Hati-Hati Mengajukan Restitusi Pajak

Oleh: Muhammad Ditya Ariansyah, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pria paruh baya tersebut bernama Asdar. Sebagai direktur suatu badan usaha, dia mengajukan permohonan restitusi atas lebih bayar pajak. Berdasarkan peraturan perpajakan yang sekarang berlaku, permohonan Asdar diteliti terlebih dahulu guna mengetahui kelayakan perusahaan yang bersangkutan apakah masuk dalam kriteria pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Namun ternyata perusahaan Asdar tidak masuk dalam kriteria tersebut karena tidak tertib dalam hal pelaporan pajak. Sehingga permohonan Asdar harus melalui proses pemeriksaan.

Akhirnya setelah melalui beberapa rangkaian tahapan pemeriksaan, permohonan Asdar mencapai Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Dalam pertemuan tersebut, pemeriksa pajak menjelaskan temuan-temuannya. Asdar tidak dapat mengelak dari paparan pemeriksa. Asdar mengakui bahwa beberapa kewajiban perpajakan tidak dipenuhi oleh perusahaannya. Hasilnya, permohonan Asdar yang tadinya Lebih Bayar justru menjadi Kurang Bayar.

Saya yakin masih banyak Asdar di luar sana. Wajib pajak yang mengajukan restitusi namun kewajiban perpajakannya tidak tertib. Sehingga, yang tadinya Lebih Bayar malah menjadi Kurang Bayar. Akhirnya wajib pajak tersebut merasa dikerjai oleh petugas pajak. Padahal pemeriksa pajak telah memproses sesuai ketentuan yang berlaku.

Oleh karena itu, sebaiknya wajib pajak berhati-hati dalam mengajukan restitusi pajak. Setidaknya wajib pajak harus memastikan terlebih dahulu beberapa hal sebagai berikut:

a.       Pastikan jumlah restitusi yang diminta sepadan dengan usaha yang dilakukan

Proses pemeriksaan cukup panjang karena harus melalui beberapa tahapan. Wajib pajak yang mengajukan permohonan juga harus menghadiri panggilan pemeriksa serta menyediakan data yang diminta. Tentu hal ini merupakan cost bagi wajib pajak. Sehingga sebelum wajib pajak mengajukan restitusi, harus ditimbang terlebih dahulu apakah jumlah yang diminta sepadan dengan usaha yang nanti dikeluarkan. 

b.       Pastikan telah memenuhi kewajiban menyetor/membayar/melapor

Atas keterlambatan membayar / menyetor pajak, terdapat sanksi administrasi sebesar 2% tiap bulan maksimal 24 bulan. Kemudian apabila terlambat melapor SPT Masa PPh terdapat denda administrasi 100.000. Sedangkan denda terlambat lapor SPT Masa PPN denda 500.000 dan SPT Tahunan untuk Badan 1.000.000 serta SPT Tahunan untuk Orang Pribadi 100.000.

Seringkali Lebih Bayar yang diajukan wajib pajak berkurang nilainya karena sanksi dan atau denda administrasi tersebut. Oleh karena itu sebelum mengajukan restitusi ada baiknya wajib pajak meneliti terlebih dahulu kewajiban-kewajibannya. Tentu agar permohonan Lebih Bayar yang diajukan dapat maksimal dan bahkan tidak berubah menjadi Kurang Bayar. 

c.       Bagi PKP, pastikan telah memenuhi kewajiban terkait PPN

Baik orang pribadi atau badan yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak memiliki kewajiban terkait PPN. Di antara kewajiban-kewajiban tersebut antara lain memungut PPN atas penjualan BKP/JKP ke lawan transaksi, membuat Faktur Pajak, melaporkannya di SPT Masa PPN, dan menyetor PPN apabila kurang bayar.

Sanksi dan atau denda administrasi yang dikenakan untuk kelalaian terkait kewajiban PPN cukup besar. Semisal tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi cacat atau tidak tepat waktu maka akan ada denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Sedangkan apabila tidak menyetor PPN Terhutang maka akan ada sanksi administrasi sebesar 2% setiap bulan maksimal 24 bulan atas PPN yang belum dibayar. 

Permohonan restitusi merupakan hak bagi wajib pajak. Namun sebelum menuntut hak, wajib pajak harus tertib dalam memenuhi kewajibannya terlebih dahulu. Apabila semua kewajiban telah terpenuhi, tentu DJP akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk mendapatkan haknya. Semisal bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu, wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, dan PKP beresiko rendah akan mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak tanpa melalui proses pemeriksaan. (*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.