Oleh: Muhamad Satya Abdul Aziz, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pajak bukan hanya alat negara untuk menghimpun pendapatan, melainkan juga sarana penting untuk menciptakan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi. Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, di mana kesenjangan antarwilayah dan antarindividu masih cukup tinggi, peran pajak sebagai instrumen redistribusi kekayaan menjadi sangat krusial. Lebih dari sekadar kewajiban warga, pajak adalah jembatan harapan yang menghubungkan antara mereka yang mampu dan mereka yang membutuhkan.

Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumber daya yang melimpah, namun distribusinya belum sepenuhnya merata. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi terlihat jelas di kota-kota besar, sementara di sisi lain, daerah terpencil masih menghadapi tantangan akses dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Kesenjangan ini bukan hanya memperlambat pembangunan, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpuasan sosial.

Inilah mengapa pajak memainkan peran strategis. Dengan sistem perpajakan yang adil dan progresif, negara dapat mengumpulkan kontribusi lebih besar dari kelompok masyarakat yang lebih mampu, untuk kemudian dialokasikan kembali ke sektor-sektor yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat luas—khususnya mereka yang berada di lapisan bawah.

Salah satu mekanisme utama dalam mengurangi ketimpangan adalah melalui redistribusi pendapatan. Pemerintah Indonesia menggunakan dana pajak untuk membiayai berbagai program sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT), program keluarga harapan (PKH), subsidi pendidikan melalui kartu Indonesia pintar (KIP) dan kesehatan melalui jaminan kesehatan nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (JKN/BPJS), dan dana desa.

Dengan membiayai program-program ini, negara tidak hanya memberi bantuan jangka pendek, tetapi juga membuka peluang perbaikan kualitas hidup jangka panjang. Misalnya, seorang anak dari keluarga tidak mampu yang mendapat akses pendidikan berkualitas melalui dana pajak, memiliki kesempatan untuk memutus rantai kemiskinan dalam keluarganya.

Selain sebagai sumber pendanaan, pajak juga berfungsi sebagai alat pengendali distribusi kekayaan. Sistem pajak progresif—di mana tarif pajak meningkat seiring dengan naiknya pendapatan—dirancang untuk mencegah penumpukan kekayaan yang berlebihan di satu kelompok tertentu. Pajak bumi dan bangunan (property tax), pajak penghasilan tinggi (pajak penghasilan Pasal 21/25/29), dan pajak atas warisan atau hibah dalam skala besar merupakan contoh dari mekanisme ini.

Pajak juga mendorong keadilan antarwilayah. Melalui skema dana perimbangan pusat-daerah seperti dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), daerah-daerah dengan kapasitas fiskal rendah tetap bisa membiayai kebutuhan dasar masyarakatnya. Dengan demikian, pajak memungkinkan daerah tertinggal mengejar ketertinggalannya tanpa tergantung pada investor besar atau eksploitasi sumber daya alam semata.

Pemerataan bukan hanya soal bantuan, tetapi juga soal pemberdayaan. Melalui pajak, pemerintah dapat mendanai pelatihan kerja, inkubasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pembangunan pasar rakyat, dan infrastruktur ekonomi lainnya. Ketika masyarakat kecil diberi alat dan kesempatan untuk berkembang, kesenjangan tidak hanya menyempit, tetapi produktivitas nasional juga meningkat.

Program seperti kartu prakerja, bantuan usaha mikro, dan revitalisasi pasar tradisional adalah contoh konkret bagaimana dana pajak bisa menjadi investasi jangka panjang bagi masyarakat bawah. Dengan memperkuat ekonomi lokal, pajak turut mendorong terciptanya lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan terhadap bantuan sosial.

Kepercayaan Rakyat

Agar pajak benar-benar menjadi instrumen pemerataan, dibutuhkan dua hal: sistem yang adil dan transparansi dalam penggunaannya. Masyarakat harus percaya bahwa pajak yang mereka bayarkan akan kembali dalam bentuk manfaat nyata. Kepercayaan ini hanya bisa dibangun jika pemerintah mengelola pajak dengan akuntabilitas tinggi dan terus melibatkan publik dalam perencanaan dan evaluasi anggaran.

Di era digital, kemajuan teknologi informasi memungkinkan pelaporan dan pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan efisien. Pemerintah juga semakin aktif menyampaikan laporan realisasi anggaran dan proyek-proyek yang didanai pajak. Langkah-langkah ini penting untuk menciptakan ekosistem perpajakan yang sehat dan partisipatif.

Pajak bukan hanya tentang angka dan regulasi --ia adalah perwujudan solidaritas antarwarga negara. Ketika orang kaya membantu yang kurang mampu melalui sistem yang terstruktur, dan ketika daerah maju menopang daerah yang masih berkembang, di situlah tercermin semangat gotong royong dalam skala nasional. Pajak menyatukan berbagai lapisan masyarakat dalam satu tujuan bersama: membangun masa depan yang lebih adil, setara, dan sejahtera.

Dengan pemahaman dan pelaksanaan yang tepat, pajak tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai kontribusi aktif warga negara dalam merawat dan membangun bangsanya sendiri.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.