Siap-siap ‘Flash Sale’ Tarif Pajak Pertambangan Batubara
Oleh: Anang Purnadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Bulan Agustus lalu pemerintah menerbitkan beleid baru mengenai perlakuan pajak bagi perusahaan tambang mineral. Beleid itu bertajuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam Bab IV dicantumkan bahwa, perlakuan perpajakan dan atau PNBP ini untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang merupakan perubahan bentuk usaha pertambangan dari Kontrak Karya yang belum berakhir kontraknya.
Dapat disimpulkan bahwa beleid ini merupakan mengarah kepada kewajiban pajak dan PNBP PT Freeport Indonesia (PTFI). Bisa dipahami bahwa kebijakan ini merupakan satu dari empat poin negosiasi antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport Indonesia dalam upaya divestasi saham sebesar 51%.
Mulai Berlaku Tahun Pajak 2019
Dalam beleid ini dicantumkan penurunan PPh Badan untuk Freeport Indonesia seperti yang termuat dalam Pasal 15 ayat 1 poin d disebutkan sebesar 25%. Artinya tarif PPh Badan Freeport Indonesia mengalami penurunan sebesar 10% dibanding dengan Kontrak Karya Freeport Indonesia sekarang ini yang masih sebesar 35%.
PP ini berlaku mulai 2 Agustus 2018. Namun khusus ketentuan perlakukan PPh bagi wajib pajak IUPK, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan pemegang Kontrak Karya mulai berlaku sejak tahun pajak 2019.
Tambang Batubara Menyusul
Pengusaha tambang batubara bersiap-siap untuk menerima insentif lagi dari pemerintah. Setelah beleid perpanjangan izin dikendorkan, pemerintah akan menurunkan tarif pajak pertambangan batubara.
PP 37/2018 berlaku untuk perusahaan pertambangan mineral, contohnya PT Freeport Indonesia sedangkan batubara belum tercakup.
Seperti diberitakan dalam harian Kontan, dalam usulan beleid akan dicantumkan besaran PPh Badan 25% untuk Pemegang Kontrak Pertambangan Batubara Generasi Pertama (PKP2B) dari sebelumnya sebesar 45%. Tetapi untuk tarif pungutan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) naik menjadi 15% dari tarif sekarang 13,5%.
Selain itu terdapat tambahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pemerintah pusat sebesar 4% dan pemerintah daerah 6% dari laba bersih. Secara matematis total pungutan pajak dan PNBP di beleid baru akan menjadi lebih rendah 8,5% dari total saat ini.
Libatkan Beberapa Kementerian dan Lembaga
Rofianto Kurniawan selaku Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF menyatakan bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pajak dan PNBP Batubara masih dibahas secara bersama antar kementerian dan lembaga, serta mempertimbangkan pandangan para pengusaha. Adapun yang terlibat adalah Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Hukum dan HAM, serta Sekretaris Negara.
Hal ini merupakan langkah revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Diharapkan RPP dapat diselesaikan tahun 2018 ini dan bisa berjalan di tahun 2019.
Jika disetujui maka beleid ini akan menyetarakan dengan beleid sebelumnya PP 37/2018 sehingga ada persamaan perlakuan antara perusahaan tambang mineral dengan tambang batubara. Asas keadilan lebih bisa dirasakan bagi kedua jenis perusahaan tambang tersebut.
Dari sisi pengusaha hal ini dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan dan keadilan investasi di sektor tersebut. Di sisi sebaliknya pemerintah, insentif itu tidak menurunkan penerimaan dikarenakan ada kenaikan tarif DHPB dan PNBP. Penurunan PPh Badan menguntungkan investor, tetapi ada tambahan pajak dari laba bersih. Jika laba bersih meningkat, maka nominal pajak yang diterima juga akan meningkat.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 3854 views