Oleh: Fransiskus Xaverius Herry Setiawan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pertama kali mendengar kata reformasi tentu ingatan kita akan melayang ke reformasi 1998. Sebuah gerakan politik untuk menurunkan rezim yang sudah sangat lama berkuasa di Indonesia pada saat itu. Reformasi itu sendiri adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau negara (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Reformasi tidak hanya terjadi dalam bidang politik, tetapi juga bisa terjadi dalam bidang ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Salah satu reformasi yang sudah, sedang, dan akan dilakukan oleh pemerintah adalah reformasi di bidang ekonomi, khususnya perpajakan. Reformasi perpajakan merupakan perubahan sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh, meliputi pembenahan organisasi, sumber daya manusia, proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, serta peraturan perpajakan.

Reformasi perpajakan perlu dilakukan karena kapabilitas organisasi (Direktorat Jenderal Pajak) dalam melakukan pemungutan pajak semakin menurun. Hal ini dapat dilihat dari dua indikator, yaitu trend penurunan tax ratio selama 10 tahun terakhir dan target penerimaan tidak tercapai sejak tahun 2008. Selain itu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ingin menjadi organisasi yang adaptif terhadap perubahan lingkungan eksternal, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia, melakukan pembenahan sistem informasi dan basis data yang kredibel, menyederhanakan proses bisnis sesuai dengan International Leading Practice, menyempurnakan regulasi untuk memberikan aspek kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan, mengantisipasi tantangan Digital Economic Disruptiondan mengantisipasi pengelolaan jumlah wajib pajak yang semakin meningkat (Demographic Devidend).

Reformasi perpajakan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983 dengan peralihan sistem perpajakan yang paling mendasar, yaitu digantikannya sistem official assesment menjadi self assesment. Kemudian dibarengi dengan peluncuran lima paket undang-undang (UU) perpajakan. Reformasi terus berjalan dan saat ini DJP sedang menjalankan Reformasi Perpajakan Jilid III. Reformasi perpajakan ini sudah berlangsung dari tahun 2017 pasca tax amnesty sampai dengan tahun 2024. Dalam Reformasi Perpajakan Jilid III ini ada lima pilar yang menjadi sasarannya, yaitu organisasi, sumber daya manusia (SDM), sistem informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan.

Reformasi di bidang organisasi dilakukan untuk mewujudkan DJP menjadi organisasi yang paling sesuai dengan memperhatikan cakupan geografis, karakteristik organisasi, ekonomi, kearifan lokal, potensi penerimaan dan rentang kendali yang memadai. Untuk mencapai cita-cita ini akan dilakukan penataan ulang organisasi, baik di tingkat pusat maupun instansi vertikal. Dalam bidang SDM akan dilakukan pengelolan kinerja secara objektif dan transparan, penguatan sistem kepatuhan internal dan pengembangan Human Resources Information System (HRIS) yang terintegrasi dengan Core Tax. Ini dilakukan untuk membangun sumber daya manusia yang tangguh, akuntabel dan berintegritas.

Direktorat Jenderal Pajak juga akan membangun basis data, sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) dan sistem pendukung operasional administrasi perpajakan (operational support tax administration system). Ini dalam rangka mengembangkan sistem informasi dan basis data yang kredibel. Untuk mengembangkan proses bisnis yang efektif, efisien dan akuntabel, DJP akan melakukan penyederhanaan proses bisnis dan penyusunan proses bisnis yang berbasis teknologi informasi. Tak ketinggalan di bidang peraturan perundang-undanganakan dilakukan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan peraturan pelaksanaannya. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, menampung dinamika kegiatan perekonomian yang berkembang, mengurangi biaya kepatuhan, memperluas basis perpajakan, dan meningkatkan penerimaan pajak.

