Sosok Ibu, Kontributor bagi Keluarga dan Negara

Oleh: (Reyhan Yunus), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Hari Ibu adalah momen istimewa yang dirayakan untuk menghargai peran seorang ibu. Di Indonesia, Hari Ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember dengan makna yang mendalam sebagai bentuk penghormatan kepada ibu dan simbol perjuangan bagi kaum perempuan atas peran dalam membangun keluarga dan masyarakat di Indonesia.
Sejarah Hari Ibu
Peringatan Hari Ibu di Indonesia bermula dari Kongres Perempuan Indonesia I yang diselenggarakan pada 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut membahas isu-isu penting yang mencakup hak pendidikan bagi perempuan, kesetaraan hak perempuan dalam hukum, perlindungan terhadap perempuan dan anak, serta peran perempuan dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kongres Perempuan Indonesia I menjadi tonggak sejarah penting yang menunjukkan kesadaran politik, sosial, dan nasional perempuan yang tinggi sehingga sepatutnya memperoleh hak dan kewajiban yang setara dengan laki-laki dalam perjuangan bangsa.
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu untuk mengapresiasi peran dan perjuangan kaum perempuan dalam perjuangan bangsa Indonesia. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Peran Ibu
Ibu memegang peranan penting yang menjadi pusat kasih sayang. Peran Ibu terbilang sulit tergantikan dan vital sebagai pondasi yang menopang keutuhan keluarga. Ibu berperan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, mulai dari pendidik utama, pengasuh dan perawat, penjaga keharmonisan keluarga, pendukung emosional, pengelola rumah tangga, dan masih banyak lagi.
Dalam satu keluarga, tak jarang kita melihat seorang ibu yang juga bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya melalui beragam profesi. Ragam profesi yang dapat dijalani seorang ibu seperti pegawai negeri, pegawai swasta, pekerjaan bebas seperti artis, model, penulis, arsitek, ataupun berwirausaha seperti membuka warung makan, usaha salon kecantikan, dan masih banyak yang lainnya.
Penghasilan yang diterima ibu merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan demi meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Perlakuan Pajak
Penghasilan yang diterima oleh ibu merupakan salah satu objek Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Ketentuan mengenai perlakuan PPh bagi ibu atau wanita yang telah kawin tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh jo. UU HPP yang berbunyi:
“Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, perlakuan PPh bagi penghasilan wanita yang telah kawin dalam satu keluarga umumnya digabungkan dengan penghasilan suami sebagai kepala keluarga. Oleh sebab itu, pajak melihat satu kesatuan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis. Hal ini juga berlaku terhadap penghasilan yang diterima oleh anak yang belum dewasa.
Dengan demikian, perlakuan PPh yang mungkin terjadi atas penghasilan yang diterima wanita yang telah kawin terdiri atas dua mekanisme utama, yaitu saat penghasilan wanita yang telah kawin digabungkan dengan penghasilan suami dan saat dipisah dari penghasilan suami.
Dalam mekanisme pertama, hanya suami yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi. Penghasilan wanita yang telah kawin akan digabung dengan penghasilan suami apabila status kewajiban perpajakan suami istri adalah KK (Kepala Keluarga).
Terdapat dua kondisi dalam mekanisme pertama ini, yaitu penghasilan istri diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja dan dari dua atau lebih pemberi kerja.
Apabila istri menerima atau memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja, penghasilan tersebut akan dicatat sebagai penghasilan final dalam SPT Tahunan yang disampaikan suami. Namun syaratnya, penghasilan tersebut harus telah dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja istri dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. Misalnya, apabila suami menjalankan usaha dan istri yang menjadi salah satu pegawainya, pekerjaan istri akan dikatakan berhubungan dengan usaha suami. Dalam kasus tersebut, penghasilan istri tidak dapat diperlakukan sebagai penghasilan final.
Jika penghasilan istri memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai penghasilan final, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas penghasilan istri tidak dapat dijadikan sebagai kredit pajak dalam SPT Tahunan yang disampaikan suami. Selain itu, status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam SPT Tahunan tersebut menjadi K/jumlah tanggungan. Status PTKP tersebut hanya mencatat status kawin dan jumlah tanggungan dalam keluarga dengan jumlah maksimal tiga tanggungan. Sementara itu, status PTKP dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan pemberi kerja istri adalah TK/0 (tidak kawin tanpa tanggungan).
Kemudian, apabila istri menerima atau memperoleh penghasilan dari dua atau lebih pemberi kerja, penghasilan tersebut akan dicatat dan digabungkan dengan penghasilan suami menjadi total penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan yang disampaikan suami. Adapun atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas penghasilan sitri dapat dijadikan sebagai kredit pajak dalam SPT Tahunan yang disampaikan suami.
Status PTKP dalam SPT Tahunan tersebut selain mencatat status kawin dan jumlah tanggungan, juga mencatat penggabungan penghasilan istri. Dengan kata lain, status PTKP-nya menjadi K/I/jumlah tanggungan. Di sisi lain, sama seperti kondisi pertama, status PTKP dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan pemberi kerja istri adalah TK/0.
Kemudian, dalam mekanisme kedua di mana penghasilan wanita yang telah kawin dipisah dari penghasilan suami, kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disampaikan oleh suami dan istri masing-masing. Dengan kata lain, suami dan istri perlu memiliki NPWP masing-masing.
Terdapat tiga kondisi dalam mekanisme kedua ini, yaitu saat suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB atau Hidup Berpisah), dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH atau Pisah Harta), atau dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT atau Memilih Terpisah).
Pertama, status HB terjadi apabila suami istri telah bercerai berdasarkan putusan hakim. Dalam kondisi ini, perhitungan pajaknya dilakukan masing-masing oleh suami dan istri tersebut dengan status PTKP TK/jumlah tanggungan dan jumlah tanggungannya mengikuti kondisi sebenarnya suami dan istri.
Kedua, status PH terjadi apabila suami istri bersepakat melakukan pemisahan harta dan penghasilan. Perhitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri yang kemudian dihitung secara proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto masing-masing. Adapun status PTKP dalam SPT Tahunan yang disampaikan suami dan istri adalah K/I/jumlah tanggungan.
Ketiga, status MT terjadi apabila istri memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah dari suami. Perhitungan pajak dengan status MT sama seperti status PH, di mana penghasilan neto suami dan istri digabung dan kemudian PPh terutangnya dihitung secara proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto masing-masing. Begitu juga dengan status PTKP-nya, yaitu K/I/jumlah tanggungan baik dalam SPT Tahunan yang disampaikan oleh suami maupun istri.
Selamat Hari Ibu!
Sebagai pembayar pajak, ibu tidak hanya turut membantu negara, tetapi juga mendukung kesejahteraan keluarganya melalui peningkatan layanan pendidikan, kesehatan, sosial, serta mewujudkan lingkungan masyarakat yang lebih positif dengan pengentasan kemiskinan, peningkatan lapangan kerja, dan lain-lain.
Dengan membayar pajak, ibu berkontribusi langsung pada masa depan keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Mari meluangkan waktu untuk mengingat dan menghargai segala pengorbanan, cinta, dan kesabaran yang diberikan oleh ibu kepada kita. Kasih sayang ibu sepanjang masa menjadi sumber kekuatan, inspirasi, dan cinta tanpa akhir. Semoga kita semua dapat terus memberikan penghormatan dan perhatian kepada ibu, tidak hanya hari ini, tetapi setiap hari.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 298 views