Imbauan, Simbol Kepedulian

Oleh: Fathanadya Noviyanti, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Masyarakat Indonesia, apabila medengar kata pajak, yang ada di kepala sebagian besar dari mereka adalah: takut. Ya, takut akan besarnya pajak yang harus mereka bayarkan, serta denda yang harus mereka tanggung akibat dari keengganan melaporkan pajaknya. Terlebih apabila mereka mendapatkan sepucuk surat dari kantor pajak. Jangankan melihat isinya, hanya melihat amplop bertuliskan Direktorat Jenderal Pajak saja, kadang membuat mereka panik dan buru-buru ke kantor pajak untuk berkonsultasi, yang seringnya diwarnai dengan amarah yang mendominasi.
Ya, itulah potret sebagian masyarakat Indonesia dewasa ini. Minimnya pengetahuan tentang pajak dan peraturan yang menaunginya, membuat mereka bersikap masa bodoh dengan pajak. Hal inilah yang menyebabkan mereka di kemudian hari akan merasa panik dan ketakutan saat menerima surat yang berasal dari kantor pajak. Padahal, pajak bukanlah suatu hal yang harus dihindari apalagi ditakuti. Pajak bersumber dari masyarakat yang kemudian akan digunakan untuk keperluan masyarakat. Pajak diciptakan oleh kita dan untuk kita.
Dalam sistem perpajakan di Indonesia, ketika seseorang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Mudahnya, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang telah ditentukan wajib untuk memiliki NPWP. Untuk tahun 2018, PTKP yang ditetapkan adalah Rp54.000.000 dalam satu tahun. Sederhananya, jika seseorang memiliki penghasilan rata-rata kurang dari Rp4.500.000 per bulan, maka ia tidak dikenakan kewajiban memiliki NPWP dan tidak wajib untuk membayar dan melaporkan pajak. Berlaku juga sebaliknya, jika telah memiliki penghasilan rata-rata lebih dari Rp4.500.000 per bulan, maka timbullah kewajiban membuat NPWP dan membayar pajak, serta melaporkannya dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT).
Lalu, apa yang akan terjadi jika penghasilan sudah di atas Rp4.500.000 per bulan, namun tetap enggan membuat NPWP? Cepat atau lambat, para petugas pajak pasti akan mengingatkan. Ya, mengingatkan. Caranya dengan menerbitkan Surat Imbauan yang berisi ajakan agar segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Perihal bagaimana petugas pajak dapat mengetahui besarnya penghasilan seseorang, tentu akan panjang sekali jika dijabarkan sampai ke akar. Singkatnya, para petugas pajak melakukan riset dan survei terhadap masyarakat terlebih dahulu sebelum menerbitkan Surat Imbauan. Jadi, para petugas pajak bergerak berdasarkan data yang ada, bukan berdasar pada terkaan semata.
Umumnya, para calon wajib pajak yang menerima Surat Imbauan NPWP akan datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat dengan ekspresi wajah yang rata-rata sama, yaitu perpaduan antara cemas, takut, dan bingung yang dikemas dengan intonasi suara cenderung tinggi ketika mengucap protes kepada para petugas pajak. Sebenarnya, adegan tersebut tak perlu terjadi, jika para calon wajib pajak membaca dan memahami dengan seksama arahan di dalam Surat Imbauan tersebut. Disebutkan bahwa, para calon wajib pajak haruslah memberi tanggapan dalam kurun waktu 14 hari sejak surat tersebut diterima. Tanggapan tersebut dapat berupa datang ke KPP, maupun merespon dengan media surat, sesuaikan saja dengan situasi dan kondisi yang ada, tanpa perlu melibatkan amarah yang dapat menguras tenaga.
Calon wajib pajak yang telah merespon, baik dengan datang langsung maupun dengan mengirimkan klarifikasi lewat surat, tentunya akan segera dilayani dan ditanggapi oleh para petugas pajak. Petugas pajak tidak akan langsung mencecar para calon wajib pajak dengan berbagai macam tarif perpajakan. Tentunya, edukasi kepada para calon wajib pajak akan dimulai dari hal yang paling sederhana, seperti pengertian Pajak dan kewajiban ber-NPWP yang menjadi alasan mengapa mereka menerima sepucuk surat dari Kantor Pajak. Oleh karena itulah, kepada para calon wajib pajak, sepucuk surat dari Kantor Pajak bukanlah sesuatu yang harus ditakuti dan diwaspadai. Karena sesungguhnya petugas pajak tidak ingin menakuti, apalagi sampai memancing emosi, petugas pajak hanya ingin menunjukkan satu hal, yaitu rasa peduli. Peduli terhadap kepatuhan pajak, peduli terhadap kesejahteraan Negara yang menjadi tempat berpijak. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 328 kali dilihat