Lewat Batas Akhir, Perlukah Tetap Lapor SPT?

Oleh: Kania Laily Salsabila, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Dengan berakhirnya bulan April 2025, kita telah melewati batas akhir pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) untuk tahun pajak 2024 --baik wajib pajak orang pribadi maupun badan. Terima kasih kepada Kawan Pajak yang telah melaporkan SPT tahunannya tepat waktu.
Sesuai dengan Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor SP-10/2025 tanggal 1 April 2025, total SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 yang telah disampaikan sejumlah 12,34 juta SPT. Ini berarti bahwa jumlah SPT terlapor sampai dengan 1 April 2025 hanya sebesar 62,38% dari total 19,78 juta wajib pajak yang wajib lapor di tahun 2025. Angka ini masih belum berhenti, wajib pajak yang statusnya aktif selalu diimbau untuk segera menuntaskan kewajibannya.
Sebagai bagian dari frontliner DJP tepatnya bagian helpdesk, seringkali saya mendapatkan pertanyaan seperti ini dari wajib pajak.
“Kak, ini saya dapat surat imbauan lapor SPT. Saya harus apa?”
“Saya mau lapor SPT Tahunan Tahun 2024 ya, Kak. Untuk yang tahun-tahun lama tetap perlu dilaporkan juga tidak ya?”
“Ini STP atas denda kemarin sudah saya bayar, Kak. Jadi nggak usah lapor lagi SPT yang terlambatnya, ya?” STP yang dimaksud adalah surat tagihan pajak, yang diterbitkan sebagai sanksi administratif atas keterlambatan melaporkan atau membayar kewajiban pajak.
Kawan Pajak, pengiriman surat imbauan untuk lapor SPT Tahunan meskipun sudah melewati batas akhir pelaporan bukanlah hal yang sia-sia. Surat imbauan tersebut adalah salah satu bentuk cinta dari DJP agar wajib pajak tidak menanggung beban yang lebih berat di kemudian hari.
Sebelum kita membahas lebih lanjut, ada satu hal yang perlu kita ketahui. Ternyata, tidak semua wajib pajak harus menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi, loh. Kok bisa? Padahal wajib pajak?
Dalam ketentuan perpajakan di Indonesia, ada istilah wajib pajak non-efektif. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, istilah wajib pajak non-efektif berubah menjadi wajib pajak nonaktif. Wajib pajak nonaktif adalah wajib pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif. Penetapan status nonaktif ini bisa berdasarkan permohonan wajib pajak atau secara jabatan. Kalau wajib pajak sudah ditetapkan sebagai wajib pajak nonaktif, tidak perlu lagi lapor SPT Tahunan. Kecuali suatu waktu wajib pajak tersebut kembali memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk ditetapkan aktif kembali.
Kontinuitas Pelaporan SPT Tahunan
SPT tahunan wajib disampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penghasilan yang kita peroleh. Pelaporan SPT tahunan ini dilakukan terus-menerus, menggambarkan kondisi ekonomi wajib pajak setiap tahunnya. Bayangkan jika kita absen satu tahun dalam pelaporan SPT tahunan, bisa jadi kita akan kerepotan untuk melaporkan SPT tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas di tahun berikutnya.
Kalau Kawan Pajak perhatikan pada pengisian SPT tahunan melalui e-filing maupun e-form, selalu muncul prepopulated data untuk harta dan kewajiban dari tahun sebelumnya. Jadi, kita tidak perlu mengisi data harta dan kewajiban satu-satu dari awal, hanya lakukan penyesuaian untuk update beberapa data.
Lebih baik tetap lapor SPT tahunan meskipun terlambat, untuk kemudahan di tahun berikutnya.
Laporkan Sebelum DJP yang Menemukan
Automatic Exchange of Information (AEoI) merupakan sistem yang digunakan oleh DJP untuk memperoleh informasi harta dan penghasilan yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam laporan SPT tahunan. Di tahun 2025 terdapat 115 negara yurisdiksi partisipan AEoI. Ketentuan mengenai AEoI ini diatur lebih lanjut di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2024. Latar belakang adanya AEoI salah satunya adalah untuk mencegah penghindaran pajak.
Dengan adanya AEoI, cepat atau lambat DJP akan mengetahui penghasilan Kawan Pajak kendati Kawan Pajak tidak melaporkan SPT tahunan. Atas temuan tersebut, Kawan Pajak harus segera membayar pajak penghasilan yang terutang ditambah sanksi atas keterlambatan pembayaran pajak. Semakin lama keterlambatan pembayaran, semakin tinggi sanksi bunga yang akan dikenakan.
Bagaimana sebenarnya mekanisme yang dilakukan?
Atas temuan data dan informasi dari AEoI, DJP akan mengirimkan surat teguran kepada wajib pajak untuk segera melaporkan SPT dan melunasi utang pajaknya. Dengan adanya surat teguran, DJP mengharapkan adanya itikad baik dari wajib pajak untuk segera menunaikan kewajibannya. Jika wajib pajak tidak mengindahkan surat teguran dalam jangka waktu yang ditentukan, DJP berhak melanjutkan ke tahapan usulan pemeriksaan.
Segera Laporkan SPT Tahunan Anda
Kawan Pajak, ayo segera lapor SPT tahunan! Dengan lapor SPT, kita wujudkan wajib pajak yang patuh kepada ketentuan perpajakan. Mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Ingat, Kawan Pajak. Lebih awal lebih nyaman. Tapi kalau sudah terlewat, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 234 views