A.    UMUM

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan tersebut, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", oleh karena itu negara perlu melakukan berbagai upaya atau tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya mempakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis Cipta Kerja yang memerlukan keterlibatan semua pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu menyusun dan menetapkan peraturan perundang-undangan tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk menciptakan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak.

Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan strategis penciptaan kerja beserta pengaturannya, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah menggunakan metode omnibus (omnibus law). Namun Undang-Undang tersebut telah dilakukan pengujian formil ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XUIII2020 antara lain menetapkan amar putusan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan. Sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Pemerintah telah menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah dikukuhkan sebagai Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

Ruang lingkup Undang-Undang tentang Cipta Kerja ini meliputi:

1.    peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

2.    ketenagakerjaan;

3.    kemudahan, pelindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M;

4.    kemudahan berusaha;

5.    dukungan riset dan inovasi;

6.    pengadaan tanah;

7.    kawasan ekonomi;

8.    investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

9.    pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan

10.  pengenaan sanksi.

Salah satu ruang lingkup atau klaster pengaturan di atas adalah Klaster Kemudahan Berusaha. Dalam Klaster Kemudahan Berusaha inilah dilakukan beberapa perubahan atas Undang-Undang terkait perpajakan, yaitu Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Yang dimaksud dengan "kemudahan berusaha" adalah bahwa penciptaan kerja yang didukung dengan proses berusaha yang sederhana, mudah, dan cepat akan mendorong peningkatan investasi, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk memperkuat perekonomian yang mampu membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.

 

B.    LATAR BELAKANG

Latar belakang dilakukannya perubahan Undang-Undang Perpajakan dalam Klaster Kemudahan Berusaha UU Cipta Kerja:

1.    Sebagai salah satu upaya memperkuat perekonomian Indonesia dan mendorong investasi di tengah kondisi perlambatan ekonomi dunia, agar dapat menyerap tenaga kerja seluas-luasnya, diperlukan perubahan ketentuan dalam UU KUP, UU PPN, dan UU PPh;

2.    Perubahan ketentuan perpajakan memiliki tujuan untuk mendukung dan menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, ketentuan perpajakan tersebut dimasukkan sebagai bagian dalam RUU Cipta Kerja Klaster Kemudahan Berusaha untuk mendukung penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya melalui peningkatan iklim berusaha di Indonesia;

3.    Di samping itu, dalam rangka mendukung pembangunan nasional, perlu upaya menjaga dan meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan investasi, kepatuhan sukarela, kepastian hukum, dan keadilan iklim berusaha.

 

C.  TUJUAN DAN POKOK PENGATURAN

Tujuan dan pokok-pokok pengaturan dalam Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 adalah sebagai berikut:

Meningkatkan Pendanaan Investasi

  1. Penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% (mulai Tahun Pajak 2020), serta 3% lebih rendah untuk WP Badan dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbukayang memenuhi persyaratan tertentu (telah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020);
  2. Pengecualian dari objek PPh atas dividen dari dalam negeri yang diterima oleh Wajib Pajak:
    1. orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
    2. badan dalam negeri;
  3. Penghasilan berupa dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu BUT di luar negeri dikecualikan dari objek PPh sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah NKRI dalam jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu.
  4. Pengaturan non-objek PPh atas:
    1. Bagian Laba/SHU Koperasi;
    2. Dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH);
  5. Ruang untuk penyesuaian Tarif PPh Pasal 26 atas bunga;
  6. Penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng) tidak terutang PPN;

Mendorong Kepatuhan Wajib Pajak & Wajib Bayar Secara Sukarela

  1. Relaksasi hak pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak.
  2. Pengaturan ulang:
    1. sanksi administratif pajak,
    2. imbalan bunga,

dengan mengacu pada suku bunga acuan

Meningkatkan Kepastian Hukum

  1. Penyerahan batu bara termasuk penyerahan BKP (terutang PPN).
  2. Konsinyasi bukan termasuk penyerahan BKP.
  3. Pengecualian dari objek PPh atas sisa lebih dana Badan Sosial dan Badan Keagamaan (sebagaimana Lembaga Pendidikan).
  4. Pidana Pajak yang telah diputus tidak lagi diterbitkan ketetapan pajak.
  5. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) daluwarsa 5 tahun.
  6. STP dapat diterbitkan untuk menagih imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan.
  7. Penentuan Subjek Pajak Orang Pribadi:
    1. WNI maupun WNA tinggal > 183 hari di Indonesia menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri.
    2. Pengenaan PPh bagi WNA yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri dengan keahlian tertentu hanya atas penghasilan dari Indonesia.
    3. WNI berada di Indonesia < 183 hari dapat menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dengan syarat tertentu.

Menciptakan Keadilan Iklim Berusaha Di Dalam Negeri

  1. Pemajakan Transaksi Elektronik:
    1. Penunjukan platform memungut PPN,
    2. Pengenaan pajak kepada Subjek Pajak Luar Negeri atas transaksi elektronik di Indonesia. (telah diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020).
  2. Pencantuman NIK pembeli yang tidak memiliki NPWP dalam Faktur Pajak.

 

Video Sosialisasi