Reformasi Perpajakan yang digelar sejak akhir 2016 mulai menampakkan hasil. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengubah proses bisnis dan prosedur layanannya sehingga memudahkan masyarakat. Terutama pada digitalisasi layanan pendaftaran, pembayaran, pelaporan pajak.

Di antaranya adalah tentang tata cara pendaftaran wajib pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PMK Nomor 147/PMK.03/2017).

Dengan aturan baru tersebut wajib pajak mendapatkan banyak manfaat antara lain permohonan pendaftaran NPWP, perubahan data dan pemindahan wajib pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), aktivasi Sertifikat Elektronik, pencabutan PKP, dan penghapusan NPWP dapat dilakukan secara elektronik.

Selain itu, pendaftaran dapat melalui saluran tertentu, sehingga pendaftaran tidak hanya dilakukan di kantor pajak tempat wajib pajak terdaftar. Untuk meningkatkan kemudahan layanan pendaftaran, Wajib Pajak Badan dapat melakukan pendaftaran NPWP dalam proses pengesahan badan hukum oleh Notaris melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).

Pun, bagi pelaku usaha perseorangan yang belum memiliki NPWP, mereka kini dapat mendaftar sebagai Wajib Pajak orang Pribadi pada saat proses penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS).

 

e-Billing dan Bebas PPh Final

DJP juga telah merilis e-Billing versi 2.0. Latar belakang penyediaan layanan pembuatan billing massal ini adalah volume pembuatan kode billing dan transaksi pembayaran yang tinggi oleh wajib pajak Bendahara atau BUMN dalam melakukan pembayaran pajak. Aplikasi ini mempermudah pembuatan kode billing karena data pembayaran massal dapat diunggah sekaligus ke aplikasi.

Tak lama setelah pemerintah membentuk Tim Reformasi Perpajakan, Menteri Keuangan mengeluarkan aturan tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan (PMK Nomor 261/PMK.03/2016).

Dari aturan ini masyarakat memperoleh beberapa manfaat, antara lain besaran tarif PPh final menjadi lebih rendah dari sebelumnya 5 % menjadi sebesar 2,5 %. Pengenaan PPh final itu dikecualikan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang pendapatannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atas penjualan rumah atau tanah dengan nilai penjualan kurang dari Rp60 juta.

Terpenting lagi, aturan itu memberikan pembebasan PPh final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menghibahkan atau mewariskan aset propertinya kepada keluarga sedarah atau untuk organisasi sosial dan keagamaan.

 

Tak Perlu Surat Setoran Pajak (SSP)

Baru-baru ini DJP telah merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2019. Aturan ini meringankan beban administrasi wajib pajak mengenai kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) melalui e-Filing sehingga diharapkan dapat memberikan kemudahan berusaha kepada masyarakat.

Aturan baru ini membuat SPT Tahunan 1770S dan 1770SS dengan status nihil atau kurang bayar yang disampaikan melalui e-Filing, tidak perlu lagi dilampiri dengan keterangan dan/atau dokumen pendukung seperti SSP. 

Pengecualian dari kewajiban menyampaikan SSP sebagai lampiran SPT melalui e-Filing ini berlaku bagi semua jenis SPT yang disampaikan melalui e-Filing, selama NTPN telah dicantumkan.

Manfaat lain dari aturan ini adalah tersedianya fasilitas e-Form yang dapat diisi dan disimpan secara offline dan setelah selesai diisi diunggah ke sistem DJP. 

Selain itu, DJP juga memberikan kemudahan layanan bagi wajib pajak dalam bentuk semua jenis SPT, termasuk SPT Pembetulan dan SPT Masa lebih bayar, dapat diterima di KP2KP dan layanan di luar kantor.

 

Bukti Pemotongan Elektronik

Latar belakang implementasi aplikasi e-Bupot adalah untuk mempermudah dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak agar dapat membuat bukti pemotongan di mana saja dan kapan saja serta dapat menyampaikan SPT secara e-Filing (Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2017).

Aplikasi e-Bupot PPh 23/26 dapat membuat e-Billing langsung sesuai kode MAP-KJS atas bukti pemotongan yang telah dibuat. Wajib pajak tidak perlu lagi melampirkan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPT (SSP, Pbk, SKB, dan SKD), melainkan hanya perlu memasukkan nomor dokumen yang akan divalidasi oleh sistem.

Aplikasi e-Bupot juga telah menyediakan fitur QRCode pada bukti pemotongan dan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) SPT yang di dalamnya memuat data yang dapat ditelusuri oleh pihak pemotong dan pihak yang dipotong. Juga telah menyediakan menu impor bukti pemotongan (dalam format excel) bagi wajib pajak dengan banyak transaksi.

Semua digitalisasi layanan di atas adalah tuntutan zaman yang tak bisa dielakkan lagi.  Selaras dengan dua dari lima pilar Reformasi Perpajakan: proses bisnis dan peraturan perundang-undangan. 

Reformasi perpajakan menginginkan proses bisnis yang sederhana untuk membuat pekerjaan menjadi sangkil, mangkus, akuntabel, berbasis teknologi informasi, dan mencakup seluruh pekerjaan DJP.

Selain pula peraturan perundangan yang memberikan kepastian hukum, menampung dinamika kegiatan perekonomian yang berkembang, mengurangi biaya kepatuhan, memperluas basis perpajakan, dan meningkatkan penerimaan perpajakan.