Oleh: Yacob Yahya, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Penyuluh Antikorupsi Madya dan Ahli Pembangun Integritas Muda

 

Tahun ini bisa jadi merupakan ujian –yang kesekian kalinya– bagi institusi tercinta kita, Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sempat ramai di pemberitaan, bermula dari sepak terjang anak oknum pegawai yang petentengan menganiaya anak orang lain, dan sok pamer harta kekayaan, terkuaklah sejumlah aset yang fantastis yang tidak wajar jika disandingkan dengan profil oknum pegawai tersebut –orang tua anak itu. Dari situlah, dikutip dari berbagai media, merambat ke tengara bahwa oknum tersebut didakwa menerima gratifikasi Rp16,6 miliar dan melakukan pencucian uang hingga Rp100 miliar. Belum lagi di persidangan, terungkap bahwa dia memasang nama istrinya bertindak seolah-olah sebagai konsultan pajak.

Di lain perkara, saat ini kita simak proses persidangan yang masih bergulir soal kasus gratifikasi yang menyangkut mantan Pejabat Eselon II –belakangan menyeret dua tersangka lain. Pundi-pundi yang dia keruk senilai Rp44,1 miliar dari 10 perusahaan dalam kurun 2014-2019. Ditambah lagi, awal November yang lalu, tiga oknum pegawai pajak di Palembang yang berkomplot mengakali kewajiban perpajakan sejumlah wajib pajak dan menerima imbalan dari wajib pajak yang mereka mainkan, dicokok aparat penegak hukum.

Berkaca pada sejumlah kasus di atas, apakah wajah DJP muram dan masa depannya suram dalam konteks pemberantasan korupsi? Saya memilih untuk tetap optimis. Masalah korupsi berkaitan erat dengan upaya menjaga integritas. Sampai kapan kita menjaga integritas itu? Harus istikamah sampai akhir hayat. Dan ia harus ditanamkan, digaungkan, diingatkan terus-menerus. Misalnya sebagai muslim, tentu kita wajib salat sekurangnya lima kali sehari. Atau pemeluk agama lain, tentunya punya ritual rutin dalam beribadah. Sekali lagi, rutin. Berulang-ulang dikuatkan. Soalnya, menurut seorang kawan, integritas adalah soal menjaga hati. Dan hati berasal dari kata “qalb” alias “kalbu”. Ia merupakan segumpal daging yang atas kehendak-Nya, dapat berbolak-balik dengan mudahnya. Hari ini suka, nanti benci. Hari ini boleh jadi alim, besok hari siapa tahu khilaf. Dan sebaliknya, kemarin berbuat dosa, hari ini bertobat.

Tentu saja kita menyayangkan, mengapa terulang lagi dan lagi para oknum mencoreng reputasi institusi. Sementara itu, risiko reputasi merupakan risiko yang paling penting untuk dimitigasi karena menyangkut kepercayaan publik kepada para fiskus dalam mengelola #UangKita, khususnya dari sektor penerimaan pajak negara. Namun, seketat apa pun sistem pencegahan dan pengendalian fraud, bukan jaminan bahwa para pegawainya emoh tergoda untuk korupsi. Mengapa? Karena manusia bukan malaikat yang memiliki hati murni. Yah itu tadi, hati dapat berbolak-balik. Yang sangat penting adalah, bagaimana sebuah institusi memiliki ketentuan dan mekanisme yang terukur, yang memastikan bahwa para oknum pelaku rasuah atau fraud, benar-benar diberikan sanksi sesuai ketentuan dan ditindak dengan tegas. Dan hingga kini, Kementerian Keuangan –termasuk DJP– tidak menoleransi tindakan oknum pegawai yang menggangsir uang rakyat, yang mengkhianati semangat reformasi birokrasi, juga yang mengecewakan ekspektasi publik.

Trisula Pemberantasan Korupsi

Konon, korupsi merupakan extraordinary crime. Dampaknya luar biasa, merampas masa depan generasi mendatang. Oleh karena itu, diperlukan juga extraordinary effort dalam memeranginya. Tentu ini sejalan dengan tema Hari Antikorupsi Sedunia tahun ini, yakni “Sinergi Berantas Korupsi, untuk Indonesia Maju”. Kolaborasi dan kerja sama merupakan kata kunci karena dengan orkestrasilah langkah pemberantasan korupsi berjalan efektif. Di kala para koruptor bersekongkol menyempurnakan modusnya, kita juga harus menggalang aliansi dalam memeranginya.

Terdapat tiga jurus pemberantasan korupsi, yang mana setiap elemen harus bersinergi tanpa merasa salah satunya yang paling penting. Ketiganya adalah penindakan, pencegahan, serta edukasi atau kampanye.

