Momentum Ramadan untuk Mewujudkan Insan Pajak yang Zahid

Oleh: Fatikha Faradina, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan bersedih terhadap apa yang tidak kamu dapatkan, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Quran Surat Al Hadid: 23)
Akibat nila setitik rusak susu sebelanga itulah kiranya gambaran kondisi instansi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini sejak mencuatnya kasus --tahun lalu-- kekerasan dan pamer gaya hidup mewah yang dilakukan oleh anak seorang oknum pegawai pajak, yang belakangan oknum tersebut dijatuhi sanksi pemberhentian oleh organisasi. Kasus tersebut merembet hingga ke latar belakang keluarganya yang mana sang ayah, diketahui merupakan pejabat eselon III DJP Kementerian Keuangan, yang belakangan dicopot. Selaras dengan pepatah Jawa, anak polah, bapa kepradah, apa yang dilakukan oleh seorang anak akan menimbulkan dampak yang ditanggung oleh sang bapak. Oknum tersebut menjadi bulan-bulanan publik karena harta kekayaannya yang dinilai tidak wajar dan terdapat ketidaksesuaian antara harta yang dimiliki dan harta yang dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Alhasil berbagai sentimen negatif menghujani DJP dan masyarakat Indonesia bahu-membahu mengambil peran sebagai algojo di ruang publik --dan juga jagad maya, tentunya. Dalam konferensi pers sebelumnya (Jumat, 25/02/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melontarkan pernyataan bahwa kasus tersebut mencederai reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Keuangan.
Namun, satu hal yang tak boleh dilupakan bahwa kasus tersebut juga menyakiti puluhan ribu pegawai DJP yang tersebar di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Puluhan ribu pegawai lainnya yang tidak ikut campur dan tidak tahu-menahu tentang duduk perkara kasus oknum tersebut habis dihujani cacian oleh masyarakat Indonesia. Para pegawai tersebut merupakan puluhan ribu insan pajak yang mengabdikan diri memperjuangkan nafkah demi menghidupi keluarga masing-masing hingga pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka harus merasakan imbas dari kasus tersebut. Rasanya sungguh tidak adil apabila karena kesalahan satu orang semua pihak yang tidak bersalah harus menanggung sanksi sosial.
Hingga bulan Ramadan 1445 Hijriah ini tiba sebagai tamu agung yang menjadi oase bagi pegawai DJP di tengah hiruk pikuk sentimen negatif yang ada. Bahkan di tengah hantaman tudingan miring dari setiap penjuru negeri, seluruh pegawai pajak masih harus menunjukkan performa terbaiknya untuk berjibaku dengan jatuh tempo pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Orang Pribadi, agenda pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi yang terus bergulir sejak 14 Juli 2022 sebagai bagian dari agenda metamorfosis instansi dalam balutan Reformasi Perpajakan. Pegawai pajak diingatkan kembali dengan janji Allah SWT dalam QS. Hud Ayat 11 bahwa orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. DJP diuji untuk terus memberikan pelayanan prima di tengah padatnya kegiatan di awal bulan yang dijuluki Syahrul Mubarok ini.
Selain itu, dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang ada, penting bagi para pegawai DJP untuk saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Dengan membangun solidaritas dan kerja sama tim, mereka dapat melalui masa sulit ini dengan lebih kuat dan kokoh. Dalam kebersamaan, mereka dapat saling memberikan semangat dan dorongan untuk tetap menjaga integritas dan melakukan tugas mereka dengan baik, sebagai bentuk tanggung jawab kepada negara dan masyarakat. Dengan demikian, semangat kolektif untuk menghadapi cobaan ini dapat menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
Momen ini juga merupakan kesempatan besar bagi kita untuk meneladani perilaku zahid. Tentu banyak insan pajak yang memegang teguh integritas, hidup sederhana, tidak silau dan rakus akan godaan duniawi, dibandingkan dengan segelintir oknum yang mencoreng reputasi institusi. Ramadan merupakan momen emas untuk membuktikan kepada khalayak, bahwa insan pajak layak menjadi teladan.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 46 views