Penulis Naskah: Teddy Ferdian,
Kontributor Foto: Winston & Awanna Fikri Siregar,

pegawai Direktorat Jenderal Pajak

---

Catatan Redaksi: Pesona Indonesia merupakan rubrik baru yang mengulas keunikan suatu daerah, baik keelokan alamnya, maupun keistimewaan sosial-budaya warganya, serta bagaimana unit kerja Direktorat Jenderal Pajak yang menaungi wilayah kerja di daerah tersebut memanfaatkan dan mengelola keunikan tersebut, dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Rubrik ini dikemas dengan gaya bahasa bertutur yang ringan dan memikat.

---

Hati terjalin balut asmara
Asmara mekarkan bunga yang layu
Ini kain Songket Batu Bara
Pesona kebanggaan tanah Melayu

Nama Songket Batu Bara mungkin masih sedikit asing didengar oleh banyak kalangan. Kain tenun tradisional dari Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara ini sepertinya masih kalah pamor jika dibandingkan dengan songket atau kain tenun dari daerah lain, seperti Songket Palembang, Ulos Batak, Songket Padang, atau Songket Lombok. Di tengah masyarakatnya yang banyak berprofesi sebagai petani dan nelayan, siapa sangka jika ada kain tenun tradisional khas Melayu yang dulu pernah menjadi primadona dari Kabupaten Batu Bara.

Berada di jalur lintas Sumatera, Kabupaten Batu Bara yang resmi berdiri pada tanggal 15 Juni 2007 ini banyak dilintasi oleh masyarakat dari berbagai daerah. Ini menjadi peluang tersendiri bagi Kabupaten Batu Bara dalam memasarkan produk khas daerahnya. Namun nyatanya, keberadaan Songket Batu Bara semakin tertinggalkan. Pengrajin kain ini pun tidak banyak lagi ada di Kabupaten Batu Bara.

"Dulu sebenarnya songket yang ada di Sumatera, khususnya Sumatera Utara, hanya ada Ulos dan Songket Batu Bara, tetapi sekarang sudah banyak daerah yang memiliki songket sendiri dengan motif yang mirip dengan Songket Batu Bara,"  kata Yusnah memulai ceritanya ketika ditemui tim dari Kantor Pajak Kisaran. Daerah seperti Deli Serdang, Asahan, Tanjung Balai, dan Labuhan Batu sudah mempunyai songket sendiri dengan motif yang hampir sama dengan Songket Batu Bara.

Yusnah, pemilik usaha Yusnah Songket, menjadi salah satu pengrajin dan pengusaha kain Songket Batu Bara yang sampai saat ini masih bertahan. Yusnah telah menenun kain songket sejak kelas tiga sekolah dasar (SD). Yusnah bahkan sudah mendapatkan uang sejak kecil dari hasil menenun kain songket. Hasil dari penjualan kain songket ini juga yang mengantarkan Yusnah sampai lulus perguruan tinggi.

1

Keterangan foto: Ibu Yusnah menunjukkan kain songket Batu Bara 

Baca juga:
Hadirkan Layanan Kemenkeu Satu (Sampai) di Pulau Moyo, Surga Tersembunyi di Tana Samawa

Ciri khas dari Songket Batu Bara yang membedakan dari songket lain ada pada proses penenunan yang masih dilakukan secara manual, tidak menggunakan mesin. Tidak heran jika untuk menyelesaikan satu kain songket memerlukan waktu yang tidak sebentar. "Kira-kira perlu waktu satu minggu, karena penenunan ini hanya pekerjaan sampingan dari pengrajin dan seluruhnya dikerjakan secara manual," jelas Yusnah.

Corak atau motifnya dikenal dengan sebutan "Pucuk Kecubung" dan "Pucuk Betikam" dengan warna khas adalah kuning (warna Melayu, suku mayoritas Kabupaten Batu Bara), biru laut (warna laut, dari daerah pesisir pantai wilayah Kabupaten Batu Bara dan profesi nelayan yang banyak menjadi mata pencaharian masyarakat), dan hijau (warna pertanian, yang juga menjadi profesi masyarakat).

3

songket3

songket4songket6

Keterangan foto: Ragam motif dan warna kain dan topi adat Melayu berbahan Songket Batu Bara 

Dengan didominasi penjualan lokal, harga kain Songket Batu Bara ini cukup beragam, mulai dari Rp500 ribu sampai dengan Rp3,5 juta. Harga bisa lebih mahal lagi jika kain songket sudah diolah menjadi produk lain seperti sarung, selendang, pakaian, tas, seprai, sarung bantal, dan lain-lain. "Kekurangan saya, saya tidak bisa menjahit, hanya bisa menenun. Sehingga untuk mengolah kembali kain menjadi produk lain, saya mempekerjakan masyarakat sekitar yang memiliki keahlian ini," terang Yusnah.

