dan barang lain yang diperlukan bagi kegiatan yang menghasilkan Jasa Kena Pajak di KEK, maka atas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Salah satu pelaku usaha yang ada di wilayah KEK Sanur tempat penulis bekerja adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan kesehatan medis, yaitu rumah sakit. Sesuai PP Nomor 49 Tahun 2022, jasa pelayanan kesehatan medis termasuk dalam kategori Jasa Kena Pajak, sehingga atas penyerahan bahan baku berupa obat-obatan serta barang medis habis pakai dari TLDDP ke KEK yang digunakan untuk menghasilkan Jasa Kena Pajak—dalam hal ini jasa pelayanan kesehatan medis—atas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, sepanjang penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan di wilayah KEK tersebut.

Namun, jika penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan di luar wilayah KEK, dalam hal ini penyerahan jasa pelayanan kesehatan medis bagi pasien rawat jalan yang berada di luar wilayah KEK, maka atas perolehan bahan baku berupa obat-obatan serta barang medis habis pakai yang semula mendapatkan fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut menjadi terutang. Hal ini sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020.

Sampai di sini saya berharap, segala fasilitas perpajakan yang ada untuk KEK Sanur ini benar-benar dapat mendongkrak daya saing dan pertumbuhan ekonomi daerah sesuai tujuan awal dibentuknya KEK.

 

 

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.