Exchange Of Information di Tubuh Direktorat Jenderal Pajak

Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Era reformasi perpajakan saat ini, bukan hanya di Indonesia, seluruh negara berupaya memperbaiki di sisi pengawasan perpajakannya. Pengawasan perpajakan ini meliputi pembenahan basis data sebagai dasar pemantauan mengenai aktivitas wajib pajak. Karena mustahil jika Direktorat Jenderal Pajak melakukan penggalian potensi tanpa memperoleh data yang akurat dan berkualitas. Selain mengandalkan data dari pelaporan wajib pajak, kebutuhan data dari pihak ketiga menjadi data pembantu bagi DJP sebagai pembanding data pelaporan yang ada.

Oleh karena itu, sangat disayangkan jika masih terdapat keterbatasan data di dalam memeriksa kepatuhan wajib pajak. Seperti halnya data mengenai harga jual ekspor bagi beberapa komoditas tertentu. Beberapa fasilitas yang diberikan pemerintah dengan dikenakannya pajak ekspor dengan tarif 0%, tidak diapresiasi dengan baik oleh wajib pajak tertentu. Wajib pajak yang tersebut mencoba melakukan pelaporan data penjualan yang fiktif. Kurang transparan dan enggan memberikan kejujuran atas transaksinya.

Masih Ditemukannya Perbedaan Antara Pelaporan Wajib Pajak dan Data PEB

Salah satu kemajuan atas transformasi birokrasi di Kementerian Keuangan adalah sinergi antara DJBC dan DJP. Sinergi ini dilakukan dengan memperkuat mekanisme pertukaran data perpajakan dan dokumen ekspor impor. Hal ini dilakukan untuk membentuk data ekspor impor yang sama (unified data) untuk digunakan dalam penghitungan pajak, bea masuk, dan cukai oleh DJP dan DJBC, sebagai upaya pencegahan korupsi.

Penguatan mekanisme pertukaran data di antara kedua DJP dan DJBC ini ditandai dengan dibangunnya Portal Pertukaran Data DJP - DJBC yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh unit kerja terkait di kedua Direktorat Jenderal. Seluruh data perpajakan dan kepabeanan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 428/KMK.03/2010 dapat dimanfaatkan sebagai data penggalian potensi.

Salah satunya data ekspor barang, perbedaan jumlah barang yang dijual, ataupun ditemukan perbedaan di dalam data persediaan menjadi dasar pemeriksaan bagi wajib pajak. Pemeriksaan data konkret salah satunya dapat dilakukan terhadap wajib pajak tertentu atas penemuan data baru perpajakan yang sudah dikonfirmasi. Berbicara mengenai kuantitas secara utuh data tersebut sangat membantu, namun berbeda dengan hal harga jual yang mungkin di tempat tujuan ekspor ada suatu perjanjian khusus. Perjanjian khusus yang melibatkan penjual dalam negeri dan pembeli di luar negeri yang mungkin saja disembunyikan.

Perjanjian Exchange Of Information Harus Sudah Dapat Diaplikasikan

Saat ini prinsip pertukaran data antar negara sudah menjadi salah satu kesepakatan bersama di dunia. Indonesia, salah satunya menjadi negara yang aktif dalam menyukseskan program tersebut. Indonesia meyakini manfaat yang besar melalui Exchange Of Information bagi penciptaan keadilan bagi masyarakat. Selain kebutuhan data perbankan dari wajib pajak, data aktivitas perdagangan pun menjadi data tambahan yang sangat dibutuhkan.

Sebagai contoh, beberapa komoditas ekspor mutiara laut di Indonesia. Banyak negara-negara tujuan ekspor tertarik dengan kualitas mutiara laut dari Indonesia. Indonesia bagian timur mempunyai sentra penghasil mutiara berkualitas. Namun kenyataannya, banyak wajib pajak tersebut kurang transparan dengan usaha yang mereka lakukan selama ini. Ada indikasi pelaporan yang tidak sesuai dengan profit yang sebenarnya mereka terima.

Beberapa fasilitas pengenaan tarif ekspor 0% dari beberapa wajib pajak, ternyata disalahgunakan. Hal inilah yang menjadi alasan diperlukan dukungan Exchange Of Information khususnya bagi pengumpulan data ekspor bisnis mutiara laut ini. Data berupa harga jual resmi di negara tujuan ekspor mutiara laut tersebut menjadi data yang berharga sebagai data pembanding. Selain itu, data tersebut mempunyai fungsi sebagai pemantau atas indikasi adanya perlakuan transfer pricing yang dilakukan para wajib pajak tersebut.

Sehingga dari banyak hal di atas, mengenai pentingnya Exchange Of Information ini, menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu dalam birokrasi di Indonesia. Ruh dari reformasi perpajakan ini pun menjadi komitmen awal di tubuh DJP, namun dalam realisasinya diperlukan aksi dan tahapan yang nyata. Sekali lagi, kita butuh Exchange Of Information ini, bukan hanya untuk pemantauan data ekspor wajib pajak, namun penciptaan keadilan perpajakan bagi setiap warga negara. Penciptaan keadilan yang tidak memandang satu entitas, suku, agama maupun golongan tertentu.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.