
Catatan Redaksi: Rubrik Feature atau Karangan Khas merupakan jenis konten yang disediakan untuk liputan berita atau peristiwa ihwal tugas dan fungsi layanan administrasi perpajakan, dengan menitikberatkan tema human interest, yang dikemas dengan gaya bahasa yang lebih ringan, renyah, dan luwes, yang berbeda dari gaya bahasa berita lempang (straight news). Feature dapat berupa kisah yang inspiratif, menyentuh hati, lucu, dan menggelitik.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap para pegawai Direktorat Jenderal Pajak peserta lomba esai integritas dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2023 di lingkungan Kementerian Keuangan, kami telah menyeleksi sejumlah esai yang layak dimuat di situs pajak.go.id. Secara berkala, kami akan menayangkan tulisan terpilih dimaksud, di rubrik Feature. Kami mengedit seperlunya tanpa mengubah substansi naskah asli. Dengan berbagai pertimbangan, nama penulis, tokoh, dan tempat kejadian tidak kami cantumkan. Semoga bermanfaat.
---
“Korupsi itu mirip bola salju, sekali bergulir akan terus membesar.” (Charles Caleb Colton)
Jujur. Sedari kecil, tiada hentinya saya mendengar kata jujur. Kita kerap kali diharuskan untuk terbiasa jujur. Jujur kepada orang tua, jujur di sekolah, bahkan jujur kepada diri sendiri. Orang tua kita mungkin pernah bahkan sering menasehati kita untuk “Jangan berbohong!”.
Walau tak hentinya mendengar kata “harus jujur”, kita mungkin sesekali bertindak tidak jujur dalam hal kecil sehari-hari. Mulai dari anak kecil yang tidak mengaku sudah makan permen dan cokelat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah tetapi beralasan buku tertinggal di rumah, hingga menyontek saat ujian. Mungkin hampir kita semua pernah berlaku tidak jujur dalam hidup kita, sadar atau tidak.
Kebiasaan bertindak tidak jujur, akan membentuk sebuah kebiasaan atau bahkan budaya ketika dewasa. Walaupun dapat dikatakan perilaku tidak jujur saat usia dini tidak merugikan banyak orang, tetapi hal ini tidak dapat dianggap sepele. Jika terbiasa mencontek di sekolah, maka kelak saat bekerja sebagai pegawai atau pejabat, tidak menutup kemungkinan juga akan melakukan korupsi. Oleh karena itu, kebiasaan tidak jujur sedari dini merupakan salah satu cikal bakal perilaku korupsi ketika sudah dewasa.
Seperti kata pepatah "Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang angin yang menerpa". Pepatah tersebut jika dilihat kembali secara lebih aplikatif, kita akan menemukan makna yang lebih dalam pula. Ibarat pohon, semakin besar pohon maka angin yang menerpa akan semakin kencang. Sama halnya dengan bekerja pada suatu posisi atau jabatan, semakin tinggi posisi atau jabatan, maka godaan yang datang akan semakin besar dan banyak.
Setelah semakin dewasa, kita tentunya akan menghadapi angin yang lebih kencang. Saat ini saya bekerja di salah satu unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memberikan pelayanan terbaik berlandaskan nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk senantiasa membantu dan menuntun wajib pajak dalam rangka optimalisasi penerimaan dan kepatuhan perpajakan. KPP beroperasi dalam lingkungan yang rentan terhadap risiko korupsi karena keterlibatan dalam pengumpulan uang pajak dan interaksi dengan wajib pajak.
Saat sudah memasuki dunia kerja, terlebih bekerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), saya kerap kali dihadapkan pada risiko korupsi. Setiap harinya, saya memberikan pelayanan perpajakan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Tidak jarang, setelah memberikan pelayanan, wajib pajak menawarkan uang dan/atau uang barang imbalan. Saat menghadapi situasi seperti ini, saya menerapakan konsep pertahanan diri dengan berkaca pada cermin integritas.
Integritas memiliki banyak pengertian, sebagai individu kita pun dapat memiliki definisi integritas masing-masing dalam diri sendiri. Mengutip dari kamus kompetensi perilaku KPK, integritas adalah bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-nilai dapat berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai masyarakat atau nilai moral pribadi).
Sedikit bercerita mengenai integritas, saya sendiri terbiasa dengan makna integritas saat mulai memasuki dunia perkuliahan. Saat menjadi mahasiswa PKN STAN, saya terus belajar memahami nilai-nilai integritas hingga akhirnya terbiasa menerapkan nilai integritas kapan pun dan dimana pun. Nilai integritas tersebut kemudian tertanam dalam diri saya hingga saat ini.
Adapun lima sisi cermin integritas yang saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
- Mengingat kembali nilai-nilai integritas
Saat menghadapi situasi sulit, saya kembali mengingat dan memahami sembilan nilai integritas. Adapun sembilan nilai integritas yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Kesembilan nilai ini harus tercermin dalam tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari.
- Mempraktikkan dan mempertahankan nilai-nilai integritas
Sekadar mengetahui nilai-nilai integritas saja tidaklah cukup. Setelah mengingat nilai-nilai integritas, saya segera mempraktikkannya untuk mempertahankan konsep diri antikorupsi. Sikap antikorupsi akan sulit terwujud jika nilai-nilai integritas ini tidak dipegang teguh dan dipraktikkan.
- Berani mengingatkan orang lain yang bertindak tidak sesuai nilai-nilai integritas Lingkungan antikorupsi terwujud jika kita berani menyuarakan pelanggaran yang terjadi. Sikap berani merupakan wujud lebih lanjt dari praktik nilai-nilai integritas.
- Berani menegur orang lain karena melanggar nilai-nilai integritas
Seseorang yang memegang teguh nilai integritas harus berani menegur jika ada orang lain yang melanggar nilai-nilai integritas. Peran serta masyarakat sangat diperlukan sebagai upaya menghentikan budaya korupsi.
- Berani menyampaikan kebenaran dalam situasi yang sulit
Saat dihadapkan dengan situasi yang sulit, pada kenyataannya kita akan merasa dilema. Namun keberanian akan muncul jika di dalam diri kita terdapat nilai integritas yang kuat.
Integritas merupakan nilai fundamental yang harus dipegang teguh dalam hidup. Dengan menerapkan cermin integritas dalam bersikap sehari-hari, kita akan terhindar jauh dari keinginan untuk korups. Perlu kita ingat, korupsi ibarat bola salju, sekali bergulir akan terus bertambah dan terus melaju. Oleh karena itu, mari kita buang jauh-jauh risiko korupsi dari jalan kita ke depan. Mulai hari ini dan nanti, mari biasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa!
“Saya menyatakan esai ini merupakan hasil pengalaman atau pemikiran dan pemaparan asli saya sendiri, dengan kontribusi, referensi, atau ide dari sumber lain dinyatakan secara implisit maupun eksplisit pada tubuh dan/atau lampiran esai. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia didiskualifikasi dari perlombaan ini”.
Pewarta:- |
Kontributor Foto:- |
Editor: Arif Miftahur Rozaq |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 157 views