Mengapa THR Harus Kena Pajak?

Oleh: Muhamad Satya Abdul Aziz, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Bulan Ramadan yang baru saja telah kita jalani, merupakan bulan suci bagi umat Islam. Bukan hanya menjadi bulan yang istimewa bagi umat islam, Ramadan juga menjadi momentum untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada setiap tahunnya. Dalam kegiatan ekonomi masyarakat secara umum, datangnya bulan Ramadan juga berdampak positif, diantaranya konsumsi rumah tangga meningkat sehingga belanja masyarakat naik dan roda ekonomi menjadi berputar lebih kencang. Pergerakan ekonomi pada bulan Ramadan bergulir di berbagai sektor, mulai dari barang-barang kebutuhan pokok, mudik, transportasi, jasa bahkan hingga pariwisata.
Salah satu aspek ekonomi yang juga menjadi fokus pada Bulan Ramadan adalah pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016 atau Permenaker THR), THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para karyawan atau pekerja. Tradisi memberikan THR kepada karyawan pada bulan Ramadan menjadi momen yang sangat dinanti-nanti, karena memberikan kegembiraan dan memperkuat rasa solidaritas di tempat kerja.
Berdasarkan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, para pekerja atau buruh yang telah bekerja selama satu bulan memiliki hak untuk menerima THR dari perusahaan. Bagi pekerja atau buruh yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, mereka berhak mendapatkan THR setara dengan satu bulan upah. sedangkan untuk pekerja atau buruh yang telah bekerja minimal satu bulan secara terus-menerus namun kurang dari 12 bulan akan diberikan THR secara proporsional. Hal ini dihitung dengan membagi jumlah masa kerja mereka dengan 12 bulan, kemudian hasilnya dikalikan dengan satu bulan upah.
THR tergolong jenis penghasilan yang bersifat tidak teratur karena diperoleh satu kali dalam satu tahun atau satu periode. Karena penghasilan tersebut diterima oleh pekerja, maka THR dikenakan pajak, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Dalam hal ini, PPh 21 atas THR.
Potongan pajak atas THR tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementrian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan bahwa potongan pajak penghasilan (PPh) 21 karyawan untuk THR lebih besar dibandingkan bulan lainnya lantaran seiring digunakannya metode perhitungan PPh 21 dengan Tarif Efektif Rata-rata (TER). Banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh masyarakat mengenai kebijakan potongan pajak THR tahun ini, namun perhitungan TER sudah sesuai dengan international best practice yang digunakan di negar-negara lain.
Selain itu, perhitungan dengan menggunakan TER dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah pemberi kerja dalam melakukan pemotongan terhadap pajak karyawan. Pemberi kerja dalam melakukan pemotongan pajak THR hanya perlu menjumlahkan gaji dan THR kemudian mengalikan jumlah tersebut dengan tarif efektif bulanan yang tertera. Dari sekian kehebohan yang terjadi di masyarakat, pertanyaan yang timbul seperti “Mengapa THR harus kena pajak?” akan muncul, padahal setiap keputusan yang diambil pemerintah sudah dipertimbangkan dengan matang dan manfaatnya akan dirasakan untuk kepentingan masyarakat.
Penyeimbangan di Akhir Tahun
Pemotongan pajak yang dilakukan di akhir tahun, yang mana tidak adanya tunjangan tambahan dan pendapatannya hanya berupa gaji, maka gaji yang terkena potongan pajak akan lebih besar. Selain itu, pemotongan pajak pada THR dilakukan berdasarkan TER dilakukan untuk memudahkan masyarakat yaitu wajib pajak berupa orang pribadi dan pemberi kerja dalam melakukan pemotongan.
Pada akhir tahun, akan terjadi penyesuaian apakah terdapat status kelebihan pemotongan atau kurang bayar. Kelebihan potongan akan dikembalikan oleh pemberi kerja paling lambat akhir masa pajak berikutnya, atau jika masih terdapat kurang pemotongan, pada bulan Desember (masa pajak terakhir) akan dipotong sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Ciptaker). Penetapan potongan pajak THR tidak akan menambah beban pajak masyarakat karena menurut perhitungan secara keseluruhan dalam setahun, jumlah beban wajib pajak akan tetap sama, sesuai dengan Pasal 17 UU PPh jo. UU Ciptaker.
Dukungan terhadap (Per)Ekonomi(an)
THR yang dikenai pajak merupakan salah satu cara yang dapat membantu pemerintah dalam menyeimbangkan anggaran negara dan memberikan dukungan kepada sektor ekonomi yang beragam, termasuk melalui investasi dalam infrastruktur dan program ekonomi lainnya. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang memiliki aspek penting untuk menjamin kehidupan masyarakat. Hal tersebut karena penerimaan negara terhadap pengenaan pajak akan dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk berbagai jaminan sosial dan fasilitas yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Manfaat pentingnya pajak dapat dirasakan salah satunya masyarakat dapat menikmati subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, subsidi sosial, dan pelayanan kesehatan. Pembangunan dan pertumbuhan negara melalui dana dari pajak juga dapat memajukan sektor pariwisata di Indonesia yang mana akan terbukanya lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan.
Pemotongan pajak THR memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat, antara lain meningkatkan daya beli, kesejahteraan, dan kesadaran akan kewajiban pajak. Pemotongan pajak ini juga mendukung stabilitas ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi individu, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai lapisan.
Selain itu, THR yang dikenai pajak dapat menunjukkan komitmen bangsa Indonesia dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan pemberian insentif perpajakan dan sikap optimis telah mendorong masyarakat untuk patuh pajak, meningkatkan penerimaan pajak, dan mempercepat pemulihan ekonomi. Membayar pajak THR bukan hanya sekadar suatu hal yang dipatuhi, tetapi juga sebagai salah satu bentuk cinta tanah air dan membangun perkenomian yang semakin maju.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 17793 views