Resolusi Tahun Baru untuk Indonesia, Lebih Awal Lebih Nyaman

Oleh: Lisa Amalia Artistry Ramadhani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Reformasi Pajak mungkin sejatinya bisa disebut sebagai salah satu resolusi tahun baru Direktorat Jenderal Pajak untuk memaksimalkan tugas dan fungsinya dalam melayani masyarakat Indonesia. Pelbagai sudut diupayakan dengan perbaikan, mulai dari sistem, database, modernitas aplikasi dan tentu percepatan pelayanan kepada wajib pajak. Namun, semua yang diupayakan itu hanyalah sebuah media, alat bantu, dan jalan untuk dalam niat ikhtiar agar perpajakan Indonesia lebih baik. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana media tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin agar tepat sasaran sesuai impian semua pihak?
Modernitas era dewasa ini menuntut perubahan yang signifikan terhadap berbagai aspek. Ketepatan, kecepatan, efisiensi dan efektifitas merupakan pakem baru yang diamini banyak pihak dalam memenuhi kebutuhan dan persoalan penting. Tentu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tak bisa tinggal diam. Sebagai institusi yang sangat krusial dalam menghimpun lebih dari 85% penerimaan APBN, DJP harus membuat terobosan mutakhir dalam menjawab tantangan global.
Hal-hal yang diupayakan dalam Reformasi Pajak termasuk perubahan sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh, meliputi pembenahan organisasi, sumber daya manusia, proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, serta peraturan perpajakan. Dalam catatan historis, DJP sudah melakukan reformasi perpajakan sejak tahun 1983 dengan mereformasi Undang-Undang Perpajakan dan saat ini merupakan Reformasi Perpajakan jilid III yang dilakukan mulai tahun 2017. Reformasi Jilid III ini adalah inovasi konsolidasi, akselerasi, dan kontinuitas dunia perpajakan Indonesia.
Sayangnya, segala hiruk pikuk terobosan dan inovasi mutakhir yang diupayakan tersebut tak akan berarti tanpa adanya suatu kesadaran tinggi dari stakeholder yang berkepentingan dengan hal ini. Siapa lagi kalau bukan wajib pajak. Semua program pembaharuan tersebut hanyalah media yang membantu dan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Namun jika kesadaran akan pemenuhan kewajiban tersebut tak pernah hadir, media itu layaknya sekadar alat yang tergeletak tanpa guna.
Bicara resolusi tahun baru, percepatan, modernitas, efisiensi dan efektifitas adalah beberapa nilai yang digemakan berbagai pihak tentang pembaharuannya. Lalu, sudahkah Anda memasukkan kontribusi kepada negara menjadi salah satu poin resolusi tahun baru dalam deretan resolusi nan ideal Anda tahun ini? Sesederhana menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu dan jauh-jauh hari dari deadline misalnya, atau bisa dengan lebih memilih melaporkan menggunakan e-filing daripada SPT manual untuk menghemat kertas, tentu ini bisa masuk menjadi pilihan resolusi hidup untuk lebih peduli terhadap lingkungan jua.
Pasal 3 ayat (3) UU KUP No.28 tahun 2007 menyatakan bahwa Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak atau pada umumnya 31 Maret setiap tahunnya (menggunakan tahun pajak Januari-Desember). Pernyataan tersebut menjelaskan spesifik bahwa pada dasarnya pelaporan SPT Tahunan sudah bisa dilaksanakan mulai awal tahun sampai dengan batas waktu yaitu 31 Maret. Sayangnya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama laris manis lebih pada bulan Maret saja yang membuat antrian membludak dan berderet keluhan terucap atas pelayanan yang dirasa lambat.
Padahal kembali mengacu pada pembahasan di awal bahwa semua media dan alat bantu yang mempermudah wajib pajak telah diberikan dari berbagai sisi. Mulai dari bisa melapor menggunakan e-filing yang bisa digunakan di mana saja, kapan saja, tanpa antre, tanpa lelah. Merasa bingung dalam pengisian SPT, kring pajak dan para taxmin di seluruh sosial media siap membantu dan menjawab kegelisahan Anda di sosial media @ditjendpajakri maupun sosial media kantor KPP tempat Anda terdaftar. Selain itu, Anda pun dapat datang ke KPP terdekat untuk minta tolong dipandu bagaimana mengisi SPT Tahunan Anda menggunakan efiling agar tahun depan tak perlu lagi antre di KPP. Banyak jalan, banyak alternatif, banyak upaya yang bisa dilakukan untuk memudahkan kita semua berkontribusi untuk Indonesia.
Selain melapor, pun laporan yang disampaikan tentu haruslah berkualitas. Sesederhana menyampaikan dengan jujur seluruh penghasilan dan harta yang dimiliki dalam SPT Tahunan. Kejujuran ini sejatinya diniatkan untuk ketenangan batin dan juga niat baik membangun negeri. Sebuah paradoks jika menyuarakan anti korupsi dengan menggebu pada aparatur sipil tapi diri sendiri masih jua bertindak sama.
Apalagi pasca berakhirnya Amnesti Pajak yang dilaksanakan tahun 2017 yang lalu. Ketetapan baru yang merupakan keniscayaan akan tuntutan kepada wajib pajak untuk melaporkan seluruh penghasilan dan detail harta dengan benar dalam setiap pelaporan SPT Tahunan. Karena jika harta tersebut tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan, tetapi kemudian ditemukan keberadaannya, maka harta tersebut dianggap sebagai penghasilan. Wajib pajak pun mau tak mau diminta membayar pajak atas "penghasilan" tersebut. Tidak tanggung-tanggung, sanksi yang dikenakan mencapai 200%.
Harapan dan mimpi besar tak akan pernah terealisasi tanpa adanya keyakinan dan kemauan untuk ikut berkontribusi pada perubahan. Berbagai upaya yang dilakukan dalam modernitas Reformasi Perpajakan tak ayal hanya menjadi pemanis semata tanpa digunakan maksimal oleh empu-nya yaitu para wajib pajak. Seperti layaknya resolusi tahun baru, keyakinan dan ikrar untuk memberikan perubahan yang lebih baik. Mengubah kebiasaan lama yang buruk menjadi sesuatu yang lebih positif. Reformasi Perpajakan ini milik kita semua, resolusi perubahan ada di tangan kita semua, pun mimpi kesejahteraan Indonesia juga kewajiban kita semua. Mari realisasikan resolusi terbaik 2019 untuk Indonesia dimulai dengan memberikan perubahan pada kebiasaan memenuhi kewajiban perpajakan kita, karena Lebih Awal Lebih Nyaman. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 293 views