Nama Yusnah cukup dikenal sebagai pengrajin dan pengusaha kain songket Batu Bara. Beberapa kali Yusnah diundang ke berbagai daerah untuk memberi pelatihan menenun songket. Yusnah juga beberapa kali mengikuti vseminar dan pemeran tentang songket di Jakarta, Yogyakarta, dan daerah lain. Kesempatan mengunjungi berbagai daerah ini digunakan oleh Yusnah untuk mencari benang dengan kualitas terbaik untuk usahanya.

Tantangan dan Harapan

Pengembangan usaha Songket Batu Bara cukup mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Pemerintah Kabupaten Batu Bara mewajibkan pegawainya untuk memakai pakaian dari kain Songket Batu Bara setiap hari Kamis. Pemerintah juga memberikan bantuan kepada para pengusaha Songket Batu Bara pemula. Namun, sulitnya mencari pasar dan menemukan benang tenun yang berkualitas menjadi kendala. Penenun yang awalnya ingin membuka usaha sendiri akhirnya tidak jadi menjalankan usahanya. Beberapa di antaranya dipekerjakan di Yusnah Songket.

Yusnah mengeluhkan bahwa tantangan utama dalam melestarikan Songket Batu Bara ini adalah mencari generasi penerus yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk melanjutkan usaha Songket Batu Bara ini. Dulu, penenunan Songket Batu Bara ini pernah menjadi muatan lokal di sekolah-sekolah di Kabupaten Batu Bara. Bahkan Yusnah menulis sendiri buku terkait pelajaran menenun songket untuk anak sekolah. Namun, karena tidak semua sekolah bisa memberikan materi terkait penenunan ini, maka muatan lokal ini dihapuskan.

Walaupun belum banyak penerus yang mau mengikuti jejaknya, Yusnah tetap mengatakan bahwa usaha ini sebenarnya sangat menjanjikan. Hanya saja, memang diperlukan keuletan dalam memasarkan dan meningkatkan kualitas produk. "Sebagai orang Melayu, saya mau mendobrak anggapan bahwa Suku Melayu itu pemalas dan tidak mau bekerja keras. Oleh karena itu, sepulang mengajar saya selalu melanjutkan pekerjaan menenun," cerita Yusnah yang juga merupakan guru sebuah sekolah menengah pertama (SMP).

Peningkatan mutu songket sangat bergantung dari kualitas benang yang digunakan. Songket yang berkualitas akan memudahkan pemasaran ke berbagai daerah bahkan mancanegara. Pencarian benang ini harus dilakukan ke berbagai daerah, sehingga memerlukan biaya yang tidak sedikit. "Kami, para pengrajin songket, perlu dukungan dari pemerintah, khususnya dalam mencari benang yang bagus, sehingga songket Batu Bara ini masih dapat menunjukkan kualitasnya dan dapat terus berkembang," Yusnah menjelaskan.

Yusnah Songket merupakan salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kisaran. Selain Kabupaten Batu Bara, KPP Pratama Kisaran juga memiliki wilayah kerja lain, yaitu Kabupaten Asahan dan Kota Tanjungbalai.

Sebagai wajib pajak, Yusnah mengaku selalu berupaya melaksanakan kewajiban perpajakan. Walaupun sedikit, Yusnah ingin turut kontribusi dalam pembangunan melalui pajak yang dibayarkan. "Saya tidak banyak memahami aturan pajak, jadi saya banyak bertanya kepada petugas pajak. Alhamdulillah petugas pajak di Kantor Pajak Kisaran banyak memberikan penjelasan dan informasi tentang kewajiban pajak yang harus saya laksanakan, " papar Yusnah. Ia juga mengapresiasi kepedulian kantor pajak dalam membantu mengembangkan UMKM di daerah. Menurutnya, UMKM sangat membutuhkan dukungan, khususnya saat akan memulai usaha. Dan pada akhirnya UMKM tersebut akan memberikan pendapatan pada pemerintah melalui pajak yang dibayarkan.

Keberhasilan KPP Pratama Kisaran melampaui target penerimaan dalam tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2021 tidak terlepas dari peran serta UMKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Upaya memajukan UMKM yang ada di wilayah kerja merupakan salah satu bentuk kepedulian dari KPP Pratama Kisaran yang dilaksanakan melalui program Business Development Service.

KPP Pratama Kisaran juga berkomitman untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan dengan mengedepankan integritas para pegawai. KPP Pratama Kisaran telah memperoleh predikat Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI-WBK) pada tahun 2022, dan sekarang sedang membangun Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

Indonesia dikenal dunia dengan keberagaman budaya. Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian budaya, salah satunya Songket Batu Bara ini menjadi hal yang perlu terus dikembangkan. Tentunya peranan pemerintah dan pihak-pihak terkait juga sangat diperlukan. Semoga Songket Batu Bara ini dapat kembali menjadi primadona di tengah-tengah masyarakat. Tidak hanya di Sumatera Utara, namun juga di seluruh Indonesia dan mancanegara. Mari kita nantikan kembalinya kilau itu. Kilau sang primadona.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.