Hakordia 2024: Peran Penyuluh Antikorupsi sebagai Katalisator Integritas dan Budaya Antikorupsi

Oleh: Andra Amirullah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memegang peran penting dalam pembangunan nasional dengan tugas mengumpulkan penerimaan pajak yang merupakan sumber utama pendapatan negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan sektor-sektor penting lainnya. Dalam menjalankan tugasnya, seluruh pegawai DJP dituntut untuk selalu memegang teguh Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan Nilai Inti Aparatur Sipil Negara BerAKHLAK. Salah satu di antara nilai-nilai Kementerian Keuangan adalah integritas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Kejujuran merupakan landasan utama dalam memberantas korupsi. Dengan menjunjung tinggi kejujuran, setiap individu di DJP akan memiliki integritas yang diharapkan dapat membentuk sikap antikorupsi.
Upaya pencegahan korupsi di DJP memerlukan peran pimpinan yang mau mengambil posisi pada garda terdepan dalam menjaga integritas organisasi dan memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada seluruh anggota timnya. Pada tahun 2022 Direktur Jenderal Pajak memberikan arahan perihal Pemberdayaan Penyuluh Antikorupsi di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Arahan ini berisi pedoman bagi unit kerja di DJP untuk memberdayakan penyuluh antikorupsi dalam upaya pencegahan korupsi. Pegawai DJP yang telah menjadi penyuluh antikorupsi tersertifikasi dapat diberdayakan untuk mendukung peran pimpinan atau atasan langsung yang merupakan narasumber utama dalam program induksi pencegahan korupsi bagi seluruh pegawai di unit kerjanya. Dalam hal ini, penyuluh antikorupsi dapat berperan sebagai katalisator integritas yang akan memperkuat upaya pencegahan korupsi.
Menyitir laman https://aclc.kpk.go.id/, penyuluh antikorupsi adalah seorang yang sudah mengikuti proses asesmen kompetensi mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) tentang Penyuluh Antikorupsi berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 303 tahun 2016. Pelaksanaan asesmen dilanjutkan dengan pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Komisi Pemberantasan Korupsi (LSP KPK) yang telah mendapatkan lisensi dari Badan Nasional Sertfifikasi Profesi (BNSP). Terdapat empat jenjang penyuluh antikorupsi berdasarkan pemenuhan unit kompetensi yaitu Penyuluh Antikorupsi Pertama, Muda, Madya, dan Utama.
Lahirnya sosok penyuluh antikorupsi adalah upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mencegah korupsi secara komprehensif melalui pintu pendidikan antikorupsi dan penanaman nilai-nilai integritas. Keberadaan penyuluh antikorupsi merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang dikenal sebagai Trisula Pemberantasan Korupsi, yang terdiri dari penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Melalui sula pendidikan, penyuluh antikorupsi berperan dengan melakuan penyuluhan antikorupsi di unit kerjanya masing-masing guna membangun kesadaran pegawai mengenai dampak korupsi sehingga dapat terbangun budaya antikorupsi yang melembaga yang diharapkan dapat m,emberikan output berupa keinginan untuk mencegah terjadinya korupsi. Penyuluh antikorupsi, dengan pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang pencegahan korupsi, memiliki peran penting dalam melakukan edukasi budaya antikorupsi kepada pegawai meliptui topi-topik sebagai berikut:
Dampak Negatif Korupsi
Perlu dibangun bahaya dan dampak negatif korupsi bagi pegawai yang akan menciptakan kesadaran akan dampak buruk korupsi seperti terampasnya hak-hak masyarakat, hancurnya kepercayaan publik kepada pemerintah, dan merusak reputasi serta mengancam keberlangsungan organisasi.
Regulasi yang Berlaku
Penyuluh antikorupsi dapat menjelaskan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi, termasuk ancaman sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku korupsi serta ancaman sanksi kepegawaian yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk mencegah pegawai melakukan tindakan korupsi karena pegawai memiliki kesadaran bahwa tindakan korupsi bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan pengkhianatan terhadap amanah dan kepercayaan yang diberikan oleh negara dan masyarakat.
Membangun Kesadaran Kolektif
Penyuluh antikorupsi dapat membangun hubungan yang lebih dekat dengan pegawai misalnya dengan sesi dialog atau berbagi pengalaman sehingga pesan-pesan tentang integritas akan lebih mudah diterima dan dipahami. Pegawai akan merasa lebih terlibat dan memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan nilai-nilai antikorupsi dalam bekerja. Hal ini akan menciptakan suasana kerja yang lebih positif dan mendukung terciptanya budaya organisasi yang menjunjung tinggi integritas.
Studi Kasus
Penyuluh antikorupsi dapat menyajikan studi kasus nyata tentang kasus korupsi yang terjadi di berbagai sektor. Contoh-contoh konkret kasus korupsi baik yang terjadi di dalam maupun di luar organisasi disampaikan untuk dapat melihat dampak buruk dari tindakan korupsi. Gambaran kerugian finansial, kerusakan reputasi, dan dampak buruk sosial yang diakibatkan oleh setiap kasus diharapkan dapat menggugah sikap antikorupsi dari pegawai. Kemudian, dari kasus yang tengah diuraikan, dapat disampaikan proses hukum yang dilalui oleh para pelaku korupsi, termasuk putusan pengadilan dan hukuman yang dijatuhkan. Pada akhirnya, studi kasus korupsi ini diharapkan pada kesimpulan berupa pelajaran berharga yang dapat diambil, sehingga dalam diri pegawai tertanam rasa untuk menghindari kesalahan yang sama.
Pemberdayaan penyuluh antikorupsi dapat mendorong keberlanjutan upaya pencegahan korupsi pada DJP. Tidak hanya dengan memenuhi target program pencegahan korupsi berupa pencapaian output semata, tetapi lebih dari itu, menghasilkan outcome yang berdampak panjang dengan terbangunnya fondasi yang kuat berupa budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan bebas dari korupsi. Pemberdayakan penyuluh antikorupsi tentunya menjadi katalisator yang memperkuat komitmen DJP dalam memerangi korupsi. Pada akhirnya ia akan meningkatkan kinerja organisasi, meningkatkan kepercayaan publik, serta berujung pada meningkatnya pemenuhan kepatuhan perpajakan.
Selamat menyambut Hari Antikorupsi Sedunia 2025!
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 201 views