Oleh: Zidni Amaliah Mardlo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

"Sadar Pajak ayo tanamkan!

Dari sekarang demi masa depan.

Sadar pajak untuk kejayaan.

Kita dan juga Rakyat Indonesia"

Ini adalah penggalan lirik lagu berjudul "Sadar Pajak" yang dinyanyikan oleh Febri Noviardi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

Gerakan Inklusi Sadar Pajak saat ini tengah gencar disuarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap DJP.

Target penerimaan negara dari sektor pajak pada tahun 2018 sebesar Rp1.424 triliun. Jumlah yang besar untuk dicapai, namun bukan berarti mustahil untuk tercapai. Target pajak yang begitu besar tidak bisa dengan mudah direalisasikan tanpa adanya dukungan dari masyarakat Indonesia sebagai wajib pajak. Setiap tahun, DJP berupaya menaikkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DJP. Kepercayaan masyarakat terhadap DJP diperlukan untuk merealisasikan target penerimaan sebesar Rp1.424 triliun. Apabila target pajak tercapai, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) aman. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pajak menopang 70% (tujuh puluh persen) APBN RI.

Demi mencapai target penerimaan pajak, DJP terus berupaya meningkatkan kinerja. Berdasarkan data pada Laporan Kinerja DJP, rasio kepatuhan wajib pajak pada 2015 sebesar 60.42 persen, 2016 sebesar 63,15 persen, dan 2017 sebesar 72,60 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa rasio kepatuhan wajib pajak mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Bukan hanya tingkat kepatuhan wajib pajak yang meningkat, penerimaan negara pun mengalami peningkatan. Hingga Semester I 2018,  penerimaan pajak negara telah menyentuh angka Rp581,4 triliun atau 40,48 persen dari target tahun ini. Capaian penerimaan pajak pada semester I 2018tumbuh sebesar 13,9 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2017.

Peningkatan kinerja yang dilakukan DJP semata-mata dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap DJP. Agar kepercayaan masyarakat meningkat, DJP melakukan upaya-upaya seperti memperbaiki proses bisnis dan IT, pemutakhiran basis data, penataan organisasi, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), dan perbaikan regulasi.

Upaya tersebut harus dilakukan agar wajib pajak memiliki kemudahan dalam melakukan kewajiban perpajakan. Apabila wajib pajak merasakan kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, diharapkan wajib pajak akan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan sendirinya. Siapa yang tidak senang jika mendapatkan kemudahan dalam membayar dan melaporkan pajaknya? Kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan yang dirasakan oleh wajib pajak dapat meningkatkan kepuasan wajib pajak terhadap fasilitas yang diberikan oleh DJP dalam pembayaran dan pelaporan pajak. Meningkatkan kepuasan masyarakat kepada DJP dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat merupakan pondasi dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Yustinus Prastowo, Executive Director of Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) dalam suatu paparannya menjelaskan ada tiga paradigma yang dapat dibangun untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan. Tiga paradigma tersebut antara lain the "Enforcement" paradigm, the “Service” paradigm, the “Trust” paradigm. 

1.      The “Enforcement” paradigm ( Paradigma Penegakan Hukum )

Wajib pajak dipandang sebagai manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan. DJP mengawasi wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya, menerapkan peraturan yang berlaku serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh wajib pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem deteksi dini terhadap kesalahan yang dilakukan wajib pajak, memperbaiki regulasi dan memberlakukan hukuman yang dapat membuat jera. 

2.      The “Service” paradigm ( Paradigma Pelayanan )

DJP memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada wajib pajak. Pelayanan yang baik dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakan (contoh: formulir SPT dan permohonan-permohonan perpajakan tersedia lengkap). Selain itu, perlu diadakan pelatihan pegawai untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap wajib pajak, bersikap ramah dalam memberikan pelayanan  (Senyum, Salam, Sapa). Memberikan pelatihan kepada pegawai juga dapat menjaga semangat bekerja para pegawai dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak. 

3.      The “Trust” paradigm ( Paradigma Kepercayaan )

Setiap Individu menyadari fungsi dan peran pajak bagi negara. Wajib pajak percaya kepada pemerintah pada umumnya dan Direktorat Jenderal Pajak pada khususnya dalam mengatur administrasi perpajakan. "Kepercayaan" satu kata kunci untuk mengubah pola pikir individu. Memenangkan persetujuan sukarela atau istilah kerennya “hegemoni” adalah cara mendapatkan kepercayaan itu. Jika masyarakat sudah percaya, pajak bukan lagi menjadi suatu paksaan, tetapi suatu bentuk peran serta warga negara terhadap pembiayaan negara yang nantinya akan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran bersama.

Kepercayaan masyarakat terhadap DJP perlu terus ditingkatkan untuk optimalisasi penerimaan negara. DJP harus terus berbenah untuk menjadi institusi yang kredibel dan kompeten dalam menjalankan amanat negara sebagai penghimpun penerimaan negara dari sektor pajak.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.