Direktur CV Tidak Wajib Bayar Pajak, Kok Bisa?

Oleh: Komang Jnana Shindu Putra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di tengah derasnya arus perkembangan dunia digital, semangat kewirausahaan di kalangan anak muda kian menguat. Generasi Z, kelompok usia yang lahir setelah tahun 1997, dikenal cepat beradaptasi dengan teknologi serta cerdas dalam melihat dan menciptakan peluang. Kini mereka tidak hanya aktif sebagai pengguna media sosial, melainkan telah naik kelas menjadi pemilik merek, pemilik usaha, bahkan pemimpin dari perusahaan yang mereka rintis sendiri.
Fenomena ini jelas bukan sekadar tren sesaat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2023, diketahui bahwa lebih dari 57 persen investor pasar modal di Indonesia berasal dari kalangan usia di bawah 30 tahun. Angka tersebut mencerminkan bahwa kesadaran finansial di kalangan generasi muda sangat tinggi. Mereka tidak hanya ingin bekerja dan menabung, tetapi juga ingin mengelola, mengembangkan, dan melipatgandakan aset melalui jalur wirausaha dan investasi.
Salah satu bentuk badan usaha yang cukup populer di kalangan pengusaha muda ini adalah Commanditaire Vennootschap atau yang lebih dikenal sebagai CV. Pemilihan bentuk usaha ini bukan tanpa alasan. Selain karena proses pendiriannya relatif sederhana dibandingkan dengan Perseroan Terbatas, CV juga memberi fleksibilitas dalam pengelolaan modal dan kegiatan operasional. Namun di balik fleksibilitas tersebut, terdapat satu aspek penting yang tidak boleh diabaikan, yakni kewajiban perpajakan.
Secara hukum, CV termasuk dalam kategori subjek pajak badan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker). Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa badan adalah kesatuan orang dan/atau modal yang merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak. Badan ini meliputi Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), firma, persekutuan, dan bentuk badan lainnya. Dengan demikian, sebuah CV secara hukum memiliki kewajiban untuk melaporkan dan membayar pajak atas penghasilan yang diterimanya.
Menariknya, meskipun CV merupakan subjek pajak badan, penghasilan yang diterima oleh pemilik CV—yang disebut sebagai sekutu aktif atau pasif—dalam bentuk penarikan laba atau prive, tidak termasuk dalam objek pajak. Ketentuan ini menjadi salah satu keunikan dalam sistem perpajakan Indonesia yang memberikan perlakuan khusus terhadap bentuk usaha tertentu.
Dasar hukum dari pengecualian tersebut tertuang dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh jo. UU Ciptaker. Dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa bagian laba yang diterima oleh anggota persekutuan, termasuk anggota CV yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, dikecualikan dari objek pajak. Artinya, selama CV tersebut tidak berbentuk seperti PT—yang sahamnya dapat diperjualbelikan dan terbagi dalam lembar saham—maka laba yang dibagikan kepada pemilik usaha tidak dikenakan pajak lagi di tingkat individu.
Logika di balik ketentuan ini cukup jelas. Karena laba telah dikenakan pajak di tingkat badan usaha (yaitu CV), maka pada saat laba tersebut dibagikan kepada sekutu dalam bentuk prive, tidak ada kewajiban perpajakan tambahan. Ini berbeda dengan sistem perpajakan pada Perseroan Terbatas, di mana pembagian keuntungan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham dapat dikenai pajak penghasilan lagi, tergantung pada karakteristik penerima dividen tersebut.
Dengan sistem perpajakan seperti ini, pemilik CV secara tidak langsung memperoleh keuntungan berupa efisiensi beban pajak. Tidak ada pungutan ganda atas penghasilan yang sama, sehingga sistem ini mendorong kepatuhan pajak tanpa membebani pelaku usaha kecil dan menengah.
Namun demikian, penting untuk digarisbawahi bahwa meskipun penghasilan dari prive dikecualikan dari objek pajak, kewajiban untuk melaporkan penghasilan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan tetap berlaku. Jika total penghasilan dari prive selama satu tahun tidak melebihi Rp60.000.000, maka pelaporan dapat dilakukan melalui formulir SPT 1770 SS. Akan tetapi, jika jumlahnya melebihi batas tersebut, maka pelaporan harus menggunakan formulir SPT 1770 S yang lebih teperinci. Dalam formulir tersebut, terdapat bagian khusus di Lampiran I Bagian B nomor 3 untuk mencatat bagian laba dari CV. Selain itu, perlu dilampirkan pula perincian pembagian laba atau prive yang diterima selama tahun berjalan.
Jika CV tersebut mempekerjakan pegawai tetap maupun tidak tetap, maka terdapat kewajiban tambahan yang harus dijalankan oleh pemilik CV, yakni melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 setiap bulannya. Kewajiban ini merupakan bentuk kepatuhan sebagai badan usaha yang menjalankan fungsinya tidak hanya untuk meraih keuntungan, tetapi juga untuk berkontribusi terhadap sistem perpajakan nasional.
Menjadi pemilik CV bukan hanya tentang menjalankan bisnis dan meraih keuntungan. Di dalamnya terdapat tanggung jawab untuk memahami dan menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar. Untungnya, sistem perpajakan Indonesia memberi ruang yang cukup adil dan menguntungkan, terutama bagi pelaku usaha yang jujur dan patuh.
Generasi Z yang kini menjadi bagian penting dari wajah baru dunia usaha Indonesia, memiliki peluang besar untuk menjadi contoh nyata bagaimana wirausaha dapat berjalan beriringan dengan kesadaran pajak. Menjadi pengusaha muda memang membanggakan, namun menjadi pengusaha muda yang paham dan taat pajak adalah bentuk kontribusi yang sesungguhnya. Karena sejatinya, keberhasilan yang utuh tidak hanya diukur dari besarnya omzet, tetapi juga dari seberapa besar kita ikut membangun negeri ini melalui kepatuhan hukum, termasuk dalam hal pajak.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 100 views