Jakarta, 2 April 2019 Dalam rangka mendorong perkembangan sektor jasa modern serta meningkatkan daya saing ekspor jasa Indonesia dan memperbaiki neraca perdagangan, Menteri Keuangan telah memperluas jenis ekspor jasa kena pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0 persen. Perluasan jenis ekspor jasa ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.010/2019 yang mulai berlaku pada 29 Maret 2019.

Kriteria

Kegiatan yang merupakan ekspor jasa kena pajak adalah penyerahan jasa kena pajak yang dihasilkan di dalam wilayah Indonesia oleh Pengusaha Kena Pajak untuk dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia oleh penerima ekspor jasa kena pajak.

Dengan demikian jasa kena pajak yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia tidak dikenai PPN (bukan ekspor jasa).

Anti-avoidance Rule

Ekspor jasa yang dapat menerima fasilitas PPN 0 persen harus memenuhi dua persyaratan formal yaitu (1) didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis, dan (2) terdapat pembayaran disertai bukti pembayaran yang sah dari penerima ekspor kepada pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor.

Perikatan atau perjanjian tertulis dimaksud harus mencantumkan dengan jelas jenis jasa, rincian kegiatan yang dihasilkan di dalam wilayah Indonesia untuk dimanfaatkan di luar wilayah Indonesia oleh penerima ekspor; dan nilai penyerahan jasa.

Dalam hal persyaratan formal di atas tidak terpenuhi maka penyerahan jasa dianggap terjadi di dalam wilayah Indonesia dan dikenai PPN dengan tarif 10 persen.

Jenis Jasa

Selain mempertahankan jenis jasa yang telah ada pada ketentuan sebelumnya, PMK ini juga memasukkan sejumlah jenis jasa baru sehingga secara keseluruhan jenis jasa yang diberikan insentif PPN 0 persen adalah sebagai berikut:

  1. jasa maklon;
  2. jasa perbaikan dan perawatan;
  3. jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor.
  4. jasa konsultansi konstruksi
  5. jasa teknologi dan informasi;
  6. jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
  7. jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
  8. jasa konsultansi termasuk
    1. jasa konsultansi bisnis dan manajemen,
    2. jasa konsultansi hukum,
    3. jasa konsultansi desain arsitektur dan interior,
    4. jasa konsultansi sumber daya manusia,
    5. jasa konsultansi keinsinyuran (engineering services),
    6. jasa konsultansi pemasaran (marketing services),
    7. jasa akuntansi atau pembukuan,
    8. jasa audit laporan keuangan, dan
    9. jasa perpajakan;
  9. jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam daerah pabean untuk tujuan ekspor; dan
  10. jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data.

 

Untuk mendapatkan salinan PMK-32 ini dan informasi lain seputar perpajakan serta berbagai program dan layanan yang disediakan DJP, kunjungi www.pajak.go.id atau hubungi Kring Pajak di 1500 200.

#PajakKitaUntukKita