Langkah penindakan bertujuan untuk membuat orang takut dan jera berbuat korup. Dengan ancaman sanksi yang berat, para aparat penegak hukum mencokok para koruptor. Jurus pencegahan bertujuan untuk membuat orang tidak bisa berbuat korup –kendati masih ada niat. Celah semakin sempit, dengan sistem pengawasan dan modernisasi pelayanan. Misalnya, memperlebar kanal layanan non-tatap muka, supaya membuat makin jarang terjadinya pertemuan antara petugas layanan dan penerima layanan. Langkah edukasi dan kampanye antikorupsi bertujuan untuk membangun karakter tidak mau dan malu berbuat korupsi. Hal ini bisa dilakukan dengan komitmen pimpinan yang memberikan keteladanan. Selain itu, Penyuluh Antikorupsi dan Ahli Pembangun Integritas (Paksiapi) perlu diberdayakan.

Pemberdayaan Paksiapi

Kementerian Keuangan merupakan institusi terdepan dalam memberdayakan para Paksiapi, dalam hal jumlah anggotanya. Di antara lebih dari 40 Forum Paksiapi di seluruh Indonesia, baik di tingkat Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, maupun organisasi swasta, Forum Paksiapi Dana Rakca memiliki anggota terbanyak, yang terdiri atas kurang-lebih 470 orang Paksi dan tujuh orang API. Dari jumlah itu, sekitar 100 orang merupakan pegawai DJP. Di sini, komitmen Menteri Keuangan sangat terlihat, lantaran Forum Paksiapi Dana Rakca ini dikukuhkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 490/KMK.09/2022, tepat pada saat peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di lingkungan Kementerian Keuangan, tahun lalu.

Saat itu, sebagaimana dikutip dari kanal aclc.kpk.go.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani berpesan dengan tegas, bahwa para Paksiapi harus diberdayakan. “Tidak hanya dipanggil menjelang Hari Antikorupsi (Sedunia --red),” tutur beliau.

Paksiapi ini dapat membangun sistem integritas di tiap-tiap lingkungan unit kerjanya, serta menularkan semangat integritas tersebut, dengan membangun pulau integritas (island of integrity), dengan menggandeng beragam pemangku kepentingan. Paksiapi juga berperan mendampingi pimpinan unit kerja dalam memberikan keteladanan melalui walk the talk. Bahkan, DJP meluncurkan program penguatan integritas, bahwa pemaparan materi antikorupsi wajib dilakukan oleh pimpinan unit kerja itu sendiri, yang mana Paksiapi dapat menjadi pendamping. Sesuai dengan arahan Inspektorat Jenderal dalam Musyawarah Kerja Nasional Forum Paksiapi Dana Rakca, beberapa waktu lalu, Paksiapi dapat juga berperan membangun budaya speak up and listen up. Kita harus berani bersuara sekaligus mendengarkan dalam hal terjadi indikasi penyelewengan di tempat kerja.

Pertahanan Tiga Lini

Budaya sadar risiko juga sangat penting untuk dibangun. Kementerian Keuangan melalui Inspektorat Jenderal telah merumuskan pertahanan tiga lini (three lines of defense), yang mana pertahanan justru dibangun sejak lini pertama, yakni pada pemilik proses bisnis. Setiap pegawai harus waspada dan menjaga diri dari risiko yang melekat dengan tugas dan fungsinya. Pegawai harus menyadari, bahwa memitigasi risiko dan menangani risiko bukan hanya tugas Unit Kepatuhan Internal (UKI). Soalnya, selain UKI berada di lini kedua, juga sudah seharusnya menjadi kesadaran masing-masing pegawai dalam menjaga diri dari risiko tersebut, terutama risiko fraud. Lini kedua adalah UKI yang bertugas memantau dan mendampingi lini pertama. Sedangkan lini terakhir adalah Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang bertugas merumuskan kebijakan kepatuhan internal dan memberikan asurans atau penjaminan mutu bahwa pelaksanaan program-program kepatuhan internal berjalan dengan baik. 

Nilai-Nilai Integritas

Melalui contoh-contoh keteladanan, nilai-nilai antikorupsi dapat ditanamkan dengan gamblang dan terang-benderang. Nilai-nilai integritas tersebut terdiri atas sembilan nilai, yang sangat mudah diingat dengan akronim jembatan keledai. Kesembilan nilai tersebut adalah “Jumat Bersepeda Kaka”, yakni jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Dimulai dari diri sendiri, saat ini juga, mari kita amalkan dan tanamkan nilai-nilai integritas tersebut.

Akhir kata, selamat merayakan Hari Antikorupsi Sedunia 2023. 

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.