Membangun Sendiri Rumah kok Kena PPN?

Oleh: Samsul Arifin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sedang riuh rendah pemberitaan bahwa membangun sendiri rumah tanpa kontraktor mulai tahun depan akan dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Benarkah berita tersebut? Bukankah ketika membeli bahan bangunan kita sudah membayar PPN? Kenapa dikenakan PPN lagi saat membangun bangunan.
PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) bukan merupakan pajak baru, PPN KMS telah diterapkan sejak 1995. Pengaturan PPN KMS dituangkan dalam ketentuan khusus Pasal 16C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) dan perubahannya. Perubahan atas UU PPN/PPnBM yang mulai memberlakukan PPN KMS adalah UU 11/1994.
Bunyi Pasal 16 C sebagai berikut, "Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan".
PPN KMS dikenakan dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran PPN dan memberikan perlakuan yang sama dan untuk memenuhi rasa keadilan antara pihak yang membeli bangunan dari Pengusaha Real Estate atau yang melakukan pembangunan kepada pemborong dan pihak yang membangun sendiri.
Tanpa ketentuan PPN KMS, rumah dengan nilai Rp500 juta yang dibeli Tuan A dari pengembang akan dipungut PPN sesuai tarif yang berlaku (mulai April 2022 sebesar 11%) atau senilai Rp55 juta. Demikian pula ketika kita memasrahkan pembangunan rumah kepada pemborong, akan dikenai PPN dengan jumlah yang sama. Namun, dengan nilai yang sama, Tuan B yang membangun sendiri rumah tanpa kontraktor tidak dikenai pajak. Oleh karena itu PPN KMS menjembatani keadilan antara membangun melalui pihak ketiga dan membangun sendiri dengan batasan luas tertentu.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk mengenakan PPN atas semua kegiatan membangun sendiri. Untuk itu Menteri Keuangan menetapkan batasan untuk menghindari pengenaan PPN KMS terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Pada awal penerapan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 595/KMK.04/1994, batasan PPN KMS adalah luas bangunan 400 meter persegi dengan tarif efektif PPN 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan. Lain kata, tarif efektifnya cukup kecil, yakni 4%. Sehingga PPN tidak dikenakan atas keseluruhan biaya namun hanya 40% dari biaya.
Ketentuan terbaru PPN KMS diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 (selanjutnya disebut PMK-61). Batasannya adalah luas bangunan paling sedikit 200 meter persegi dengan tarif PPN Besaran Tertentu 20% dari tarif PPN yang berlaku atau 2,2% untuk saat ini dan 2,4% pada saat tarif PPN yang berlaku 12%.
Tarif PPN KMS hanya sebesar 2,2%. Hal ini dari hasil perkalian antara tarif umum PPN yang berlaku saat ini 11% x 20%. Di sini bisa kita lihat perkembangan tarif PPN KMS mengalami penurunan demi melindungi golongan ekonomi lemah. Dari yang awalnya 4%, saat ini menjadi 2,2%. Pengenaan tarif PPN dengan besaran tertentu dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan.
Penggunaan PPN KMS dengan besaran tertentu dengan tarif lebih rendah dari tarif umum pada prinsipnya telah memperhitungkan PPN yang telah dibayar pada saat membeli bahan bangunan.
Ketentuan baru dilakukan perubahan jika PPN pembelian bahan bangunan bagi Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikurangkan (dikreditkan) dalam penghitungan PPN kurang bayar. Namun pembayaran PPN KMS yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan.
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk penghitungan PPN KMS adalah sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan untuk setiap bulan sampai bangunan selesai tidak termasuk biaya perolehan/pembelian tanah.
Sebagai contoh, Tuan A membangun rumah sebesar 200 meter persegi, biaya yang dikeluarkan pembelian tanah sebesar Rp200 juta. Pembelian bahan bangunan seluruhnya Rp180 juta dan biaya pekerja Rp70 juta. Tuan A terutang PPN KMS 2,2% x (Rp180 juta + Rp70 juta) = Rp5,5 juta. Tuan A tidak perlu memperhitungkan Rp200 juta biaya pembelian tanah dalam komponen dasar pengenaan pajak. Jadi, meringankan, bukan?
Dalam PMK-61 juga diatur bahwa orang atau badan dapat dikecualikan dari tanggung jawab membayar PPN KMS sepanjang dapat memberikan data dan informasi yang benar meliputi identitas dan alamat lengkap dari pihak lain yang membangun bangunannya namun tidak memungut PPN.
Dilihat dari aspek keadilan pengenaan PPN KMS sangatlah tepat. Seseorang yang membangun rumah dengan batasan tertentu --paling sedikit 200 meter persegi-- diberikan beban PPN, sebagaimana pihak yang membeli rumah dari developer maupun jika dikerjakan kontraktor.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 858 views