“Bagaimana cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dibayarkan kepada tenaga kerja lepas yang tidak dibayar bulanan?” tanya salah satu wajib pajak saat mengunjungi helpdesk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo (Selasa, 7/3).

Yanuar Setya Agnestin, pegawai KPP Pratama Sukoharjo yang sedang bertugas di helpdesk menyampaikan ketentuan atas penghasilan yang diterima oleh tenaga kerja lepas yang tidak dibayarkan secara bulanan. Jika penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah), maka tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

“Namun demikian, jika penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari telah melebihi Rp 450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah), maka dikenakan PPh Pasal 21,” tutur Yanuar. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.

Untuk memudahkan pemahaman wajib pajak, Yanuar memberikan simulasi penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayarkan bulanan, baik penghitungan secara manual maupun melalui e-SPT PPh Pasal 21.

“Pemberi kerja wajib membuat bukti potong untuk diberikan kepada penerima penghasilan sebagai kredit pajak. Jika dalam suatu bulan terdapat PPh Pasal 21 yang dipotong, maka wajib disetorkan oleh pemberi kerja paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan melalui SPT Masa PPh Pasal 21 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya,” pungkas Yanuar.

 

Pewarta: Supriyanto
Kontributor Foto: Sri Muryani
Editor: Waruno Suryohadi