Kredibilitas Wakil Rakyat dari Kacamata Kontribusi Negara

Oleh: Lisa Amalia Artistry Ramadhani, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Belakangan ini berbagai kantor pelayanan pajak di seluruh wilayah nusantara diserbu antrian permohonan pendaftaran NPWP untuk persyaratan pendaftaran calon legislatif (caleg) yang akan datang. Para caleg pasti bukanlah sosok yang memiliki latar belakang sembarangan. Tak jarang mereka merupakan mantan pejabat daerah seperti kepala desa ataupun lurah yang disegani masyarakat. Selain itu, para pengusaha atau akademisi yang memiliki gelar tinggi pun tak kalah mendominasi daftar caleg yang ingin menuju kursi perwakilan rakyat. Lalu, apa penyebab ramainya permohonan NPWP di batas waktu pendaftaran caleg ini? Bukankah seharusnya dengan latar belakang seperti itu mereka sudah memiliki NPWP sejak jauh-jauh hari? Lantas, efektifkah syarat kepemilikan NPWP menjadi cerminan kredibilitas sang calon untuk nantinya berkontribusi lebih kepada negara?
Dalam UU nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa "Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak."
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Sederhananya, bagi WNI yang telah memiliki penghasilan melampaui Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mengajukan permohonan pendaftaran Wajib Pajak dan menerima NPWP.
Hadirnya NPWP sebagai salah satu syarat dari sekian daftar yang harus dilengkapi pasti memiliki maksud tertentu yang tidak bisa diremehkan begitu saja. Memiliki NPWP juga diikuti kewajiban melaporkan SPT Tahunan sebagai bentuk kontribusi aktif untuk pembangunan negara. NPWP bukan sekadar kartu identitas yang biasanya digunakan memenuhi berbagai syarat kepentingan seperti mengambil kredit di bank dan melamar pekerjaan semata, tapi lebih dari itu NPWP menjadi cerminan seberapa kontributif seseorang dalam memenuhi kewajiban menjadi warga negara yang baik.
Lebih luasnya, melaporkan SPT Tahunan dengan lengkap, benar, dan tepat waktu bisa menjadi karakter kejujuran serta kepatuhan si empunya NPWP untuk memprioritaskan kesejahteraan bangsa. Kejujuran dalam melaporkan SPT Tahunan juga dapat dikatakan sebagai bentuk mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi.
Memiliki NPWP menjadi salah satu prasyarat menuju kursi DPR sejatinya perlu dikaji lebih dalam lagi. Sebagai persyaratan awal, ini merupakan saringan pertama memilih wakil rakyat yang kredibel untuk menyuarakan kepentingan rakyat dan mengelola keuangan negara. Jika syaratnya hanya sekedar memiliki, persyaratan ini mungkin akan menjadi formalitas belaka. Perwujudan kredibilitas untuk berkontribusi kepada negara pun kurang bisa ditelisik lebih lanjut.
Rekam jejak kepatuhan caleg semestinya perlu ditarik jauh ke belakang, misalnya dengan melihat pelaporan SPT Tahunan lima tahun terakhir atau melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF). Dengan demikian, Direktorat Jenderal Pajak pun turut berkontribusi mengutamakan kepentingan rakyat selain melalui amanah mengumpulkan penerimaan negara. Sehingga, wakil rakyat yang nantinya berada pada posisi penting itu benar-benar merupakan sosok yang kredibel, amanah, mampu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi serta bijak mengelola keuangan negara demi kesejahteraan bangsa. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja
- 133 kali dilihat