Reformasi Perpajakan Hapus Mental Bangsa Inferior (Hepi Cahyadi)

Oleh: Hepi Cahyadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Masih hangat dalam pemberitaan kemenangan pelari Indonesia di kejuaran dunia di Finlandia, namun sayangnya kemenangan itu seperti tak layak disandang oleh anak Bangsa Indonesia yang bernama Lalu Mohamad Zohri. Konon bendera sang merah putih pun tak dipersiapkan karena peluang menang sangat kecil bahkan tak diperhitungkan bagi pelari yang ditempatkan di lintasan paling luar (line 8).

Pemandangan di Bandara Internasional Changi Singapura atau KLIA2 Kuala Lumpur banyak dari warga negara Indonesia yang duduk menggerombol di lantai padahal telah disediakan ruang tunggu dengan kursi yang empuk, seolah oleh orang Indonesia tak layak duduk berdampingan dengan warga dunia lainnya. Sejumlah turis lokal di Pulau Bali atau obyek wisata nasional semisal Candi Borobudur sering mengajak turis asing foto bersama sebagai prestasi yang membanggakan untuk diunggah di media sosial. Terlalu lama dijajah Belanda menjadikan rakyat Indonesia terbiasa menjadi bangsa kelas dua.

Inferior ialah suatu keadaan atau kondisi merasa lebih lemah atau merasa rendah diri dibanding dengan orang lain. Belum lama ini ketika musim masuk sekolah tiba, banyak orang tua yang mampu secara finansial namun masih saja mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Surat keterangan tidak mampu ialah sebuah surat yang dikeluarkan oleh pihak kelurahan ataupun desa setempat bagi keluarga miskin. Tujuan dari surat ini ialah agar masyarakat kurang mampu atau keluarga miskin mendapatkan kemudahan. Baik kemudahan dalam hal kesehatan, ekonomi, pendidikan ataupun hal lainnya yang mengharuskan menggunakan surat keterangan tidak mampu. Padahal kenyataannya pemilik SKTM banyak yang memiliki harta berlebih, mobil mewah, rumah mewah, dan peralatan elektronik (gawai) yang tidak mencerminkan warga miskin.

Mental inferior tak lepas dari mata rantai yang saling terkait, dimulai dari kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak yang rendah. Hal itu dikarenakan kepercayaan yang rendah kepada pemerintah, bisa karena korupsi yang tak kunjung berhenti atau penyalahgunaan wewenang yang melukai hati rakyat (Abuse Power). Kepatuhan sukarela rakyat yang rendah sudah barang tentu mengakibatkan penerimaan negara menjadi rendah, (ingat, 78% penerimaan negara dari pajak).

Penerimaan negara yang rendah mengakibatkan kemampuan negara menjadi lemah untuk mensejahterakan rakyatnya. Pendidikan kurang bermutu karena kurang dana, menghasilkan output SDM yang tak cakap mengelola SDA sendiri seperti ladang tambang emas Freeport. Dibidang kesehatan rakyat dilarang sakit karna biaya medis mahal. Lingkaran setan yang saling terkait ini mengakibatkan daya saing Indonesia juga lemah dan bermental inferior.

Reformasi perpajakan adalah salah satu solusi untuk memutus rantai  mental bangsa inferior. Dengan reformasi pajak diharapkan kepatuhan sukarela akan meningkat secara signifikan dan terotomatisasi. WP tak lagi bisa menghindari pajak dengan menyembunyikan data asset (daftar harta) dan sumber penghasilan karena semua data yang ada di republik ini bermuara di data besar DJP sebagai pemegang otoritas pajak di Indonesia. Sistem administrasi perpajakan akan segera di reformasi  sesuai Perpres  nomor : 40 tahun 2018,  tentang Pembaruan Sistim Administrasi Perpajakan. Semua transaksi secara off line dan on line akan ter-record ke server DJP.

Data valid yang terintegrasi akan memaksa setiap orang patuh pajak dengan sendirinya. Semisal SKTM, seharusnya pihak sekolah tak perlu mensyaratkan wali murid untuk mengurus hanya sekedar mengetahui siswa dari keluarga miskin atau kaya. Sistem DJP dapat menyuplai data  jumlah dan sumber penghasilan serta daftar harta di SPT untuk menentukan kemampuan wali murid kepada pihak sekolah/universitas. Sehingga pemilik Kartu Miskin atau SKTM peruntukannya akan tepat sasaran, serta mereduksi mental orang kaya yang berjiwa inferior.

Dua hajatan besar bersekala internasional akan dihelat tahun ini di Indonesia, yakni Asean Games 18 Agustus 2018 di Jakarta-Palembang dan Pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia 12-14 Oktober 2018 di Nusa Dua Bali. Dua momentum besar tersebut seharusnya menjadi modal berharga bangsa ini untuk membuang jauh mental sebagai bangsa yang inferior. Dulu di awal kemerdekaan untuk menyatakan eksistensi dan meningkatkan kepercayaan diri Bangsa Indonesia di mata dunia, Bung Karno tak segan membangun Stadion Senayan untuk Ganefo dan Monumen Nasional sebagai tugu landmark Jakarta, Indonesia.

Pemerintah sekarang sedang giat membangun infrastruktur, jika kita berpandangan positif hal ini dapat dipahami sebagai upaya menghapus mental bangsa Inferior. Jalan tol yang membentang tak hanya di pulau Jawa adalah dalam rangka mendobrak ketertinggalan infrastruktur di Indonesia. Lihatlah negara tetangga yang sudah mulus jalan tolnya, padahal tahun kemerdekaanya tak beda jauh dengan tahun kemerdekaan Indonesia. Keberhasilan reformasi pajak diharapkan dapat mendukung pembiayaan dalam pembangunan infrastruktur tanpa harus bergantung pada utang luar negeri. Negara yang maju tak terlepas dari sistem transportasi yang maju pula, sehingga infrasrtuktur modern  adalah salah satu prasyarat untuk  menjadi negara maju dan menghapus mental bangsa inferior.

Perpres 40/2018 yang masih hangat di tandatangani presiden pada tanggal 3 Mei 2018 tentang Pembaruan Sistim Administrasi Perpajakan merupakan payung hukum reformasi perpajakan di Indonesia sekaligus penanda dimulainya (Kick off) proses pembaruan. Sistem Administrasi Perpajakan yang andal akan meningkatkan kepercayaan (trust) wajib pajak untuk membangkitkan kepatuhan sukarela. Zohri pemenang juara dunia lari di Finlandia telah membuktikan Indonesia layak dan pantas naik di podium dunia, kini giliran reformasi perpajakan yang akan membawa Indonesia menuju sistem perpajakan yang modern dan berkelas dunia.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.