Ramadan Kali Ini, Secerah Apa Ekonomi Bersinar?

Oleh Revanza Almaas, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Bulan Ramadan menjadi sebuah periode penuh berkah dan momen istimewa bagi umat Islam di Indonesia. Tak hanya sarat makna spiritual, Ramadan juga menjadi periode krusial bagi roda ekonomi nasional. Bulan Ramadan identik dengan tradisi buka puasa bersama, bagi-bagi tunjangan hari raya (THR), dan mudik Lebaran. Tradisi berbuka puasa, mudik Lebaran, dan tradisi lainnya itu memicu lonjakan konsumsi masyarakat. Hal ini menguntungkan berbagai sektor, mulai dari industri makanan dan minuman, ritel, hingga pariwisata.
Dalam industri makanan dan minuman, kita bisa dengan mudah menyaksikan dan merasakan bahwa permintaan produk makanan dan minuman meningkat signifikan, terutama untuk takjil dan hidangan berbuka puasa. Banyak pusat jajanan takjil merekah di pinggir jalan. Di sektor ritel, pusat perbelanjaan dan pasar tradisional ramai dikunjungi masyarakat yang berbelanja kebutuhan Ramadan dan lebaran. Kudapan dan penganan kering, kurma, serta minuman botolan seperti sirup adalah andalan yang banyak diburu di kala Ramadan. Sementara itu, di sisi pariwisata, aktivitas mudik lebaran mendorong mobilitas masyarakat dan meningkatkan okupansi hotel, restoran, dan tempat wisata. Berbagai tempat wisata baru bermunculan dan ramai pengunjung.
Berakhirnya Pandemi
Kondisi ekonomi Indonesia dinilai sudah mulai bangkit dari dampak pandemi. Pada tahun 2020 dan 2021, pemerintah melimitasi mobilitas penduduk berkenaan dengan pandemi Covid-19 untuk mencegah penyebaran virus. Aktivitas mudik pun dilarang pada saat itu. Namun, sejak Ramadan 2022, pembatasan tersebut dihapus seiring dengan landainya kasus Covid-19. Ketiadaan pembatasan pada tahun 2024 memiliki arti yang baik bagi ekonomi dan penerimaan negara. Ini karena aktivitas mudik akan menaikkan aktivitas sektor pariwisata dan transportasi.
Kenaikan Penerimaan Pajak Konsumsi dan Zakat
Ramadan dan Idulfitri pun diprediksi mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II. Peningkatan permintaan dan uang yang beredar berperan sebagai faktor dari hal tersebut. Pajak juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi ini. Peningkatan konsumsi makanan dan minuman akan meningkatkan penerimaan pajak negara, utamanya pajak pertambahan nilai (PPN, pajak pusat) dan pajak restoran (pajak daerah).
PPN dalam negeri diperkirakan masih tetap menjadi tulang punggung penerimaan pajak negara. Kegiatan ekonomi pada bulan Ramadan yang tinggi dan naiknya tarif PPN adalah faktor kuatnya pertumbuhan PPN dalam penerimaan negara. Tradisi buka bersama juga akan menyundul pajak konsumsi lain, yaitu pajak restoran yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Selain pajak, penerimaan datang dari sisi zakat dan infak. Seperti yang diketahui, bulan Ramadan juga identik dengan zakat dan infak yang dibayarkan umat Islam. Zakat dan infak yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan lembaga zakat lainnya seperti LAZIZ dan LAZ, dapat menjadi sumber pendapatan lain yang dapat membantu menyejahterakan negeri. Pada Idulfitri, secara tradisional, akan ada mudik lebaran yang puncaknya terjadi di akhir Ramadan hingga awal Syawal. Penerimaan dari sektor transportasi pun turut terdongkrak. Namun, pada tahun ini, ada poin yang menjadi kekhawatiran para ahli ekonomi.
Tantangan
Terdapat hal yang berpotensi menahan ekonomi Ramadan dan Lebaran tahun ini, yakni kenaikan harga pangan dan harga energi. Walaupun Ramadan dan Lebaran biasanya mencetak pertumbuhan ekonomi tertinggi sepanjang tahun, pada dua tahun terakhir, kelajuannya menurun. Pada tahun 2021, ekonomi pada Ramadan dan lebaran (triwulan II) masih tumbuh 7,07% secara tahunan, tetapi pada triwulan II tahun 2022 melambat menjadi 5,44% dan 5,17% pada triwulan II tahun 2023. Bisa saja ekonomi Ramadan dan Lebaran tahun ini akan makin lambat sehubungan dengan lonjakan harga pangan, seperti beras, cabai, daging, dan minyak goreng. Harga memang normalnya naik pada saat Lebaran, tapi kenaikan harga pangan kali ini sudah menanjak sejak awal tahun (sebelum Ramadan).
Lebih lanjut, kenaikan harga-harga dikhawatirkan bisa menurunkan minat wisata dan beli-beli masyarakat yang pada akhirnya menurunkan proyeksi penerimaan sektor pariwisata dan transportasi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, kenaikan pertumbuhan ekonomi pada masa yang sama pada Ramadan tahun ini diperkirakan lebih kecil dari sebelumnya.
Upaya Pemerintah
Dalam menyikapi momen Lebaran dan Ramadan, untuk mengoptimalkannya, pemerintah dari tahun ke tahun telah berupaya menjaga stabilitas harga bahan pokok, melakukan operasi pasar dan memberikan subsidi. Pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan memastikan kestabilan pasokan. Kedua, pemerintah memberikan perhatian pada arus mudik lebaran, seperti meningkatkan infrastruktur transportasi dan mengoptimalkan sistem mudik. Pemanfaatan teknologi digital yang diterapkan pemerintah juga membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam berbagai sektor, seperti perdagangan, pariwisata, dan pembayaran pajak.
Sementara itu, upaya pemerintah dalam memeriahkan konsumsi masyarakat pada Ramadan dan lebaran terlihat pada pemberian bantuan sosial dan pencairan THR kepada pegawai negeri, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Kenaikan daya beli dan konsumsi rumah tangga diharapkan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
Momen Ramadan dan Lebaran merupakan berkah ekonomi dan sekaligus tantangan fiskal bagi Indonesia, di mana peningkatan permintaan akan barang dan jasa akan memicu inflasi. Peningkatan konsumsi pada momen-momen ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penerimaan pajak. Momen Ramadan dan Lebaran adalah kesempatan emas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, diperlukan upaya kolektif dari pemerintah, pengusaha/pebisnis, dan masyarakat untuk memaksimalkan peluang dan mengatasi tantangan yang ada. Dengan pengelolaan fiskal yang prudent dan sinergi kita dengan pemerintah yang baik, momen ini dapat menjadi pendorong utama pemulihan ekonomi nasional.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 91 views