 Reformasi Perpajakan Jilid III ini akan bermuara pada terbentuknya Direktorat Jenderal Pajak menjadi institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel yang mampu menghasilkan penerimaan negara yang optimal. Diharapkan nantinya akan terjalin sinergi yang optimal antar lembaga, kepatuhan wajib pajak yang tinggi, dan rasio pajak 15% di tahun 2024. Suatu cita-cita yang mulia dan agung tidak hanya bagi kalangan internal DJP tapi juga bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Kalangan internal Direktorat Jenderal Pajak tentu saja menunggu Reformasi Perpajakan Jilid III ini. Penataan organisasi baik secara vertikal maupun di tingkat KPP/KP2KP perlu dilakukan. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan jumlah wajib pajak, luas wilayah, perkembangan teknologi dan jumlah SDM. Sistem remunerasi, mutasi, reward dan punishment perlu diperjelas dan dipertegas. Sistem mutasi yang transparan, konsisten dan adil sangat ditunggu-tunggu oleh para fiskus yang sudah lama berada di luar homebasenya.

Basis data dan sistem pengolahan data yang akurat, cepat dan executable dibutuhkan oleh para Account Representative (AR) dan fungsional pemeriksa di lapangan. Selama ini AR dan fungsional harus berjibaku mengumpulkan data, mengolah, menganalisa dan membuat himbauan dan konseling. Dengan adanya core tax system diharapkan semua data yang diperoleh baik melalui lembaga keuangan, instansi pemerintah, asosiasi maupun exchange of information (EOI) dengan negara lain, bisa dikumpulkan, dianalisa, dan disajikan dengan cepat dan akurat. Tak ada lagi potensi pajak gugur karena alasan kekurangan data atau pemeriksaan sumir karena kurangnya data.

Wajib Pajak, fiskus, pengusaha, konsultan maupun stakeholder yang lain masih menunggu revisi undang-undang perpajakan. Kepastian hukum menjadi hal yang ditunggu banyak pihak. Peraturan-peraturan lama yang bertentangan dan saling tumpang tindih harus dievaluasi dan ditinjau kembali. Penegakan hukum juga masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Direktorat Jenderal Pajak. Konsisten dalam menjalankan aturan dan dukungan dari aparat penegak hukum menjadi kuncinya.

Dari kalangan pengusaha salah satu hal yang diharapkan dari reformasi perpajakan adalah pemangkasan tarif pajak. Dibandingkan  negara tetangga seperti Singapura, Malaysia atau Thailand, menurut para pengusaha, tarif pajak di Indonesia masih lebih tinggi. Pemerintah bisa menggunakan revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) serta UU Pajak Penghasilan (PPh) sebagai momentum perubahan tarif pajak.Para pengusaha juga berharap dengan reformasi perpajakan kali ini pemerintah tidak lagi mengejar wajib pajak yang sudah menunaikan kewajiban mereka.       

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada saat melantik Robert Pakpahan menjadi Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) berpesan untuk terus mendorong reformasi perpajakan. Dirjen Pajak diminta untuk menumbuhkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap Ditjen Pajak. Menurut Sri Mulyani investasi terpenting dalam pengelolaan pajak adalah membangun kepercayaan dari masyarakat dan institusi publik. Itu adalah fondasi yang paling berharga dari bangsa dan negara. 

Banyak harapan dan mimpi besar baik dari internal maupun eksernal Direktorat Jenderal Pajak terhadap Reformasi Perpajakan Jilid III yang sedang dan masih berlangsung. Harapan dan mimpi ini tidak akan terwujud jika tidak ada kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dari top management, keterlibatan semua pemangku kepentingan (stakeholder engagement) baik dari kalangan internal dan external DJP, sumber daya yang memadai (dedicated resources), memiliki legal basis yang kuat berupa penerbitan peraturan pendukung, tata kelola yang baik dengan melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dan para ahli (experts) serta budaya organisasi (corporate culture) yang mendukung perubahan. Oleh karena itu, mari kita dukung Reformasi Perpajakan Jilid III demi mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel yang mampu menghasilkan penerimaan negara yang optimal!

 

“All dreams can come true if we have the courage to pursue them”

- Walt Disney - (*)

 

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja